Bimbingan Teknis Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah  

Implementasi  PERPRES  Nomor 12 Tahun 2021 Tentang  Perubahan Atas PERPRES Nomor 16 Tahun 2018  Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

PERPRES Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merupakan perubahan dari PERPRES Nomor 16 Tahun 2018 dan juga sekaligus salah satu dari 49 peraturan pelaksana Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.  Undang Undang Cipta Kerja dan PERPRES mengatur ketentuan tentang prioritas penggunaan produk/jasa Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta Koperasi dan pengadaan jasa konstruksi yang pembiayaannya bersumber dari APBN/APBD.

Dalam aturan PERPRES Nomor 12 Tahun 2021, keberpihakan pemerintah dalam mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi, serta penggunaan produk dalam negeri dilakukan dengan mengatur kewajiban bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) untuk mengalokasikan paling sedikit 40 persen dari nilai anggaran belanja barang/jasa. Perubahan nilai paket untuk Usaha Kecil diharapkan dapat memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi para pelaku usaha, serta terciptanya persaingan usaha yang sehat.

Selain itu, aturan ini bertujuan untuk pemenuhan SDM PBJ yang profesional sehingga mampu mencapai tugas dan fungsi yang diemban, serta membentuk UKPBJ sebagai pusat keunggulan “Center of Excellence” PBJ dengan tingkat kematangan level 3 (proaktif). Dengan PERPRES Nomor 12 Tahun 2021, harapannya dapat memberikan kemudahan dan mempercepat proses pengadaan barang/jasa tanpa meninggalkan tujuh prinsip dan etika pengadaan.

Untuk menindaklanjuti penerbitan PERPRES Nomor 12 Tahun 2021 ini, LKPP akan merevisi dan menerbitkan sejumlah peraturan LKPP baru diantaranya peraturan LKPP tentang Perencanaan Pengadaan, Pemilihan Penyedia, e-Marketplace, Tender Internasional, dan sejumlah peraturan lainnya. PERPRES Nomor 12 Tahun 2021 ini mulai berlaku sejak ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada tanggal 2 Februari 2021.

Dengan diberlakukan PERPRES Nomor 12 Tahun 2021 terbaru ini diharapkan dapat :

•   Memberikan  pemenuhan  nilai  manfaat  yang  sebesar-besarnya  (value for money)  dan  kontribusi  dalam  peningkatan  penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan yang berkelanjutan.

•   Guna  memperbaiki tata kelola, menurunkan permasalahan korupsi dalam tender pengadaan barang/jasa, meningkatkan  transparansi, akuntabilitas, dan juga meningkatkan kecepatan penyerapan anggaran.

•   Mencegah kebocoran dan penyimpangan yang kerap terjadi dalam tender pengadaan barang/jasa.

•   Memperbaiki kekurangan PERPRES Nomor 16 Tahun 2018 untuk meningkatkan Pengadaan Berkelanjutan.

Hukum Kontrak Dan Teknik Penyusunan Kontrak Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah

Hukum Kontrak Dan Teknik Penyusunan Kontrak Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Mengacu kepada PERPRES Nomor 12 Tahun 2021 dalam rangka lebih meningkatkan pemahaman hukum atas dokumen kontrak serta proses/teknik penyusunannya, khususnya bagi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa (ULP), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Staf Pengadaan lainnya, sehingga dapat dihindarkan dari terjadinya kerugian keuangan negara, maka perlunya materi hukum kontrak dan teknik penyusunan kontrak dalam pengadaan barang/jasa pemerintah ini. Banyak para stake holders yang melakukan penandatangan kontrak tidak menyadari/tidak peka bahwa konsekwensi tanda tangan kontrak adalah hukum, dapat digugat ke pengadilan, demikian juga kesalahan dalam pembuatan kontrak yang dibuat tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat mengakibatkan kontrak menjadi mubazir, batal, atau bahkan dibatalkan (void atau voidable). Hal ini dikarenakan kesalahan dalam proses tanda tangan kontrak yang dapat menghambat bahkan membatalkan proses pengadaan barang dan jasa. Akibatnya, pihak pemerintahlah yang akan mengalami kerugian. Sebelum mengikuti bimbingan Teknis ini sebaiknya diketahui terlebih dahulu dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah. Tujuannya tentu saja agar peserta memiliki bekal pengetahuan sebelum melakukan kegiatan teknis pengadaan.

Bahasan :

•  Konsep dasar hukum kontrak

•  Syarat-syarat sahnya kontrak dan momentum terjadinya kontrak

•  Tinjauan umum permasalahan pengadaan barang/jasa saat ini

•  Perikatan hukum kontrak dalam pengadaan barang/jasa  

•  Penyusunan dan pelaksanaan kontrak pengadaan jasa non konstruksi

•  Pendapat ahli hukum kontrak dalam pengadaan barang/jasa

•  Gugatan kontraktor ke pengadilan

•  Penyimpangan - penyimpangan dalam pelaksanaan kontrak               

•  eKatalog - ePurchasing dan e-Procurement         

Penyusunan Dokumen Pengadaan Dan Evaluasi Dokumen Penawaran

Banyaknya pemahaman yang keliru pada salah satu tahapan pengadaan yaitu tahapan evaluasi. Contohnya adalah melakukan evaluasi terhadap dokumen-dokumen kualifikasi pada tahapan evaluasi administrasi. Hal ini karena minimnya pengetahuan mengenai hakikat dari pemilihan dan hal-hal yang harus diperhatikan pada saat evaluasi. Salah satu kunci sukses pengadaan adalah bagaimana panitia dapat melakukan evaluasi dokumen penawaran yang benar. Hal ini akan menghasilkan daftar singkat penyedia yang akan menjadi calon pemenang dalam proses lelang. Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota Unit Layanan Pengadaan (ULP), Kelompok Kerja (POKJA), Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya dalam mengevaluasi penawaran (evaluasi administrasi, teknis, dan harga), melalui Bimbingan Teknis Penyusunan Dokumen Pengadaan Dan Evaluasi Dokumen Penawaran.

Mekanisme Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Swakelola (Perencanaan, Pelaksanaan Dan Pelaporan)

Pengadaan dengan cara swakelola adalah pengadaan dimana kegiatan pengadaan direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi sendiri oleh instansi pemerintah penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lainnya, atau oleh kelompok masyarakat. Jenis pengadaan barang/jasa yang dapat dilaksanakan dengan cara swakelola adalah pengadaan dalam bentuk pekerjaan (membuat sesuatu atau melaksanakan kegiatan) bukan membeli barang yang sudah jadi. Unsur penting dalam pengadaan sewakelola adalah proses pelaksanaan pekerjaan. Dalam pengadaan secara swakelola pelaksana swakelola benar-benar bekerja melaksanakan suatu kegiatan pembuatan barang/jasa. Contohnya adalah pekerjaan memasak makanan pasien oleh pegawai rumah sakit, membersihkan saluran irigasi oleh kelompok masyarakat, menyemai bibit oleh pegawai Dinas Pertanian, pelaksanaan diklat/workshop/seminar oleh instansi pemerintah, dan sebagainya. Karena itu komponen biaya yang menunjukkan pekerjaan swakelola adalah komponen upah dan honorarium. Sedangkan komponen biaya lainnya seperti biaya pengadaan material atau bahan yang diperlukan dalam pekerjaan swakelola sebenarnya bukan menunjukkan pekerjaan swakelola, walaupun jumlahnya seringkali lebih besar dari komponen upah dan honorarium.

Penyusunan Spesifikasi Teknis Dan HPS Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Spesifikasi disusun melalui penyaringan keinginan dengan tujuan tercapainya kebutuhan. Spesifikasi teknis sebagai dasar menyusun perkiraan biaya yang dibungkus dalam terminologi Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Kemudian perkiraan biaya ini menjadi salah satu komponen dalam menetapkan tipe dan ruang lingkup kontrak hingga didapatkannya barang/jasa, dan menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya dan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dan pengadaan konsultansi. Spesifikasi tidak diperbolehkan mengandung unsur rekayasa yang menghalangi persaingan. Untuk itu sebelum pelelangan/seleksi dilakukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mempunyai tugas antara lain membuat dan menetapkan Spesifikasi dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Spesifikasi yang dihasilkan dapat dilakukan kaji ulang bersama pengguna dan Pokja ULP jika diperlukan dapat dilibatkan tim teknis atau orang yang ahli pada bidang Spesifikasi. Bimbingan Teknis ini untuk memberikan pemahaman tentang hal ini, khususnya bagi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa (ULP), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Staf Pengadaan

Mekanisme Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung Dan Pemilihan Langsung  Dalam  Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah

Pengadaan langsung, Penunjukan langsung dan pemilihan langsung adalah beberapa jenis metode pemilihan penyedia. Metode pemilihan penyedia termasuk dalam sistem pengadaan yang ditetapkan pada tahapan perencanaan pemilihan penyedia di mana menjadi tanggung jawab dari Pokja ULP atau pejabat pengadaan. Pengadaan Langsung (PL) Pada dasarnya metode ini untuk pekerjaan yang memang nilainya sampai dengan 200 juta rupiah untuk barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya, serta untuk pekerjaan konsultansi dengan nilai sampai dengan 50 juta rupiah. Dengan adanya pembatasan nilai, metode pengadaan langsung memang diarahkan untuk pekerjaan yang memang sederhana, nilainya kecil dan/atau kejadian yang insidental tapi tidak berisiko tinggi. Penunjukan Langsung tidak ada batasan maksimal nilai paket pengadaan. Namun yang membatasi adalah karakter barang/jasa yang khusus dan keadaan tertentu. Jika suatu barang/jasa memiliki kekhususan, atau dalam keadaan tertentu, maka bisa menggunakan metode penunjukan langsung berapapun nilainya. Begitu pula dengan Pemilihan Langsung dilihat dari namanya, seharusnya ini mirip-mirip dengan penunjukan langsung atau pengadaan langsung, karena tinggal milih secara langsung. Tetapi ternyata tidak demikian. Pemilihan langsung dalam pelaksanaannya mirip dengan proses pelelangan, bahkan secara substansi, pemilihan langsung sebenarnya adalah proses pelelangan khusus pada pekerjaan konstruksi dengan karakter pekerjaan yang sederhana serta dengan nilai sampai dengan 5 miliar rupiah. 

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸


  Bimbingan Teknis Keuangan  

Pertanggungjawaban Bendahara Instansi Pemerintah

Sejalan dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara, PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, serta PERMENDAGRI Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Penyampaiannya. Pertanggungjawaban Bendahara Instansi Pemerintah merupakan salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi yang diembannya, bendahara perlu diarahkan oleh petunjuk teknis yang mengatur mengenai proses penatausahaan yang harus dilakukan mereka dan pertanggungjawaban yang dilakukan oleh bendahara atas pelaksanaan tugas mereka. Diharapkan pedoman teknis ini dapat digunakan oleh daerah dalam proses pembuatan sistem dan prosedur mengenai pengelolaan keuangan daerah 2020 dalam hal Pertanggungjawaban Bendahara.

Implementasi Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 Dan Menghadapi Ancaman Keuangan, Stabilitas Sistem Keuangan Dan Penyelamatan Ekonomi Nasional Sesuai Dengan PP Nomor 23 Tahun 2020

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) secara nyata telah mengganggu aktivitas perekonomian sebagian besar negara di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Selama terjadinya pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), kegiatan dunia usaha mengalami gangguan yang signifikan baik dalam proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya mengganggu kinerja perekonomian. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan telah mengamanatkan upaya pemulihan ekonomi nasional melalui Program PEN.

Program PEN merupakan respon kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dalam upaya untuk menjaga dan mencegah aktivitas usaha dari pemburukan lebih lanjut, mengurangi semakin banyaknya pemutusan hubungan kerja dengan memberikan subsidi bunga kredit bagi debitur usaha mikro, kecil, dan menengah yang terdampak, mempercepat pemulihan ekonomi nasional, serta untuk mendukung kebijakan keuangan negara. Program PEN bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para Pelaku Usaha termasuk kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah, dalam menjalankan usahanya. Pelaksanaan Program PEN diharapkan dapat meminimalkan terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh dunia usaha karena dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Tata Cara Penatausahaan Dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Penyampaiannya

Pertanggungjawaban Bendahara dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas-tugas perbendaharaan telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Penyampaiannya. PERMENDAGRI tersebut memberikan pedoman teknis tentang pelaksanaan penatausahaan, pertanggungjawaban/ pelaporan dan penyampaiannya oleh bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran SKPD, bendahara penerimaan dan pengeluaran PPKD serta Bendahara Umum Daerah. Pertanggungjawaban Bendahara dalam penatausahaan pelaksanaan anggaran yang dilaksanakan oleh para bendahara merupakan salah satu aktivitas penting dalam rangka mewujudkan terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang tertib, efisien dan efektif. Oleh karena itu, diperlukan Bimbingan Teknis yang dapat memantapkan pemahaman mengenai pelaksanaan tugas-tugas para bendahara baik bendahara pengeluaran dan bendahara penerimaan di SKPD maupuan bendahara di PPKD.

Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sebagai Tolak Ukur Kinerja ASN

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Dimana kinerja adalah keluaran/ hasil dari kegiatan/program yang telah atau hendak dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Penyelenggaraan SAKIP dilaksanakan untuk penyusunan laporan kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan SAKIP dilaksanakan secara selaras dan sesuai dengan penyelenggaraan sistem akuntansi pemerintahan dan tata cara pengendalian serta evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan. Dimana sistem ini merupakan integrasi dari sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Dalam hal ini, setiap organisasi diwajibkan mencatat dan melaporkan setiap penggunaan keuangan negara serta kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku.

Penyusunan Laporan Keuangan Instansi Pemerintah

Penyusunan Laporan Keuangan Instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, UU Nomor 17 Tahun 2003 dan tentang Keuangan Negara dan PERMENDAGRI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mengamanatkan agar Kepala Daerah menyusun laporan keuangan secara komprehensif, antara lain termasuk neraca pemerintah daerah.  Untuk dapat menyusun neraca di tingkat pemerintah daerah, maka PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah mengamanatkan agar Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun laporan keuangan termasuk neraca SKPD. Pejabat penatausahaan keuangan dan bendahara pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan ujung tombak terwujudnya penatausahaan keuangan daerah yang tertib menuju good governance. Terselenggaranya tata pemerintahan dimulai dari pengelolaan keuangannya yang baik, mulai dari proses perencanaan, penggunaan, dan pertanggung jawaban, dapat dikelola secara ekonomis, efektif dan efisien, serta berdasarkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Verifikasi Dan Rekonsiliasi Laporan Pertanggungjawaban Bendahara

Penatausahaan pelaksanaan anggaran yang dilaksanakan oleh para bendahara merupakan salah satu aktivitas penting dalam rangka mewujudkan terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang tertib, efisien dan efektif. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas-tugas perbendaharaan telah ditetapkan PERMENDAGRI  Nomor 55 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara, PERMENDAGRI tersebut memberikan pedoman teknis tentang pelaksanaan penatausahaan, pertanggungjawaban/pelaporan, verifikasi dan rekonsiliasi LPJ dan penyampaiannya oleh bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran SKPD , bendahara penerimaan dan pengeluaran PPKD serta Bendahara Umum Daerah, begitu pula dengan Peraturan Direktur Jenderal  Perbendaharaan  nomor : PER-47/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan  dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/ Satuan Kerja.

Perencanaan Dan Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja            

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD, yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran. Dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 19 (1) dan (2) menyebutkan bahwa, dalam rangka penyusunan RAPBD-SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RENCANA KERJA dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan PRESTASI KERJA yang akan dicapai untuk dapat menyusun RAPBD berdasarkan PRESTASI KERJA atau Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya. Didalam pedoman ini akan diuraikan pengertian mengenai ABK, standar pelayanan minimal (SPM), Analisis Standar Belanja (ASB) dan keterkaitan ketiganya. Pedoman ini dilengkapi juga dengan ilustrasi implementasi SPM dalam penyusunan ABK.

Materi bahasan :

•  Keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan

•  Indikator kinerja, Standar biaya, dan evaluasi kinerja

•  Tingkat Keluaran kegiatan yang direncanakan dan biaya satuan keluaran

Pengelolaan Keuangan Daerah Sesuai Dengan PP Nomor 12 Tahun 2019

Pemerintah telah menyelesaikan revisi atas PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menjadi PP Nomor 12 Tahun 2019. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadikan dasar pertimbangan dibutuhkannya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan daerah. Harapannya PP terbaru ini akan mengantarkan Pengelolaan Keuangan Daerah dalam bentuk APBD yang lebih baik, tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Seperti halnya dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah baik tingkat provinsi, kota/kabupaten pun juga menyusun perencanaan dan pengelolaan anggaran yang akan dilaksanakan dalam satu tahun ke depan. Peraturan Pemerintah tersebut menyebutkan bahwa semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Yang paling mencolok dan poin yang sangat menarik dari PP Nomor 12 Tahun 2019 adalah Pemda memiliki kewenangan untuk memberikan Penghasilan Tambahan bagi ASN Daerah. Pengelolaan keuangan daerah memberikan gambaran mengenai kemampuan anggaran daerah untuk membiayai belanja daerah.  Kemampuan belanja daerah, baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung akan menjadi acuan dalam pengalokasian anggaran pada masing-masing program yang akan dilaksanakan pada 5 tahun mendatang. Untuk merealisasikannya diperlukan dukungan resources financing (sumber daya pendanaan) dalam membangun daerah sejalan dengan implementasi desentralisasi, oleh sebab itu harus disertai juga dengan pengelolaan keuangan daerah yang baik oleh pemerintah daerah (good governance).

Proses Akuntansi Pelaporan Dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintah daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai entitas pelaporan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai entitas akuntansi. Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi Komputer. Proses tersebut didokumentasikan dalam bentuk buku jurnal dan buku besar, dan apabila diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu. Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan.

Pedoman Dan Tata Cara Penyusunan RKA SKPD

Penyusunan RKA SKPD haruslah memenuhi ketentuan perundang-undangan, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. Prakiraan Maju (forward estimate) perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya. Penganggaran terpadu (unified budgeting) penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksankan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana (tidak mengenal anggaran belanja rutin dan pembangunan serta belanja aparatur dan belanja publik). Anggaran berbasis prestasi kerja, pendekatan penganggaran yang mengutamakan keluaran/hasil dari kegiatan yang akan atau telah dicapai.

Penyusunan RENSTRA Dan RENJA SKPD

Merupakan metode serangkaian rencana tindakan dan kegiatan mendasar yang dibuat oleh pimpinan puncak untuk dilaksanakan oleh seluruh jajaran organisasi dalam rangka mencapai tujuan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 5 tahun dengan memperhitungkan : 1. Potensi, peluang dan kendala yang ada atau mungkin timbul, 2. Visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi (kebijakan dan program) serta, 3. Ukuran keberhasilan/kegagalan melalui aktivitas pengambilan keputusan di depan tentang tingkat capaian kinerja yang diinginkan dan dihubungkan dengan tingkat pelaksanaan program/kegiatan.

Bahasan :

1.  Proses Perumusan Visi dan Misi serta Proses Perumusan Tujuan dan Sasaran,

2.  Penetapan Kinerja (Performance Agreement) :  Tujuan Umum  dan  Tujuan  Khusus; Penetapan Kinerja; Isi dan Pelaksanaan Penetapan Kinerja; Indikator Kinerja SKPD,

3.  Konsep Akuntabilitas, Good Governance dan Manajemen Perubahan dalam Instansi Pemerintah.

Penyusunan Laporan Keuangan Daerah Berbasis AKRUAL Sesuai Dengan Standar Akuntansi Pemerintahan

Sehubungan dengan ketentuan dalam paket perundang-undangan keuangan negara yang mengamanatkan pemberlakuan basis akrual dalam penyajian Laporan Keuangan Pemerintah/Kementerian/Lembaga Negara/Pemerintah Daerah selambat-lambatnya pada Tahun Anggaran 2015 maka dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan PERMENDAGRI Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akutansi Pemerintahan Berbasis AKRUAl Pada Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Menteri Keuangan (KMK) Nomor : 238/PMK.05/2011 tentang Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan (PUSAP), perlu kiranya Pemerintah Daerah mempersiapkan sumber daya manusia yang berkompeten dan terampil baik dalam menyajikan Penatausahaan Keuangan SKPD (sebagai entitas akuntansi) maupun penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah/LKPD (sebagai entitas pelaporan) secara tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pejabat penatausahaan keuangan dan bendahara pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan ujung tombak terwujudnya penatausahaan keuangan daerah yang tertib menuju good governance.

Penyusunan Neraca Awal Dan Akhir Pemerintah Daerah

Dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, agar Kepala Daerah menyusun laporan keuangan secara komprehensif, antara lain termasuk penyusunan neraca awal dan akhir pemerintah daerah. Untuk dapat menyusun neraca awal dan akhir pemerintah daerah ditingkat pemerintah daerah, maka PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah mengamanatkan agar Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun laporan keuangan termasuk neraca SKPD. Selanjutnya Neraca per SKPD akan dikonsolidasikan menjadi Neraca Konsolidasian Pemerintah Daerah, guna penyusunan neraca awal dan akhir pemerintah daerah, sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (PP Nomor 24 Tahun 2005).

Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja Atas Beban APBN Dalam Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 Sesuai Dengan PERMENKEU Nomor 43/PMK.05/2020

Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVJD-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, pemerintah berwenang untuk melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, serta menentukan proses dan metode pengadaan barang/jasa serta melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplifikasi dokumen dibidang keuangan negara.

Administrasi Keuangan Dan Perencanaan Bagi Pengguna Anggaran (PA), PPTK, PPK, Dan Bendahara

Dalam mengelola serta merencanakan Budgeting merupakan suatu pendekatan formal dan sistematis di dalam perencanaan, koordinasi dan pengawasan keuangan.  Pelatihan pengelolaan Budgeting sebagai kunci manajemen keuangan akan memberikan arahan bagaimana merencanakan, mengembangkan dan momonitor budget. Seperti halnya budgeting, administrasi keuangan juga harus ditangani dengan sebaik-baiknya sehingga tidak terjadi pemborosan atau penyalahgunaan uang yang tidak sesuai dengan anggaran yang sudah ditentukan dan mempunyai nilai efisien dan efektif.

Implementasi PERMENDAGRI Nomor 90 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi, Kodefikasi Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah

Untuk mengintegrasikan dan menyelaraskan perencanaan pembangunan dan keuangan daerah, perlu adanya klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur perencanaan pembangunan dan keuangan daerah, bahwa klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur perencanaan pembangunan dan keuangan daerah digunakan untuk mendukung Sistem Informasi Pemerintahan Daerah. PERMENDAGRI Nomor 90 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi, Kodefikasi Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah tujuan pembangunan daerah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari proses pembangunan daerah yang dimulai dari perencanaan hingga proses penganggaran. Untuk itu, diperlukan konsistensi perencanaan dan penganggaran khususnya memaknai arti pembangunan daerah saat ini yaitu daerah sendiri yang membangun daerahnya bukan hanya pusat membangun daerah. Peraturan ini merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah. Dengan peraturan tersebut, maka bisa mengintegrasikan dan menyelaraskan perencanaan pembangunan dan keuangan yang telah disusun secara sistematis sebagai acuan pemerintah dalam menyusun dokumen perencanaan pembangunan dan keuangan daerah. Untuk mewujudkan konsistensi perencanaan dan penganggaran, dibutuhkan suatu instrumen yang digunakan sebagai jembatan dalam menghubungkan proses tersebut. Kodefikasi dan nomenklatur pembangunan dan keuangan daerah diharapkan dapat menjadi instrumen yang dimaksud, sementara itu untuk mewujudkan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran, KEMENDAGRI melalui Ditjen Bina Pembangunan Daerah telah membuat peta jalan yang terdiri dari penyesuaian regulasi perencanaan dan penganggaran, pengaturan nomenklatur program dan kegiatan, pembaharuan database program dan kegiatan dalam aplikasi perencanaan dan penganggaran (e-planning dan e-budgeting), penyusunan rencana pembangunan daerah melalui aplikasi e-planning serta penyusunan anggaran daerah melalui aplikasi e-budgeting. PERMENDAGRI tujuan utamanya adalah untuk menyediakan informasi secara berjenjang melalui penggolongan dan pemberian kode serta penamaan yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan dan keuangan daerah secara sistematis. Adapun Materi Pembahasan adalah, Implikasi Pemutakihran Kode Dan Nomenklatur Perencanaan Pembagunan Keuangan Daerah, Tujuan Klasifikasi, Kode Dan Nomenklatur Perencanaan Pembagunan Keuangan Daerah, Penyususnan Klasifikasi Kode Dan Nomenklatur Perencanaan Pembagunan Keuangan Daerah, Sistem Informasi Pemerintahan Daerah.

Penyusunan KUA PPAS Dan Evaluasi RAPBD

Sasaran Dan Kebijakan Daerah Dalam 1 (Satu) Tahun Anggaran Yang Menjadi Petunjuk Dan Ketentuan Umum Yang Disepakati Sebagai Pedoman Penyusunan R-APBD Dan RP-APBD, sedangkan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD penentuan batas maksimal dapat dilakukan setelah memperhitungkan belanja pegawai. hal ini merupakan amanat UU Nomor 17  Tahun 2003, UU Nomor 25 Tahun 2004, UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang sudah disusun sebelumnya. KUA dan PPAS dan Evaluasi RAPBD secara proses memiliki sifat politis dengan adanya keterlibatan eksekutif dan legislatif dalam nota kesepahaman. Dalam Nota Kesepakatan yang ditadatangani oleh Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD, Jika Kepala Daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Nota Kesepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kesepatan KUA dan PPAS dilakukan oleh penjabat yang ditunjukkan oleh pejabat yang berwenang.

Reviu Dan Analisa Laporan Keuangan Daerah

Pelaksanaan reviu atas laporan keuangan sesuai dengan PERMENDAGRI Nomor 4 Tahun 2008 dilaksanakan dengan teknik reviu penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan. Dalam melaksanakan reviu, aparat pengawasan intern perlu menelusuri angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan ke buku atau catatan-catatan yang digunakan untuk meyakini bahwa angka-angka tersebut benar. Penelusuran ini dapat dilakukan dengan membandingkan angka pos laporan keuangan terhadap saldo buku besar, membandingkan saldo buku besar terhadap buku pembantu, membandingkan angka-angka pos laporan keuangan terhadap laporan pendukung, misalnya Aset Tetap terhadap Laporan Mutasi Aset Tetap dan Laporan Posisi Aset Tetap, Permintaan keterangan. Permintaan keterangan yang dilakukan dalam reviu atas laporan keuangan tergantung pada pertimbangan aparat pengawasan intern. Dalam menentukan permintaan keterangan, aparat pengawasan intern yang dapat mempertimbangkan banyak hal misal sifat dan materialitas suatu pos, kemungkinan salah saji, pengetahuan yang diperoleh selama persiapan reviu, pernyataan tentang kualifikasi para personel bagian akuntansi entitas tersebut.

Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sebagai Tolak Ukur Kinerja ASN

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Dimana kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang telah atau hendak dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Penyelenggaraan SAKIP dilaksanakan untuk penyusunan laporan kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan SAKIP dilaksanakan secara selaras dan sesuai dengan penyelenggaraan sistem akuntansi pemerintahan dan tata cara pengendalian serta evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan. Dimana sistem ini merupakan integrasi dari sistem perencanaan sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Dalam hal ini, setiap organisasi diwajibkan mencatat dan melaporkan setiap penggunaan keuangan negara serta kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku.

Penyusunan Dan Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Selain persoalan-persoalan dibidang pengelolaan keuangan daerah, instansi pemerintah daerah juga dituntut untuk melakukan Evaluasi Terhadap Laporan Akuntanbilitas Kinerjanya (LAKIP). Laporan akuntabilitas suatu instansi pemerintah merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) melalui SAKIP. Sebagai tindak lanjut dari SAKIP perlu dilakukan evaluasi terhadap Laporan AKIP yang telah disusun instansi sebagai masukan/umpan balik terhadap program-program/kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan instansi yang bersangkutan.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸  


  Bimbingan Teknis Aset Daerah / BMD  

Penilaian Kembali Barang Milik Daerah Sesuai Dengan PERPRES Nomor 75 Tahun 2017

Diterbitkan perpres ini dalam rangka mewujudkan penyajian nilai Barang Milik Daerah pada laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang akuntabel sesuai dengan nilai wajarnya, serta dalam rangka mewujudkan pengelolaan Barang Milik Daerah yang berhasil guna. Penilaian Kembali sebagaimana dimaksud paling sedikit meliputi kegiatan seperti penyediaan data awal, inventarisasi, penilaian, tindak lanjut hasil inventarisasi serta penilaian dan monitoring dan evaluasi.Penilaian Kembali adalah proses revaluasi sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan yang metode penilaiannya dilaksanakan sesuai Standar Penilaian. Penilaian sebagai proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Barang Milik Daerah pada saat tertentu. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Penilaian Barang Milik Daerah menurut PERPRES ini, Menteri Dalam Negeri akan menyusun pedoman pelaksanaannya. Pedoman sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Daerah dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan tindak lanjut hasil penilaian itu paling sedikit berupa koreksi nilai Barang Milik Daerah pada laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Penilaian Aset Daerah Dan Tata Cara Pembentukan Tim Penilai Internal

Penilaian aset/barang milik daerah adalah proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode tertentu untuk memperoleh nilai barang milik daerah. Tim penilai ditetapkan oleh Kepala Daerah dan dapat melibatkan penilai independen yang bersertifikat dibidang penilaian aset. Hasil penilaian aset/barang milik daerah ini ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Saat ini fungsi pengelolaannya diatur dalam PERMENDAGRI Nomor 17 Tahun 2007 pasal 2 yaitu pengelolaan barang milik daerah sebagai bagian dari pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan secara terpisah dari pengelolaan barang milik Negara. Kelemahan utama yang masih dimiliki oleh pemerintah daerah dalam rangka mencapai Opini WTP adalah ketiadaan catatan yang memadai mengenai aset daerah. Sampai saat ini, masih banyak pemda yang belum mampu mendata dan menilai aset yang dimilikinya secara cermat dan akurat. Mengapa hal ini terjadi serta bagaimana strategi yang tepat untuk mengatasi persoalan ini, untuk itu diantaranya diperlukan adanya tim penilai internal sehingga laporan yang diharapkan bisa tercapai, mudah dikoreksi, dan di evaluasi dan yang terpenting adalah akuntabilitas dalam pelaporan.

Penilai Barang Milik Daerah Di Lingkungan Pemerintah Daerah Sesuai Dengan

PERMENDAGRI Nomor 21 Tahun 2018

PERMENDAGRI Nomor 21 Tahun 2018 tentang Penilai Barang Milik Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah. Penilai Barang Milik Daerah adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. Hal ini merupakan proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatau obyek penilaian berupa barang milik daerah pada saat tertentu. Adapun yang dimaksud penilai Barang Milik Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah adalah PNS di Lingkungan Pemerintahan Daerah yang bertugas untuk melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. Menurut pasal 2 PERMENDAGRI Nomor 21 Tahun 2018 dinyatakan bahwa calon Penilai Barang Milik Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah harus memenuhi syarat yang meliputi, a) berstatus sebagai PNS Pemerintah Daerah. b) Sehat Jasmani. c) Pendidikan Formal paling rendah S1. d) tidak pernah terkena hukuman disiplin berat yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Penilaian. dan e) Telah dinyatakan lulus pendidikan di bidang Penilaian.

Audit Barang Milik Daerah

Adalah proses identifikasi masalah, dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara (UU Nomor 15 Tahun 2004). Berdasarkan PERMENDAGRI Nomor 17 Tahun 2007, menyatakan bahwa Pengelola berwenang untuk melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan Barang Milik Daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan Barang Milik Daerah sesuai ketentuan yang berlaku. Selanjutnya apabila ditemukan sesuatu dan memerlukan audit maka pengelola dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit. Pengawas fungsional ini dapat berasal dari internal pemerintah daerah (Itwilprov/itwilkab/kota maupun BPKP) sedangkan pengawas fungsional eksternal berasal dari BPK. Hasil dari pemeriksaan atau audit Barang Milik Daerah (BMD) yang dilakukan oleh pengawas internal maupun eksternal tersebut diserahkan ke pengelola barang untuk ditindaklanjuti apabila memang terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah.

Sistem Informasi Manajemen Barang Dan Aset Daerah (SIMBADA)

Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah atau Aset Daerah, terjadi perubahan paradigma baru dalam pengelolaan barang milik daerah atau aset daerah yang ditandai dengan di keluarkannya PP Nomor 6 Tahun 2006 yang merupakan peraturan turunan dari UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menimbulkan optimisme baru dalam penataan dan pengelolaan aset daerah yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan untuk kedepannya. Pengelolaan aset daerah yang professional dan modern diharapkan akan mampu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan stake holder lainnya kepada pemerintah untuk pengelolaan aset daerah. Pada dewasa ini telah banyak timbul permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). Permasalahan ini tidak hanya di alami oleh pemerintah pusat, namun di tingkat daerah juga masih banyak permasalahan dalam proses pengelolaan aset daerah. Permasalahan dalam pengelolaan aset daerah tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan dari peraturan perundang-undangan, namun juga dipengaruhi karena banyaknya aset daerah yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Oleh karena itu perlunya terobosan/inovasi merubah pola sistem pengelolaan yang lama (manual) dengan menerapkan sebuah Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah atau SIMBADA dalam proses pengelolaan aset daerah terutama pada bagian penatausahaan.

Penatausahaan Barang Milik Daerah (BMD)

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/BMD), bahwa setiap entitas pengelola, pengguna, dan kuasa pengguna BMN/BMD wajib mengetahui hingga rinci setiap aspek pengelolaan, penatausahaan, inventarisasi, dan pelaporan BMN/BMD, hanya saja sampai saat ini masih banyak pengelola barang yang menemui kesulitan dalam melakukan identifikasi dan pengelolaan barang milik negara/daerah, sehingga berdampak pada penyajian laporan keuangan yang tidak akurat dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Pengelolaan Barang Milik Daerah Dan Penyusunan Neraca Aset

Dalam rencana mobilisasi Tata Kelola Barang Milik Daerah (BMD) dengan cara sistimatis serta akuntabel, seperti diamanatkan didalam PP. Nomor 38 Tahun 2008 perihal Pengelolaan Barang MilIk Daerah/Negara (Pergantian atas PP Nomor 6 Tahun 2006) serta PERMENDAGRI Nomor 17 Tahun 2007 (Dasar Tehnis Pengelolaan Barang Milik Daerah) , yang merujuk pada UU Nomor 1 Tahun 2004 (Perbendaharaan Negara) , dan mengingat bahwa Kepala Unit Kerja Piranti Daerah (SKPD) bertindak sebagai pemakai Barang Milik Daerah, berwenang serta memikul tanggung jawab jalankan pencatatan serta inventarisasi Barang Milik Daerah.

Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan, Inventarisasi Dan Pelaporan Barang Milik Daerah Berdasarkan

PERMENDAGRI Nomor 47 Tahun 2021 

Pemerintah baru saja mengeluarkan peraturan tentang Barang Milik daerah, yaitu melalui PERMENDAGRI Nomor 47 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan Barang Milik Daerah (BMD) yang berlaku sejak tanggal 23 September 2021. Dikeluarkannya paraturan ini adalah untuk memberikan pedoman bagi pengelola barang, pengguna barang atau kuasa pengguna barang dalam melaksankan penatausahaan BMD.  Hal ini bertujuan tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) yang efektif, efisien, optimal dan akuntabel. Out put yang dihasilkan adalah hasil laporan dalam penatausahaan BMD digunakan sebagai bahan untuk menyusun Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) dan Neraca pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). 

Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah Sesuai Dengan PP Nomor 28 Tahun 2020 Sebagai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara melalui Pasal 49 ayat (6) mengamanatkan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah. Selanjutnya, Pemerintah membentuk Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yang menjadi dasar bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Seiring dengan perkembangannya, pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menjadi semakin kompleks, sehingga perlu dikelola secara optimal, efektif, dan efisien. Sementara itu, pengaturan mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah belum sepenuhnya mengakomodir beberapa kebutuhan pengaturan dalam pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, sehingga perlu dilakukan perubahan. Perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah merupakan penyempurnaan terhadap ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tersebut.

Manajemen Aset Berbasis Teknologi

Aset adalah barang atau benda yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak baik yang berwujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible) yang tercakup dalam aktiva/kekayaan perusahaan. Pengelolaan Aset (kekayaan) Perusahaan merupakan hal yang sangat penting karena untuk memantau dan menghitung serta memanfaatkannya secara optimal. Manajemen asset berfungsi untuk informasi perjalanan asset secara keseluruhan, memuat berapa banyak aset dan biayanya, pemanfaatan, kondisi dan pemeliharaan serta lokasi penyimpanan.Hal ini juga berfungsi untuk  mencegah dari hilangnya asset, perhitungan pajak dan depresiasi. Banyak perusahaan masih menganggap Manajemen Aset secara fisik  hanyalah sekedar instrumen pengelolaan daftar aset, serta pencatatan oleh bagian accounting. Anggapan yang kurang tepat lainnya adalah bahwa pengelolaan fisik aset sepenuhnya sudah diserahkan kepada Bagian Umum, padahal baik daftar aset maupun pengelolaan aset fisik hanyalah bagian kecil dari Physical Asset Management.

Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (PERMENDAGRI Nomor 19 Tahun 2016)

PERMENDAGRI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, dimana sebelumnya mengeluarkan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, dan penyempurnaannya serta keputusan terkait lainnya dibidang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Aset Daerah), menjelaskan bahwa Pengelolaan Barang Milik Daerah harus dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya guna mendukung pelaksanaan tugas pemerintah dan pembangunan daerah, sehingga terwujud kemakmuran yang didambakan seluruh rakyat, didalam implementasinya menyisahkan persoalan di daerah karena keterbatasannya knowledge, skill, attitude sumber daya aparatur pemerintah daerah didalam memahami sistem pengelolaan dan pemanfaatan, mekanisme penghapusan aset daerah, serta penatausahaan barang milik daerah itu sendiri. Melalui Peraturan ini pemerintah memberikan dasar pengaturan lebih luas untuk menerapkan kebijakan secara lebih fleksibel dalam pelaksanaan pemanfaatan BMN/BMD serta menyediakan skema baru sebagai alternatif dalam rangka pemanfaatan BMN/BMD di penyediaan infrastruktur.

Reviu Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Daerah

Perencanaan kebutuhan barang milik daerah (BMD) disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta ketersediaan yang ada. Ketersediaan BMD merupakan BMD yang ada pada Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang. Perencanaan kebutuhan BMD harus dapat mencerminkan kebutuhan riil BMD pada SKPD sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan RKBMD. Perencanaan kebutuhan BMD dilaksanakan setiap tahun setelah rencana kerja (Renja) SKPD ditetapkan. Perencanaan kebutuhan BMD merupakan salah satu dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran. Perencanaan kebutuhan BMD mengacu pada Rencana Kerja SKPD. Perencanaan kebutuhan BMD, kecuali untuk penghapusan, berpedoman pada, a. Standar barang, adalah spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan penghitungan pengadaan BMD dalam perencanaan kebutuhan. Penetapan standar kebutuhan mempedomani peraturan perundang-undangan, b. Standar kebutuhan.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸


  Bimbingan Teknis Kearsipan / Kehumasan  

Pengelolaan Arsip Dinamis Dan Statis

Penyelenggaraan kearsipan dinamis tujuannya terlaksananya penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan serta penyusutan arsip dinamis secara efektif dan efisien. Dengan demikian penyelenggaraan kearsipan dinamis memungkinkan suatu organisasi melaksanakan kegiatan yang mengarah pada pendokumentasian perumusan kebijakan, pelayanan serta proses pengambilan keputusan. Sedangkan kearsipan statis mempunyai tujuan terlaksananya pengumpulan, penyelamatan, penataan , pengolahan serta pemanfaatan arsip secara efektif dan efisien. Penyelenggaraan kearsipan statis yang efektif dan efisien akan memungkinkan masyarakat Indonesia mengupayakan pendokumentasian dan pelestarian. Pelestarian dan penyelamatan arsip akan menjamin tersedianya informasi yang akurat, otentik dan kredibel. Terwujudnya rencana dan program serta pengkajian sistem kearsipan dinamis dan statis mencakup aspek-aspek metode, prasarana dan sarana serta SDM dan kelembagaan diharapkan akan tersusun suatu standar atau pedoman kearsipan dinamis dan statis. Proses selanjutnya adalah melakukan uji coba dalam rangka implementasi sistem yang ada sehingga tersedia suatu model sistem kearsipan yang mengarah pada penyempurnaan sistem kearsipan dinamis dan statis.

Pengelolaan Arsip Aktif Dan Inaktif

Pengelolaan Arsip Aktif dan Inaktif bertujuan agar terjadi keseragaman dalam sistem tata kelola administrasi persuratan berdasarkan sistem dan aturan yang berlaku, dengan berdasar pada Pola Klasifikasi Kerasipan yang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah maupun provinsi. Dengan pengelolaan surat masuk atau yang bersifat arsip aktif dapat dikelola dengan sistem dan aturan yang sebenarnya dengan menggunakan Sistem Kartu Kendali, jika mencari sesuatu arsip yang dibutuhkan dapat ditemukan dengan cepat. Begitupun pengelolaan arsip aktif dan inaktif harus dilaksanakan dengan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan agar arsip dapat terjaga isi dan informasinya sebagai pertanggung jawaban administrasi pemerintahan. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 2009 Tentang kerasipan. Pengelolaan arsip aktif dan inaktif tersebut diharapkan dapat melahirkan SDM berkualitas, yaitu pengelola arsip yang memiliki kompetensi teknis di bidang pemberkasan dan penyusutan arsip, yang  sesuai dengan norma, standar, prosedur dan kriteria kearsipan. Arsip Aktif sering digunakan berada di unit pengolah/pencipta yang frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus, Sedangkan Arsip Inaktif Jarang digunakan dan Berada di Unit Kearsipan dan LKD yang frekuensi penggunaannya telah menurun.

Media Handling

Media handling ini untuk memberikan perubahan paradigma dan sikap bagi para pelaku kehumasan di setiap institusi baik pemerintah maupun nonpemerintah akan pentingnya peran media dalam membangun citra institusi, secara khusus memahami peran public relations dalam instansi, mampu menangani keluhan publik dengan bijak, mampu menjalin hubungan mutual dengan media massa, mampu mengelola opini publik dan menyelesaikan krisis opini public. Indikatornya memberikan pengetahuan dan kemampuan khususnya bagi para staf hubungan masyarakat (HUMAS) atau public relations untuk bisa menjalin komunikasi efektif dengan publik dan media massa.

Korespondensi Dan Tata Naskah Dinas

Korespondensi dan Tata naskah dinas sangat penting untuk pelaksanaan tugas dan memperlancar tercapainya tujuan suatu organisasi. Membuat Korespondensi dan tata naskah dinas harus hati-hati, cermat dan sesuai dengan pedoman yang telah diberikan sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang pada gilirannya berpengaruh pada kinerja suatu organisasi atau menimbulkan penilaian masyarakat yang kurang baik. Oleh karena itu Bimbingan Teknis ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pegawai dalam bidang ini guna memperlancar komunikasi tertulis, keseragaman, dan tertib administrasi di lingkungan pemerintah daerah.

Manajemen Kearsipan Dan Pengelolaan Pusat Arsip (Record Center)

Bidang kearsipan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pemerintahan. Diperlukan akselerasi yang cepat dan tepat untuk mengantisipasi berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi dan tengah berlangsung saat ini. Hampir semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara terekam dalam arsip. Arsip merupakan informasi terekam, sehingga dengan sendirinya menyimpan informasi yang benar, nyata, lengkap dan kredibel. Arsip adalah naskah yang tercipta sebagai akibat pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dalam pencapaian tujuan. Arsip juga merupakan bahan bukti pertanggungjawaban pemerintah yang autentik tentang penyelenggaraan administrasi pemerintahan, sebagai upaya untuk menyelamatkan barang bukti pertanggungjawaban tersebut maka arsip harus dikelola secara profesional sesuai dengan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku. Arsip sebagai salah satu sumber informasi yang penting, apalagi ini juga merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Peranan sumber daya aparatur merupakan kunci keberhasilan suatu bidang pekerjaan, termasuk dalam bidang kearsipan, oleh karena itu, sumber daya aparatur senantiasa harus selalu ditingkatkan agar bidang pekerjaan yang kita laksanakan dapat mencapai tujuan secara optimal.

Pengelolaan Arsip Vital

Arsip vital merupakan kategori dari arsip dinamis, tercipta dalam berbagai bentuk media, tergantung dengan fungsi organisasi. Karena itu dimungkinkan arsip yang tercipta berupa media berbasis kertas, bentuk mikro, elektronik, gambar teknik, peta dan sebagainya. Arsip vital yang diciptakan merupakan arsip aktif dan arsip inaktif. Arsip vital yang bersifat aktif untuk kelanjutan hidup organisasi disimpan pada central file atau ditempat penyimpanan arsip aktif di unit kerja. Arsip vital yang bersifat aktif seperti arsip personalia, arsip pertanggungjawaban keuangan, arsip pemasaran dan sebagainya umumnya frekuensi penggunaannya masih tinggi dan terus menerus, karena itu harus tersedia pada saat diperlukan. Arsip vital yang bersifat inaktif seperti pernyelenggaraan suatu diklat yang sudah berlangsung beberapa waktu yang lalu, penyelenggaraan pameran yang sudah berlangsung dan sebagainya. Pada umumnya frekuensi penggunaan arsip vital yang bersifat inaktif sebagi berkas kerja sudah berkurang dan disimpan pada pusat arsip (records center).

Digitalisasi Data Dan Manajemen Kearsipan

Arsip memegang peranan sangat penting bagi sebuah lembaga. Ia memberikan informasi yang dalam terhadap suatu dokumen. Oleh karenanya, keberadaannya perlu diselamatkan dan pengelolaannya harus memperhatikan kaidah dan pedoman yang berlaku. Seiring berjalannya waktu, jumlah dokumen akan terus bertambah dan membutuhkan ruang penyimpanan yang lebih besar. Teknologi informasi sebagai salah satu alat dalam tata kelola arsip dan dokumen memberi alternatif berupa alih media dokumen dari berbentuk kertas (hard copy) ke dalam bentuk file (soft copy). Seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi, ukuran arsip baik digital maupun manual dapat diperkecil tanpa mengurangi kualitas arsip sebelumnya. Bimbingan Teknis  ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman secara komprehensif terkait manajemen dokumen kearsipan dan alih media dari bentuk kertas ke bentuk digital secara efisien, memberikan wawasan pemahaman mengenai arsip dan kerasipan, mengetahui dan memahami instrumen pengelolaan kerasipan, mengetahui dan memahami sifat dan jenis arsip, memahami pengelolaan masing-masing arsip secara sistematis, memahami dan mengimplementasikan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam penerapan kearsipan.

Penyusutan Arsip Dan Penyusunan Jadwal Retensi Arsip (JRA)

Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 adalah daftar yang berisi sekurang-kurangnya jangka waktu penyimpanan atau retensi, jenis arsip, dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu jenis arsip dimusnahkan, dinilai kembali, atau dipermanenkan yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan arsip. Berdasarkan undang-undang  tersebut, JRA wajib dimiliki oleh Pemerintah Daerah, dan ditetapkan oleh pimpinan pemerintah daerah, Dengan adanya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009  tentang Kearsipan, Sehingga pedoman retensi arsip untuk semua urusan pemerintah daerah dapat segera diselesaikan sebagai pedoman bagi SKPD untuk melaksanakan penyusutan arsip.

 Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸


  Bimbingan Teknis BLU, BLUD dan RS / Puskesmas  

Penguatan Tata Kelola Penyusunan SOP Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) Dan

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Badan Layanan Umum pada prinsipnya adalah Enterprising the government yang merupakan paradigma baru yang menjadi jiwa pengelolaan keuangan sektor publik. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja dalam penganggaran, memberikan landasan yang penting bagi orientasi baru tersebut di Indonesia. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja ini di lingkungan instansi pemerintah. Dalam pasal 68 dan pasal 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 disebutkan bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat, termasuk pelayanan Pendidikan, dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum sebagai Badan Layanan Umum, diharapkan menjadi implementasi konkrit dari sistem penerapan manajemen keuangan berbasis kinerja. Dengan pengelolaan keuangan dalam pola BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Seiring dengan itu, perlu sistem kendali ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya.

Tantngan, Tugas Dan Peran Dewan Pengawas Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Dewan pengawas BLUD bertugas melakukan pengawasan terhadap pengurusan BLUD oleh Pejabat Pengelola BLU mengenai pelaksanaan Rencana Bisnis dan Anggaran, Rencana Strategis Bisnis Jangka Panjang, dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dewan pengawas BLUD di lingkungan Pemerintah Pusat berkewajiban memberikan pendapat dan saran kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan mengenai Rencana Bisnis dan Anggaran yang diusulkan oleh Pejabat Pengelola BLUD, mengikuti perkembangan kegiatan BLUD, memberikan pendapat dan saran kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan BLUD, melaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan apabila terjadi gejala menurunnya kinerja BLUD dan memberikan nasihat kepada Pejabat Pengelola BLUD dalam melaksanakan pengurusan BLUD. Dewan pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu semester dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Penyusunan Laporan Keuangan Rumah Sakit / Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Rumah sakit umum daerah yang telah ditetapkan sebagai badan layanan umum (BLU) memiliki kewajiban untuk menyusun laporan keuangan pokok yang terdiri dari Laporan Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan dan Laporan Realisasi Anggaran. Untuk penyusunan Laporan keuangan harus berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan untuk penyusunan Laporan Realisasi Anggaran harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Karena SAK disusun berdasarkan prinsip accrual basis dan SAP disusun belum sepenuhnya berdasarkan accrual basis maka timbul perbedaan. Atas perbedaan tersebut manajemen RSUD wajib menyusun rekonsiliasi. Dari jenis laporan keuangannya saja, ia harus membuat Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus kas, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Dari segi frekwensi, ada yang harus dibuat triwulanan (laporan operasional dan arus kas) serta semesteran (semua laporan keuangan minus laporan realisasi anggaran) dan tahunan (semua jenis laporan keuangan).  Itupun belum termasuk laporan pendapatan yang harus dikirimnya tiap bulan dan daftar SPM pengesahan yang harus dibuatnya triwulanan. Banyaknya pelaporan keuangan yang harus dibuat adalah konsekuensi wajar dari penerapan dua standar akuntansi yang diterapkan oleh RSUD.  Sebagai BLUD ia harus mengacupada Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana amanat PP Nomor 23 Tahun 2005, sedangkan sebagai satuan kerja PEMDA ia harus mengacu pada standar akuntansi pemerintahan yang diadopsi oleh PEMDA setempat. Secara garis besar materi kegiatan pelatihan rumah sakit ini meliputi, 1. Peraturan, Kebijakan dan Dasar-dasar Penyusunan Laporan Keuangan RSUD BLUD  2. Praktik Penyusunan Laporan Keuangan RSUD BLUD.

Tata Cara Proses Dan Mekanisme Audit Internal Badan Layanan Umum (BLU) Dan

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Dalam menyelenggarakan dan meningkatkan layanan kepada masyarakat, BLUD diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Audit keuangan BLUD wajib dipenuhi direktur sebagaimana dimaksud Pasal 118 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Laporan keuangan BLUD terdiri dari, Neraca yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Laporan operasional yang berisi informasi jumlah pendapatan dan biaya BLUD selama satu periode. Laporan arus kas yang menyajikan informasi kas berkaitan dengan aktivitas operasional, investasi, dan aktivitas pendanaan dan/atau pembiayaan yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas selama periode tertentu dan Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan keuangan. Selain pemeriksa external, manajemen BLUD harus pula menunjuk internal auditor yang bertugas sehari-hari melakukan pengawasan sebagaimana disyaratkan Pasal 123, 124 dan 125 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Tatacara Penyusunan, Pengajuan, Penetapan Dan Perubahan Rencana Bisnis Dan Anggaran  Pada  Badan Layanan Umum (BLU) Dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Berbeda dengan unit kerja Pemerintah Daerah lainnya, yang menyusun anggarannya dengan menggunakan format Rencana Kerja Anggaran (RKA). Dalam penyusunan Anggaran, BLUD juga harus menyusun RKA untuk kemudian dikonversi ke dalam bentuk RBA. Proses perencanaan dan penganggaran menjadi hal yang paling penting dalam menentukan arah organisasi untuk menjalankan aktivitas-aktivitas demi mencapai tujuan organisasi. Perencanaan yang dibuat tentunya harus selaras dengan visi, misi dan strategi organisasi sebagai arahan utama yang telah ditentukan sebelumnya. Perencanaan merupakan langkah organisasi menentukan kegiatan yang tepat dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Sebagai organisasi yang akan menerapkan praktik bisnis yang sehat tentunya BLUD menerapkan pola-pola perencanaan dan penganggaran dengan menjadikan efisiensi dan produktivitas sebagai hal yang paling utama.

Pengelolaan Keuangan Dan Proses Akuntansi Pada Badan Layanan Umum (BLU) Dan

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang banyak dianut oleh pemerintahan modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik untuk mendorong peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU, diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸

 

  Bimbingan Teknis Kepegawaian  

Administrasi Kepegawaian

Pegawai Negeri Sipil yang sekarang menjadi Aparatur Sipil Negara yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu dalam rangka menunjang kelancaran kegiatan organisasi pemerintah daerah, khususnya dalam bidang kepegawaian maka dibutuhkan pejabat yang mampu menyusun administrasi kepegawaian secara benar sehingga penempatan personil sesuai dengan tingkat pendidikan dan kemampuannya. Administrasi Kepegawaian pada hakikatnya melakukan dua fungsi yaitu fungsi manajerial, dan fungsi operatif (teknis). Fungsi manajerial berkaitan dengan pekerjaan pikiran atau menggunakan pikiran (mental) meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian pegawai. Sedangkan fungsi operatif (teknis), berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan fisik, meliputi pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemensiunan pegawai.

Standar Kompetensi Jabatan Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara

Dalam upaya mewujudkan Aparatur Sipil Negara yang  profesional, perlu melakukan penataan jabatan yang berbasis kompetensi di lingkungan Instansi pusat dan daerah, bahwa  profesionalisme  Aparatur Sipil Negara menjadi salah satu  aspek penting reformasi birokrasi. Untuk mendukung terwujudnya profesionalisme ASN dan untuk menyelenggarakan Sistem Merit dalam manajemen Aparatur Sipil Negara diperlukan Standar Kompetensi Jabatan maka pemerintah mengeluarkan pedoman melalui PERMENPAN-RB NoMOR 38 Tahun 2017, Aparatur Sipil Negara dalam melaksanakan tugas jabatan. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 ini dimaksudkan agar setiap instansi pemerintah dapat menyusun standar kompetensi jabatan aparatur sipil negara dalam organisasi yang menjadi lingkup kewenanganya, yang merupakan sarana dasar dalam menyelenggarakan sistem merit manajemen Aparatur Negara.

Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)  

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) bertujuan membangun aparatur sipil Negara yang memiliki integritas, professional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat. Untuk dapat membentuk sosok PNS yang profesional seperti tersebut di atas perlu dilaksanakan pembinaan melalui jalur Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT). Diperlukan DIKLAT yang berkualitas yang dapat memfasilitasi pengembangan sumber daya aparatur pemerintah yang dapat membentuk birokrat seperti yang diharapkan dalam program pembangunan. Untuk menghasilkan DIKLAT yang berkualitas tersebut, diperlukan suatu kemampuan untuk melakukan Analisis Kebutuhan DIKLAT untuk para perancang program DIKLAT. Penyelenggaraan DIKLAT Analisis Kebutuhan DIKLAT dirasakan sangat penting untuk diselenggarakan agar perencanaan program DIKLAT dapat menentukan cara yang paling efektif dalam pembangunan sumber daya aparatur yang diamanatkan dalam kerangka reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik. Adapun Tujuan Umum dari DIKLAT AKD adalah untuk meningkatkan kemampuan pada unit kerja masing-masing secara profesional.

Metode Penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU)

Dalam rangka peningkatan dan pengukuran kinerja serta lebih meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, maka setiap instansi pemerintah perlu menetapakan indikator kinerja utama (IKU). IKU (Key Performance Indicator) adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi. Salah satu tujuan penetapan Indikator Kinerja Utama yaitu memperoleh informasi kinerja yang penting dan diperlukan dalam menyelenggarakan manajemen kinerja secara baik, memperoleh ukuran keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi yang digunakan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Sehubungan dengan itu maka sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang telah dibangun dalarn rangka upaya mewujudkan good governance dan sekaligus result oriented government, perlu terus dikembangkan dan informasi kinerjanya diintegrasikan ke dalarn sistern penganggaran dan pelaporan.

Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) Dan Penilaian Prestasi Kerja ASN

Penilaian Prestasi Kerja PNS dan Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) merupakan identifikasi tugas pekerjaan, kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang harus dilakukan. Dalam sistem penilaian prestasi kerja, setiap pegawai wajib menyusun Sasaran Kerja Pegawai (SKP) sebagai rancangan pelaksanaan kegiatan tugas Jabatan, sesuai dengan rincian tugas, tanggungjawab dan wewenangnya, yang secara umum telah ditetapkan dalam struktur dan tata kerja organisasi. SKP disusun dan ditetapkan sebagai rencana operasional pelaksanaan kegiatan tugas jabatan, dengan mengacu pada Rencana Strategis (RENSTRA) dan Rencana Kerja (RENJA) tahunan organisasi, yang berisikan tentang apa kegiatan yang akan dilakukan, apa hasil yang akan dicapai, berapa yang akan dihasilkan dan kapan harus diselesaikan. Setiap target sebagai hasil kerja yang harus diwujudkan, dengan mempertimbangkan aspek kuantitas dan kualitas. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang penilaian prestasi kerja PNS menjamin obyektifitas pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja yang terukur, akuntabel dan partisipatif. Begitu pula dalam Peraturan Kepala BKN Nomor 1 Tahun 2013 bertujuan agar setiap instansi pemerintah dapat menyusun standar kompetensi manajerial dilingkungannya.

Building Service Culture (Pelayanan Prima) Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)

Sejalan dengan amanat undang-undang, pemerintah menyadari perlunya untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan selalu berupaya untuk mewujudkan pelayanan publik yang prima, yaitu pemberian pelayanan yang sederhana, murah, transparan, bermanfaat bagi masyarakat dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Tolok ukur yang digunakan yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, dan terjangkau, dan terukur. Tujuan di bentuknya PTSP adalah dengan mewujudkan Pelayanan Publik yang Prima dan peningkatkan, dengan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dalam melakukan pelayanan publik, untuk memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, menerapkan asas transparansi dan akuntabel sejalan dengan, prinsip Reformasi Birokrasi, komitmen dan kesiapan aparatur sebagai kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan, sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat dan tantangan global. Untuk mewujudkan good governance diperlukan SDM aparatur yang memiliki kompetensi dan kredibilitas kelembagaan PTSP itu sendiri.

Analisis Jabatan (ANJAB) Bagi Pegawai ASN

Analisis Jabatan atau analisis pekerjaan sangat diperlukan untuk menempatkan pegawai yang tepat dengan diskripsi pekerjaannya. Analisis jabatan merupakan proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, dan pengkajian data jabatan menjadi informasi jabatan dalam rangka pendayagunaan aparatur pemerintah. Informasi jabatan terdiri dari  1) Identitas jabatan, yang berupa nama jabatan, kode jabatan, dan ikhtisar jabatan, 2) Uraian tugas,  3) Hasil kerja,  4) Bahan kerja,  5) Perangkat kerja,       6) Tanggungjawab, 7) Wewenang, 8) Hubungan jabatan, 9) Kondisi pelaksanaan,10) Risiko bahaya,  11) Syarat jabatan, 12) Fungsi pegawai.

Manajemen Pegawai Negeri Sipil Sesuai Dengan PP Nomor 17 Tahun 2020

PP Nomor 17 Tahun 2020 merupakan Perubahan Atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS bertujuan untuk meningkatkan pengembangan karier, pemenuhan kebutuhan organisasi dan pengembangan kompetensi Pegawai Negeri Sipil. Penyelenggaraan Manajemen PNS dilaksanakan oleh Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN dengan kewenangan untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS serta pembinaan. Manajemen PNS di Instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PP Nomor 17 Tahun 2020 merupakan Perubahan Atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS menyebutkan bahwa untuk pemenuhan kebutuhan organisasi dan pengembangan karier PNS, pengisian JPT melalui mutasi dari satu JPT ke JPT yang lain dapat dilakukan dalam satu instansi dan antar instansi melalui uji kompetensi sesuai dengan persyaratan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain JPT, sebagai jaminan karier PNS yang ditugaskan, dalam PP Nomor 17 Tahun 2020 merupakan Perubahan Atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS diatur kembali terkait dengan ketentuan batas usia pensiun pejabat fungsional yang diberhentikan sementara. Lebih lanjut, selain mutasi dan/atau promosi, pengembangan karier juga dapat dilakukan melalui penugasan lingkungan instansi pemerintah atau di luar instansi pemerintah yang dilaksanakan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi.

Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara

Manajemen Talenta merupakan sistem untuk menarik, mengidentifikasi, mengembangkan, mempromosikan dan mempertahankan ASN yang memiliki potensi tinggi sebagai asset yang berharga bagi organisasi. Implementasi manajemen talenta merupakan salah satu strategi kunci menghadapi tantangan profesionalisme ASN kedepan dalam rekrutmen terbuka. Manajemen talenta terkait tiga hal :                        

1) Mengembangkan dan memperkuat pegawai baru pada proses pertama kali masuk perusahaan (onboarding).

2) Memelihara dan mengembangkan pegawai yang sudah ada di perusahaan.

3) Menarik sebanyak mungkin pegawai yang memiliki kompetensi, komitmen dan karakter bekerja pada perusahaan.

Dalam manajemen talenta evaluasi pegawai ditekankan pada dua bidang utama, yaitu pengukuran kinerja dan potensi. Kinerja karyawan saat ini dalam pekerjaan tertentu selalu pengukuran alat evaluasi standar dari profitabilitas karyawan.  Sedangkan pada potensi karyawan, yang berarti kinerja masa depan karyawan, jika diberi pengembangan yang tepat keterampilan dan tanggung jawab meningkat.

Tata Cara Audit Kinerja Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara

Audit Kinerja adalah suatu proses sistematis dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif atas kinerja suatu organisasi, program, fungsi atau kegiatan. Evaluasi dilakukan berdasarkan aspek ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam mencapai hasil yang diinginkan, serta kepatuhan terhadap peraturan, hukum, dan kebijakan terkait. Audit kinerja dilakukan oleh baik auditor internal maupun auditor eksternal. Dalam audit sektor pemerintahan, auditor eksternal adalah Badan Pemeriksa Keuangan dan Auditor Internal adalah Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan, Inspektorat Jenderal, dan Inspektorat Daerah.

Manajemen Keprotokolan Bagi HUMAS, Protokol Dan MC

Kegiatan protokol diartikan sebagai tata tertib upacara, yang kemudian dilengkapi dengan tata tertib acara, umumnya diterapkan dalam suatu upacara untuk menjaga citra organisasi yang mapan. Untuk menjadi protokol yang berkompeten dalam menangani acara resmi maupun kenegaraan, dibutuhkan tiga hal yaitu, Pengetahuan (Knowledge), Kemampuan (Skill) dan Sikap (Attitude), ketiga hal tersebut harus dimiliki oleh petugas protokol dalam mendukung penguasaan kegiatan protokolan. Karenanya Tata Tertib Upacara ini adalah pelengkap ke-Humas-an, yang sama pentingnya dengan pelengkap-pelengkap ke-Humas-an lainnya, seperti Media Relations, Documentation dan lain sebagainya. Gagalnya suatu kegiatan protokoler akan berdampak negatif pada citra pemerintahan, yang berarti gagalnya PR pemerintahan. Karenanya diperlukan suatu pelatihan bagi petugas pelaksana protokol, dalam menjalankan upacara, agar benar-benar efektif mencapai citra yang diharapkan. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di bidang protokol dapat tercapai, dengan kata lain protokol merupakan serangkaian aturan atau tata cara dalam menyelenggarakan suatu acara agar dapat berjalan dengan tertib, hikmat, rapi, lancar dan teratur dengan memperhatikan ketentuan keprotokolan yang berlaku.

Mekanisme Pemberian Gaji Dan Tunjangan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Sesuia Dengan PERPRES Nomor 98 Tahun 2020

PERPRES Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) merupakan pelaksanaan Hak yang diperoleh oleh PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) memiliki golongan dan masa kerja golongan sebagaimana Pegawai Pemerintah yang lainnya. PERPRES Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK merupakan pelaksanaan Pasal 100 PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Sehingga pelaksanaan Hak dan Kewajiban PPPK yang adil, sesuai beban kerja dan memiliki dasar hukum dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas jabatan pemerintahan. PERPRES Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK ditetapkan Presiden pada tanggal 29 September 2020 di Jakarta, diundangkan MENKUMHAM pada tanggal 29 September 2020 di Jakarta, agar setiap orang mengetahuinya. Perpres 98 tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 218.

Implementasi PP Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil

Salah satu pertimbangan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat UU ASN adalah untuk mewujudkan aparatur sipil negara yang profesional, kompeten dan kompetitif sebagai bagian dari reformasi birokrasi. Dalam PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada sistem prestasi dan sistem karier. Penilaian dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.  Dalam PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS Perencanaan Kinerja terdiri atas penyusunan dan penetapan SKP dengan memperhatikan Perilaku Kerja. Penilaian Kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada sistem prestasi dan sistem karier.

Materi

•  Singkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah

•  UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN

•  PP Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS

•  PP nomor 30 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja PNS

•  Dasar Hukum, Pengertian Penilaian Kinerja PNS, Tujuan Dan Manfaat Penilaian Kinerja PNS

•  Tatacara Penyusunan Penilaian Kinerja PNS

•  Penyusuanan Standar Teknis Kegiatan PNS Penlian Kinerja PNS

•  Evaluasi Penilaian Kinerja PNS Ke Laporan Kinerja Harian, Bulanan dan Tahunan

•  Penyusunan Penilaian Kinerja PNS Dan SKP

Penyusunan Dokumen Evaluasi Jabatan Bagi Aparatur Sipil Negara

Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Evaluasi Jabatan, maka kedua aturan tersebut perlu segera ditindaklanjuti oleh semua unsur aparatur Negara baik yang ada di pusat maupun di daerah daerah. Tujuan dilakukannya evaluasi jabatan adalah untuk menyusun pemeringkatan jabatan yang ada sebagai bahan penyusunan kebijakan dalam pengembangan Aparatur Sipil Negara dalam hal kebijakan pemberian tambahan penghasilan/tunjangan kinerja pegawai. Selain itu juga sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun formasi kebutuhan pegawai dan penataan pegawai. Dalam mengevaluasi sebuah jabatan struktural terdapat 6 faktor jabatan pada kriteria penilaian. Keenam faktor jabatan tersebut meliputi  (1) Ruang lingkup dan dampak program, (2) Pengaturan organisasi, (3) Wewenang penyeliaan dan manajerial, (4) Hubungan personal, (5) Kesulitan dalam pengarahan dan (6) Kondisi lain. Dalam mengevaluasi sebuah jabatan fungsional baik fungsional umum maupun fungsional tertentu, terdapat 9 faktor jabatan pada kriteria penilaian. Kesembilan faktor jabatan tersebut meliputi (1) Pengetahuan yang dibutuhkan jabatan, (2) Pengawasan penyelia, (3) Pedoman, (4) Kompleksitas, (5) Ruang lingkup dan dampak (6) Hubungan personal, (7) Tujuan hubungan, (8) Persyaratan fisik; (9) Lingkungan pekerjaan.

Implementasi PERPRES Nomor 38 Tahun 2020 Tentang  Jenis  Jabatan  Yang  Dapat Diisi Oleh Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK)

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2020, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Dalam Pasal 2 PERPRES Nomor 38 Tahun 2020, menyatakan bahwa  Jabatan yang dapat diisi oleh PPPK meliputi JF dan JPT, yang terdiri dari JPT utama tertentu dan JPT madya tertentu.

Dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2020 Tentang Jenis Jabatan Yang Dapat Diisi Oleh Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dinyatakan bahwa selain Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 di atas, Menteri dapat menetapkan Jabatan lain yang dapat diisi oleh PPPK. Jabatan lain tersebut bukan merupakan Jabatan struktural tetapi menjalankan fungsi manajemen pada Instansi Pemerintah. Jabatan lain juga bukan JA atau bukan JPT pratama namun dapat disetarakan dengan JA atau JPT pratama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Begitu pula dalam Pasal 4 PERPRES Nomor 38 Tahun 2020 menyatakan bahwa Kriteria JF yang dapat diisi oleh PPPK, yaitu sebagai berikut :

• Jabatan yang kompetensinya tidak tersedia atau terbatas di kalangan PNS;

• Jabatan yang diperlukan untuk percepatan peningkatan kapasitas organisasi;

• Jabatan yang diperlukan untuk percepatan pencapaian tujuan strategis nasional;

• Jabatan yang mensyaratkan sertifikasi teknis dari organisasi profesi;

•  Bukan  Jabatan di bidang  rahasia  negara,  pertahanan,   keamanan,  pengelolaan  aparatur  negara, kesekretariatan  negara,

    pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan keuangan negara, dan hubungan luar negeri; dan

•  Bukan Jabatan yang menurut ketentuan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden harus diisi oleh PNS.

Kedudukan PPPK sebagai ASN adalah :

- Menduduki jabatan pemerintahan

- Jabatan ASN yang dapat diisi: JF dan JPT Madya dan Utama tertentu

- Diangkat dengan perjanjian kerja sesuai kebutuhan instansi

- Memiliki NIP secara Nasional

- Melaksanakan tugas pemerintahan

- Usia paling rendah 20 Tahun dan paling tinggi setahun sebelum batas usia pensiun (58 Tahun)

- Masa kerja paling singkat 1 Tahun

- Gaji berdasarkan perundang-undangan

- Perlindungan JHT, JamKes, JKK, JKM, BanHK

Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan

Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan adalah standar operasional prosedur dari berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam setiap lingkungan pemerintahan daerah selalu memiliki aturan-aturan yang harus diperhatikan, terutama pekerjaan di sistem kepemerintahan. Dalam suatu aturan kerja biasanya kita sebut dengan Standar Operasinal Prosedur (SOP), baik itu pekerjaan pengadministrasian pemerintahan maupun pekerjaan pelayanan publik. Sebagai pemberi pelayanan publik tentu memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP), sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Setiap pejabat pemerintah diwajibkan memiliki pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi pejabat itu sendiri dan juga staff nya. Seperti yang tertera pada UU Nomor 30 Tahun 2014, begitu juga dengan PERMENPAN Nomor 35 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan SOP Administrasi Pemerintahan Standar.

Analisis Beban Kerja (ABK) Bagi Aparatur Sipil Negara

Analisis Beban Kerja merupakan kajian terhadap seberapa besar volume pekerjaan yang dibebankan pada suatu unit organisasi dalam menginterpretasikan kebijakan-kebijakan strategis di masa yang akan datang. Beban kerja merupakan sejumlah output atau keluaran yang harus dihasilkan dalam periode waktu tertentu di mana pada umumnya diukur berdasarkan besaran-besaran kuantitatif. Tugas-tugas organisasi merupakan besaran-besaran yang terkesan kualitatif, oleh karena itu perlu adanya acuan yang dapat menghitung beban kerja bagi tugas-tugas karyawan berdasarkan prinsip-prinsip organisasi yang efektif dan efisien. Untuk mencapai efektivitas diperlukan kuantitas dan kualitas pegawai sesuai dengan yang diperlukan. Lebih lanjut berguna menentukan kuantitas pegawai yang menjamin efektivitas dan efisiensi organisasi diperlukan analisis beban kerja di masing-masing unit organisasi. Namun demikian sampai saat ini perhitungan beban kerja dilakukan tidak dengan memperhatikan sumberdaya yang tersedia atau input, sehingga sering terjadi ketidakstabilan volume pekerjaan organisasi, yakni menumpuk pada periode tertentu dan tidak tampak pekerjaan pada periode yang lain. Pengukuran beban kerja ini dimaksudkan untuk menghasilkan rekomendasi bagi terwujudnya organisasi yang tepat, sesuai dengan beban tugas yang diemban oleh organisasi tersebut.

Pengadaan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Untuk Guru, Dosen, Tenaga Kesehatan Dan Penyuluh Pertanian Sesuai Dengan PERMENPAN – RB Nomor 2 Tahun 2019

Untuk mewujudkan Nawacita dan mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, khususnya pada sektor pelayanan pendidikan dan kesehatan serta peningkatan ketahanan pangan, diperlukan Pegawai Aparatur Sipil Negara yang berkualitas dan profesional dengan jumlah yang tepat di lingkungan pemerintah, untuk mengisi kebutuhan jumlah dan jenis jabatan guru, dosen, tenaga kesehatan, dan penyuluh pertanian perlu menetapkan sebuah peraturan yang sejalan dengan situasi saat ini. Rekrutmen dan Pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) merupakan salah satu upaya  pemerintah  dalam  mencari  sumber daya manusia yang berkualitas. Pengadaan calon PPPK merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada Instansi tertentu yang dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK.

Peningkatan Pelayanan Prima Bagi Tenaga Aparatur Sipil Negara (ASN)

Pelayanan publik merupakan representasi dari penyelnggaraan birokrasi pemerintahan karena berkenan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah yaitu memberikan pelayanan, artinya sebuah kualitas pelayanan publik merupakan cerminan dari sebuah rangka meningkatkan kualitias pelayanan, maka diperlukan bentuk Pelayanan Prima, konsep Pelayanan Prima menjadi model untuk diterapkan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik, juga Pelayanan Prima merupakan strategi untuk mewujudkan budaya kualitas pelayanan publik. Orientasi dari pelayanan publik adalah kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang diberikan, kepuasan masyarakat ini merupakan salah satu ukuran berkualitas atau tidaknya pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur birokrasi pemerintah, untuk itulah membangun Pelayanan Prima harus dimulai dengan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, sehingga nantinya dapat memberikan pelayanan yang terbaik bahkan melebihi standar pelayanan yang ada. Bimbingan Teknis ini merupakan upaya konkrit guna meningkatkan pengetahuan, komptensi serta keterampilan dalam melayani masyarakat sekaligus meningkatkan kemampuan kinerja aparatur yang handal, memberikan pelayanan sehingga aparatur mampu melayani dengan ramah, cakap dan responsive.

Mekanisme Pengangkatan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Dan Implikasinya Terhadap Hak Dan Kewajiban Kepegawaian

Rekrutmen dan Pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam  mencari  sumber daya manusia yang berkualitas. Pengadaan calon PPPK merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada Instansi tertentu yang dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK. Hal ini mengacu pada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan PPPK. Implikasi pengangkatan PPPK terhadap hak dan kewajiban kepegawaian adalah PPPK berhak mendapatkan gaji dan tunjangan, cuti, pengembangan kompetensi, penghargaan, dan perlindungan. Selain memperoleh hak, PPPK juga wajib mematuhi tugas pekerjaan, target kinerja, hari kerja dan jam kerja, serta disiplin bagi PPPK. Hak dan kewajiban PPPK tersebut sepenuhnya tertuang dalam perjanjian kerja yang dibuat antara calon PPPK dengan Pejabat Pembina Kepegawaian.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Pemerintahan Daerah  

Pedoman Penyusunan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Serta Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)

Dalam rangka meningkatkan pemahaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap aparatur pemerintah daerah dalam hal menyusun LPPD dan LKPJ pemerintah Daerah, khususnya dalam membuat laporan pertanggung jawaban SKPD mengenai tugas-tugasnya, hak dan kewajiban serta memahami dan mengetahui secara umum tentang jenis-jenis laporan yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan aparatur SKPD dalam menyusun laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pertanggungjawaban dalam satu tahun anggaran kepada pemerintah pusat melalui gubernur dan DPRD. Penyelenggara tugas pemerintahan daerah atau SKPD harus dilaporkan secara baik dan tepat waktu, baik itu laporan internal maupun laporan eksternal pemerintah daerah.

Mekanisme Dan Proses Penyusunan Program Kegiatan SKPD

Sebagaimana kita ketehui sebuah strategi dalam tugas dan fungsinya, SKPD perlu membuat suatu acuan dan perencanaan sebagai dasar kegiatan dan untuk mempermudah dalam melakukan evaluasi dan korektif dalam penyusunan program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tiap daerah harus mengacu pada RPJMD yang telah disahkan oleh DPRD sehingga setiap kegiatan memiliki arah dan target pencapaian yang jelas. Bimbingan Teknis ini  erat kaitannya dengan penyusunan RKA dan Renstra, hal ini juga disebabkan karena setiap kegiatan tidak dapat terlepas dari persoalan penggunaan anggaran/keuangan hingga pertanggungjawabannya. Oleh karena itu setiap kegiatan SKPD harus disusun secara terarah, efisien dan efektif.

Tata Cara Perencanaan, Pelaksanaan, Dan Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas Berdasarkan

PERMENDAGRI Nomor 16 Tahun 2013

Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas belanja perjalanan dinas yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), perlu melakukan perubahan lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, terkait dengan pertanggungjawaban pelaksanaan perjalanan dinas sesuai dengan PERMENDAGRI Nomor 16 Tahun 2013, Bimbingan Teknis ini dalam rangka memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan keuangan daerah, pertanggungjawaban atas komponen perjalanan dinas khusus untuk hal-hal sebagai berikut dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri dan pegawai tidak tetap yaitu, sewa kendaraan, uang harian dan uang representasi, biaya penginapan, standar satuan harga perjalanan dinas ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

Laporan Dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Sesuai Dengan PP Nomor 13 Tahun 2019 

Untuk mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta menciptakan pemerintahan yang bersih, bertanggung jawab, dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif dan efisien sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik maka kepala daerah wajib melaporkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang meliputi LPPD, LKPJ, dan RLPPD. LPPD merupakan laporan yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat yang memuat capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pelaksanaan tugas pembantuan selama 1 (satu) tahun anggaran. Dari hasil LPPD tersebut, Pemerintah Pusat melakukan EPPD dalam rangka penilaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Kepala daerah wajib menyampaikan LKPJ kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan laporan yang memuat hasil penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menyangkut pertanggungjawaban kinerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah selama 1 (satu) tahun anggaran. Selain menyampaikan LPPD dan LKPJ, kepala daerah juga wajib menyampaikan dan memublikasikan RLPPD kepada masyarakat yang memuat capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah selama 1 (satu) tahun anggaran sebagai perwujudan transparansi dan akuntabilitas kepala daerah. Masyarakat dapat memberikan tanggapan atas RLPPD kepada kepala daerah sebagai bahan masukan perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai ruang lingkup, penyusunan, dan penyampaian LPPD, LKPJ, dan RLPPD, pelaksanaan EPPD, dan sistem informasi elektronik LPPD dan EPPD.

Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2022 Sesuai

PERMENDAGRI Nomor 17 Tahun 2021

Untuk memastikan efektivitas pembangunan di daerah guna pencapaian sasaran pembangunan nasional, perlu sinergi perencanaan progaram kerja tahunan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah melalui rencana kerja pemerintah daerah. Maka dalam Pedoman Penyusunan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) ini dibutuhkan suatu rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah dan lainnya. Maka tujuan dari kegiatan ini tidak lain adalah untuk menjadi pedoman atau acuan dalam penyusuna RKPD 2022 yang diawali dengan rancangan awal RKPD Provinsi maupun Kabupaten/kota, serta terwujudnya singkronisasi Nasional antar tingkat pemerintahan, dan terwujudnya konsistensi RPJMD selaras dengan Renstra Perangkat Daerah dan Renja Perangkat Daerah dan juga menjamin tercapainya target pembangunan Nasinal, Provinsi dan Kabupaten/Kota. RKPD harus berpedoman pada RKP yaitu arah kebijakan pembangunan nasional serta Program Strategis Nasional. RKPD Provinsi ditetapkan paling lambat tanggal akhir Juni 2021 dan rancanga akhir RKPD selesai disusun akhir Mei, yang melanjutnya digunakan sebagai bahan evaluasi dan dasar penyusunan Rancangan KUA PPAS. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat mengetahui apakah rencana kerja/rencana strategis masing-masing OPD sudah sesuai dengan urusan/kewenangan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaan penyusunan RKPD tahun 2022 sesuai dengan regulasi dan sistem yang telah ditentukan pemerintahan pusat.

Perencanaan Dan Evaluasi Kinerja Aparatur Pemerintahan Daerah

Merupakan program strategis dalam melakukan kinerja terhadap profesionalitas semua SKPD, Informasi kinerja yang dikandung dalam laporan akuntabilitas kinerja ini memiliki dua fungsi utama. Pertama informasi kinerja ini disampaikan kepada publik sebagai bagian dari pertanggungjawaban penerima amanat kepada pemberi amanat. Kedua, informasi kinerjayang dihasilkan dapat digunakan oleh publik maupun penerima amanat untuk memicu perbaikan kinerja pemerintah. Melalui akuntabilitas kinerja akan dapat dinilai kinerja instasi pemerintah baik jangka pendek (tahunan) maupun tujuan jangka panjangnya. Dengan demikian akan tumbuh suatu kondisi dimana semua organisasi pemerintah akan merasakan kebutuhan yang mendasar akan informasi kinerja organisasinya melalui akuntabilitas kinerja. Tanpa akuntabilitas kinerja dan evaluasinya, tidak mungkin diketahui secara tepat peta permasalahan dan tindakan-tindakan yang harus diambil.

Implementasi SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah) Berdasarkan PERMENDAGRI Nomor 70 Tahun 2019

Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) merupakan sistem informasi berbasis web dengan data waktu terkini dan dapat diakses melalui situs jaringan resmi Kementerian Dalam Negeri. Sebagai sistem yang menjunjung nilai keterpaduan, SIPD dibangun untuk kemudahan penyampaian informasi pemerintahan daerah kepada masyarakat dan dikembangkan untuk menghasilkan pelayanan informasi pemerintahan daerah yang saling terhubung dan terintegrasi dengan berbasis elektronik.

Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan PERMENDAGRI Nomor 70 Tahun 2019 ini sekaligus mencabut PERMENDAGRI Nomor 98 Tahun 2018 tentang Sistem Informasi Pembangunan Daerah sebelumnya belum mengatur informasi pemerintahan daerah dalam satu sistem yang terhubung sehingga perlu diganti, dikeluarkannya PERMENDAGRI 70 Tahun 2019 adalah untuk memenuhi kewajiban Pasal 391 dan Pasal 395 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan pokok dikeluarkan peraturan ini untuk memudahkan informasi pemerintahan daerah yang terhubung dalam satu Sistem Informasi Pemerintahan Daerah dalam rangka penyampaian informasi pemerintahan daerah kepada masyarakat.

Pedoman Penyusunan, Pengendalian, Evaluasi Dan Strategi Pencapaian Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

Arah kebijakan pembangunan nasional merupakan pedoman untuk merumuskan prioritas dan sasaran pembangunan nasional serta rencana program dan kegiatan pembangunan daerah yang dilakukan melalui pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, bottom up dan top down. Keberhasilan pembangunan nasional adalah keberhasilan dari pencapaian semua sasaran dan prioritas serta program dan kegiatan pembangunan daerah yang ditetapkan dalam RKPD dan dilaksanakan secara nyata oleh semua pemangku kepentingan. Untuk menjamin sinergisitas program pembangunan nasional dan daerah, "penyusunan RKPD" berdasarkan arah kebijakan pembangunan daerah dengan memperhatikan prioritas dan sasaran pembangunan nasional. Arah kebijakan pembangunan daerah tersebut berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemeritahan Daerah bahwa terdapat 6 (enam) urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang terdiri dari pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat; dan sosial serta beberapa prioritas lainnya. Sasaran dan prioritas "penyusunan RKPD" agar diselaraskan untuk mendukung pencapaian 3 (tiga) dimensi pembangunan: 1. Dimensi Pembangunan Manusia, 2. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan, 3. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Kecamatan / Kelurahan  

Peningkatan Pelayanan Prima Bagi Aparatur Kecamatan Dan Kelurahan

Pelayanan publik merupakan representasi dari penyelenggaraan birokrasi pemerintahan karena berkenan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah yaitu memberikan pelayanan. Dalam rangka meningkatkan kualitias pelayanan, maka diperlukan bentuk pelayanan prima, konsep pelayanan prima menjadi model untuk diterapkan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik, juga pelayanan prima merupakan strategi untuk mewujudkan budaya kulitas pelayanan publik. Orientasi dari pelayanan publik adalah kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang diberikan, kepuasan masyarakat ini merupakan salah satu ukuran berkualitas atau tidaknya pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur birokrasi pemerintah, untuk itulah membangun pelayanan prima harus dimulai dengan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, sehingga nantinya dapat memberikan pelayanan yang terbaik bahkan melebihi standar pelayanan yang ada. Bimbingan Teknis ini merupakan upaya konkrit guna meningkatkan pengetahuan, komptensi serta keterampilan dalam melayani masyarakat sekaligus meningkatkan kemampuan kinerja aparatur yang handal sehingga aparatur mampu melayani dengan ramah, cakap dan responsive.

Peningkatan Kompetensi Aparatur Kelurahan

Dinamika perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan berlangsung secara terus menerus seiring dengan pengaruh globalisasi yang tidak dapat dibendung keberadaannya, berbagai isu yang mengemuka diantaranya pelayanan kepada masyarakat, masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui program-program pemerintah yang menjadi program-program unggulan. Dalam era globalisasi ini, dimana terjadi perubahan yang cepat menuntut semua pihak untuk dapat mengembangkan strategi dan kebijakan guna mengantisipasi berbagai masalah yang akan muncul sebagai akibat dari perubahan ini. Tantangan yang dihadapi aparatur kelurahan pada saat ini cukup berat dan kompleks karena berbagai perubahan lingkungan strategis, khususnya perubahan nilai-nilai moral dan budaya kerja. Oleh karena itu, kepemimpinan aparatur kelurahan dimasa mendatang adalah kepemimpinan yang bukan hanya mampu melaksanakan program kerja organisasi tetapi juga mampu menciptakan budaya kerja aparatur yang kondusif dan profesional. Bimbingan Teknis ini adalah dalam rangka mewujudkan pelayanan yang professional, serta mewujudkan SDM yang unggul, kreatif dan religius, meningkatkan pengetahuan penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya pada tingkat kelurahan, Tercipta sikap yang profesional dalam memberikan pelayanan masyarakat serta menciptakan pemimpin yang memiliki pengetahuan/keterampilan/etika dan tata krama serta memiliki mental modern dalam menciptakan pemerintahan yang baik.

Penyelenggaraan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN)

Tuntutan masyarakat akan peningkatan kinerja pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik semakin meningkat dan tidak terbendung yang seyogyanya disikapi secara positif oleh pemerintah dengan meresponnya secara aktif. Oleh karena itulah, dengan diterbitkannya PERMENDAGRI Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) sebagai bentuk jawaban atau respon dari pemerintah akan tuntutan perbaikan kualitas pelayanan publik khususnya di pelayanan yang bersifat administratif, dimana pemerintah menetapkan kecamatan sebagai penyelenggara pelayanan administrasi yang terdepan dengan tujuan dipenuhinya prinsip-prinsip pelayanan agar pelayanan semakin efisien. Dalam PERMENDAGRI dimaksud mengamanatkan bahwa penyelenggaraan PATEN harus terselenggara diseluruh kecamatan di Indonesia maksimal pada bulan oktober tahun 2015. Oleh karena itu dalam mendukung peraturan tersebut maka dilakukannya persiapan teknis, subtanstif dan administratif. Tim teknis PATEN membuat sistem informasi PATEN yang berguna untuk mendukung optimalisasi implementasi PATEN pada khususnya dan pelimpahan kewenangan Wali Kota/Bupati kepada camat pada umumnya yang berfungsi sebagai media kontrol dan evaluasi masyarakat dan Wali Kota/Bupati melalui tim teknis PATEN dan SKPD pembina untuk perbaikan setiap tahunnya.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Pemerintahan Desa  

Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa

Untuk mendorong makin meningkatnya transparansi, akuntabilitas dan pengawasan terhadap pengelolaan dana desa, perlu keterlibatan seluruh stakeholder dengan perannya masing-masing. Bagi masyarakat desa, kepedulian untuk selalu mengawasi program pembangunan dan melaporkan kepada institusi pengawasan apabila terjadi penyimpangan yang terjadi di desanya wajib diapresiasi. BPD selaku lembaga pengawas kinerja Kepala Desa, selalu memonitor jalannya pemerintahan desa, apakah telah dijalankan sebagaimana kesepakatan yang tertuang dalam Peraturan Desa tentang APBDes. Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa yang bertugas mengawal penyaluran dana desaharus selalubekerja optimal dalam memberikan pendampingan. Dalam mengoptimalkan dana desa, melalui pembelanjaan yang memiliki multiplier effect tinggi, diantaranya berupa program padat karya. Agar dana desa dapat berfungsi optimal, harus digunakan secara tepat sasaran, guna membangun desa, sesuai kebutuhan dan potensi masing-masing. Sebagai pedoman bagi para Kepala Desa,

Dalam konteks pengawasan dana desa, agar pengelolaan dana desa semakin akuntabel, diperlukan mekanisme pengawasan yang melibatkan semua pihak. Pengawasan oleh masyarakat desa akan sangat efektif apabila dalam pengelolaan dana desa terutama dalam pelaksanaan kegiatan, selalu melibatkan masyarakat desa secara langsung. Bentuk penyadaran masyarakat (sosialisasi) tentang perlunya kepedulian masyarakat desa dalam membangun transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan, perlu ditingkatkan terutama oleh instansi yang mempunyai kewenangan pembinaan keuangan desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD), keterlibatannya lebih luas lagi karena berdasarkan kewenanganya, BPD melakukan pengawasan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawaban. BPD merupakan lembaga yang membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa tentang APBDes bersama kepala desa. BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa dan mengevaluasi laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa.

Prosedur Dan Mekanisme Pengelolaan Dana Desa Untuk Menghindari Pengenaan Sanksi Pelanggaran Administrasi Dan Pidana

Camat selaku Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kecamatan, salah satu tugasnya melakukan fasilitasi pengelolaan keuangan desa, dalam hal melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Desa APBDes, akan menjalankansalah satu proses verifikasi dokumen perencanaan penganggaran, selain verifikasi dokumen perencanaan pencairan (dokumen pencairan) ketika masuk dalam tahap pelaksanaan anggaran, sehingga tidak ada lagi desa fiktif yang mendapat alokasi dana desa. Bagi Kepala Daerah, mandat yang diemban sebagaimana PMK yang baru, bertugas menerima dokumen persyaratan penyaluran dana desa dari kepala desa, kemudian melakukan verifikasi kebenaran dokumen dan menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat yang menjadi mitra pemda. Tidak kalah pentingnya, sebagai lembaga pengawasan, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), BPK, bahkan KPK dituntut segera merespon pengaduan masyarakat maupun indikasi terjadinya kecurangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan desa. Pengenaan sanksi bagi pelanggar ketentuan pengelolaan dana desa bisa administratif dan pidana.

Pengenaan Sanksi Administratif dapat dilakukan oleh pemerintah melalui penundaan pencairan dana desa maupun pemotongan dana desa. Pengenaan sanksi dapat dikenakan baik kepada Kepala Daerah maupun Kepala Desa. Sanksi kepada Kepala Daerah dapat dikenakan apabila Bupati/Walikota tidak menyalurkan Dana Desa tepat waktu dan tepat jumlah, dengan sanksi berupa penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) kabupaten/Kota sebesar selisih kewajiban Dana Desa yang harus disalurkan. Untuk itu pemerintah pusat mulai tahun 2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa dan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor Per-1/PB/2020 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Dana Desa, melakukan perubahan mekanisme penyaluran Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) langsung ke Rekening Kas Desa (RKD), dan telah dimulai bulan Januari 2020. Sanksi kepada Kepala Desa, berupa penundaan pencairan dana desa dapat dikenakan apabila Kepala Desa, tidak menyampaikan Peraturan Desa tentang APBDes, tidak menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Desa tahap sebelumnya, dan terdapat usulan dari aparat pengawasan fungsional daerah. Sedangkan sanksi berupa pemotongan pencairan dana desa dapat dikenakan apabila terdapat sisa Dana Desa yang lebih dari 30% selama 2 tahun berturut-turut, dan berdasarkan penjelasan serta hasil pemeriksaan ditemukan penyimpangan berupa Silpa yang tidak wajar.

Sedangkan Pengenaan Sanksi Pidana bagi pihak yang mencoba menyalahgunakan dana desa di beberapa daerah telah mulai dilakukan dengan telah dijatuhkannya vonis pidana bagi Kepala Desa yang menyalah gunakan dana desa. Bentuk penyalahgunaannya antara lain kegiatan fiktif, mark-up harga, mark-up jumlah, belanja fiktif, tidak ada laporan pertanggungjawaban penggunaan, dan penggunaan untuk keperluan pribadi.

Akuntansi Pelaporan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa

Dengan diberlakukannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka yang menjadi perhatian bagaimana selanjutnya pemerintahan desa mengelola keuangan dan mempertanggungjawabkannya. Pengelolaan Keuangan Desa meliputi, perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban.  Akuntansi pelaporan menyajikan informasi kepada suatu entitas misalnya pemerintahan desa. Untuk melakukan tindakan yang efektif dan efisien yaitu melakukan perencanaan, pengawasan, dan menghasilkan keputusan bagi pimpinan entitas misalnya Kepala Desa yang dapat dimanfaatkan baik oleh pihak internal maupun eksternal. Pihak-pihak yang senantiasa menggunakan informasi akuntansi, di antaranya 1. Pihak internal, struktur organisasi Desa, yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara, dan Kepala Urusan/Kepala Seksi. 2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD), melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBDesa. 3. Pemerintah, pemerintah pusat, pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota. Selain pihak-pihak yang telah disebutkan sebelumnya, masih banyak lagi pihak yang memungkinkan untuk melihat laporan keuangan Desa, misalnya Lembaga Swadaya Desa, RT/RW, dan sebagainya. Artinya Akuntansi pelaporan sebagai suatu sistem dengan input data/informasi dengan output informasi dan laporan keuangan, sehingga pelaporan dan Pertanggungjawaban keuangan desa menjadi transparan dan akuntabel.

Tugas Pokok Dan Fungsi Kepala Desa Dan Perangkat Desa Berdasarkan PERMENDAGRI Nomor 84 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja (SOTK) Pemerintah Desa 

Kepala Desa berkedudukan sebagai Kepala Pemerintah Desa yang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa.  Bertugas diantaranya menyelenggarakan Pemerintahan Desa, Fungsinya diantaranya menyelenggarakan Pemerintahan Desa, seperti tata praja Pemerintahan, penetapan peraturan di desa, pembinaan masalah pertanahan dll. Sekretaris Desa berkedudukan sebagai unsur pimpinan Sekretariat Desa. Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan. Fungsinya diantaranya: melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi surat menyurat, arsip, dan ekspedisi. Kepala urusan berkedudukan sebagai unsur staf sekretariat. Kepala urusan bertugas membantu Sekretaris Desa dalam urusan pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Kepala Urusan mempunyai fungsi: Kepala urusan tata usaha dan umum memiliki fungsi seperti melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi surat menyurat, arsip, dan ekspedisi dll, Kepala urusan keuangan memiliki fungsi seperti melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan administrasi keuangan, administrasi sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran, verifikasi administrasi keuangan dll, Kepala urusan perencanaan memiliki fungsi mengoordinasikan urusan perencanaan seperti menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja desa, Kepala seksi berkedudukan sebagai unsur pelaksana teknis. Kepala seksi bertugas membantu Kepala Desa sebagai pelaksana tugas operasional. Kepala Seksi mempunyai fungsi: Kepala seksi pemerintahan mempunyai fungsi melaksanakan manajemen tata praja Pemerintahan, menyusun rancangan regulasi desa, pembinaan masalah pertanahan dll, Kepala seksi kesejahteraan mempunyai fungsi melaksanakan pembangunan sarana prasarana perdesaan, pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, dan tugas sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik, lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga, pemuda, olahraga, dan karang taruna. Kepala seksi pelayanan memiliki fungsi melaksanakan penyuluhan dan motivasi terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat, pelestarian nilai sosial budaya masyarakat, keagamaan, dan ketenagakerjaan. Kepala Kewilayahan atau sebutan lainnya berkedudukan sebagai unsur satuan tugas kewilayahan. Kepala Kewilayahan/Kepala Dusun memiliki fungsi: Pembinaan ketentraman dan ketertiban, pelaksanaan upaya perlindungan masyarakat, mobilitas kependudukan, dan penataan dan pengelolaan wilayah. Mengawasi pelaksanaan pembangunan di wilayahnya. Melaksanakan pembinaan kemasyarakatan dalam meningkatkan kemampuan dan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungannya.

Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat Desa

Pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa menjadi hal yang sangat penting dilakukan, peningkatan produktivitas sektor perdesaan dapat memberikan rangsangan bagi pengembangan produksi industri barang-barang konsumsi. Ada dua unsur penting yang berperan dalam konteks ini. Pertama, pemanfaatan teknologi berlandaskan kemajuan llmu pengetahuan (change from resource base to science agricultural development), yang didukung oleh pengembangan kapital dalam bentuk prasarana irigasi dan transportasi, kredit pertanian, pengembangan industri pupuk, lembaga penyuluhan dan pemasaran. Kedua, kebijakan nilai tukar petani yang memadai. Pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa. Pengembangan industri memerlukan akumulasi kapital, yang terjadi karena peningkatan produktivitas sektor-sektor agrokompleks melalui inovasi teknologi padat karya (labor intensive innovation). Interaksi sektor pertanian (pedesaan) dengan sektor industri (perkotaan) bukan saja ditandai oleh arus modal, tetapi juga arus perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Melalui bimbingan teknis ini diharapkan setiap desa dapat memetakan produk unggulannya dan kemudian menyusun langkah-langkah pengembangannya. Kegiatan ini tidak hanya diikuti oleh perangkat desa maupun pelaku ekonomi desa tetapi juga dapat diikuti oleh SKPD maupun Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagai pembina dan pengawasan desa.

Renstra Dan Renja Pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD)

Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan dukungan dana oleh pemerintah pusat dan daerah pada pemerintah desa dalam upaya peningkatan pelayanan dasar dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam rangka pencapaian tujuan haruslah adanya Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja), pemerintah desa melalui Tim Pengelola Tingkat Desa diharapkan dapat melibatkan semua elemen yang ada di desa dan senantiasa menumbuhkan kerjasama baik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. Institusi pengelola ADD adalah tim yang dibentuk untuk melakukan fasilitasi di tingkat Kabupaten, pendampingan di tingkat Kecamatan dan pelaksana di tingkat Desa. Tim Fasilitasi tingkat Kabupaten atau ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah yang terdiri dari unsur pemerintah dengan tugas melaksanakan desiminasi secara luas akan kebijakan dan informasi tentang ADD, Bimbingan Teknis ini membantu Tim Pendamping tingkat Kecamatan untuk memberikan pelatihan/orientasi kepada Tim Pelaksana Alokasi Dana Desa (ADD) di tingkat Desa, Menentukan besarnya ADD yang diterima berdasarkan rumusan yang telah ditetapkan, melakukan kegiatan pembinaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan ADD bersama dengan Tim Pendamping tingkat Kecamatan dalam setiap proses tahapan kegiatan, melakukan fasilitasi pemecahan masalah berdasarkan pengaduan masyarakat serta pihak lainnya dan mengkoordinasikan pada Inspektorat serta memberikan laporan kemajuan desa dalam mengelola Alokasi Dana Desa (ADD).

Tata Cara Pembentukan, Pengelolaan Dan Pengembangan BUMDes Berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2021

Ketentuan Pasal 117 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Badan Usaha Milik Desa yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021, BUM Desa adalah badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau hersarna desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Pembentukan BUMDes menjadi salah satu program strategis pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang ada di pedesaan. Sejak berlakunya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Pembentukan BUMDes menjadi pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial dan komersial. Dengan adanya BUMDes Masyarakat Desa menjadi semakin dapat berinovasi dan berkarya dalam membangun Desanya, interaksi antar warga desa semakin giat untuk melakukan sebuah usaha, hal ini pastinya mendapat dukungan dari Kepala Desa dan masyarakat Desa itu sendiri.

BUMDes harus berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui penyediaan pelayanan sosial. Aktivitas BUMDes tidak hanya berbicara soal bisnis, tetapi juga mempertimbangkan potensi dan kemampuan ekonomi masyarakat setempat, Pembangunan ekonomi lokal desa didasarkan oleh kebutuhan, potensi, kapasitas desa, dan penyertaan modal dari pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa dengan tujuan akhirnya adalah meningkatkan taraf ekonomi masyarakat desa.

BUMDes adalah kunci perputaran uang hanya di Desa. Oleh karena itu Pemerintah memberikan perhatian khusus dengan mengeluarkan Permedesa tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa yang salah satunya adalah pendirian BUMDes. Pengelolaan BUMDes telah banyak memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan desa. BUMDes tidak hanya menjadi lembaga komersil untuk meningkatkan penghasilan, tetapi juga menyumbang penyerapan tenaga kerja di Desa. Untuk itu Pengembangan BUMDes haruslah terus dilakukan. Dengan semakin banyak BUMDes yang berkembang, maka semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat desa.

Monitoring Dan Tata Cara Audit Dana Desa  

Berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2014, setiap Desa akan mendapatkan Dana dari Anggaran APBN dari pemerintah pusat. Dana Desa setiap kabupaten/kota dialokasikan berdasarkan perkalian antara jumlah Desa di setiap kabupaten/kota dan rata-rata Dana Desa setiap propinsi. Untuk menjaga efektifitas pengucuran Dana Desa, pemerintah telah menyusun beberapa regulasi sebagai tambahan payung hukumnya. Diantaranya PP Nomor 43 Tahun 2014. Untuk itu diperlukan pelaporan yang baik sebagai dasar dalam menjaga good governance. Penerapan good covernance, mutlak dibutuhkan suatu system pelaporan yang akurat dan transparan. Pelaporan yang akuntabel itu akan memastikan pengambilan keputusan bagi Kepala Desa dan Camat dilakukan dengan cepat, tepat dengan mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar. Manajemen Keuangan Daerah berdasarkan prinsip Good Financial Covernance, Sinkronisasi Dokumen Perencanaan Desa dengan pembangunan Daerah, Kebijakan Pengelolaan Keuangan Desa, Penatausahaan Keungan Desa, Implementasi Penatausahaan Keungan Desa, Pertanggungjawaban Keuangan Desa, Pembinaan, Pengawasan dan Audit Dana Desa.

Penatakelolaan Aset Desa Berbasis Aplikasi SIPADES Ver. 2.0

SIPADES 2.0 merupakan aplikasi yang resmi dari Pemerintah Indonesia yang dikembangkan oleh Direktorat Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri untuk digunakan oleh seluruh Pemerintah Desa dalam pengelolaan aset desa sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. SIPADES 2.0 merupakan alat bantu Pengelola/Pengurus Barang Milik Desa guna pengadministrasian dan inventarisasi aset Desa sebagaimana amanat PERMENDAGRI Nomor 1 Tahun 2016 dan sesuai dengan tupoksi Kaur Umum & TU dalam pasal 7 PERMENDAGRI Nomor 84 Tahun 2015

SIPADES 2.0 dibangun dan dikembangkan menggunakan teknologi basis web, sehingga data dan informasi terkait aset Desa dapat diperoleh secara cepat dan akurat. Aplikasi SIPADES 2.0 ini bersifat GRATIS dan HANYA digunakan oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa

Paparan SIPADES 2.0

Dalam Rangka memberikan pemahaman dasar bagi Kepala Desa tentang pengelolaan aset Desa, maka diperluakan sebuah pembelajaran dan pelatihan mengenai Sistem Pengelolaan Aset Desa, SIPADES Ver.2.0  ini Merupakan sarana dan alat bantu Pemerintah Desa untuk pengadministrasian dan inventarisir aset desa berupa barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban belanja anggaran pendapatan dan belanja Desa atau perolehan lainnya yang sah, berdasarkan PERMENDAGRI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Aparat Desa harus memahami secara utuh mengenai pengelolaan aset desa, karena hal ini merupakan hal yang sangat fundamental dan penting. Untuk itu para Perangkat Desa dituntut paham betul soal tata kelola keuangan dan aset desa, sehingga mulai dari pengelolaannya, perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya pun harus mengacu pada aturan yang ada. Melalui penerapan aplikasi ini agar dapat menjadi kunci utama keberhasilan pemanfaatan aset sebagai kekayaan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat pedesaan, Karena berbicara tentang aset desa, tidak hanya pada benda atau yang sifatnya fisik, akan tetapi sumber daya manusia, sumber daya alam, aset sosial, aset fisik, dan aset kelembagaan juga merupakan aset Desa.

Pedoman Dan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa Di Desa

untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang bersumber dari APBDesa agar sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga hasil Pengadaan Barang/Jasa di Desa dapat bermanfaat untuk memperlancar penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan memenuhi kebutuhan masyarakat, dipandang perlu menetapkan PERKA LKPP Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa, Tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang pembiayaannya bersumber dari APBDesa diatur oleh Bupati/Walikota dalam bentuk Peraturan Bupati/Walikota, dengan tetap berpedoman pada Peraturan Kepala LKPP ini, dan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Maksud dan Tujuan dari peraturan ini adalah untuk memberikan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun tata cara pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang dibiayai dengan dana APBDesa, Sesuai dengan tata kelola yang baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa di desa.

Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa Bagi Aparatur Pemerintah Desa

Guna meningkatkan kualitas penyelenggaraan manajemen pemerintahan dan pengelolaan keuangan desa, yakni meningkatkan keterampilan dan pengetahuan aparat desa dalam pengelolaan keuangan secara lebih transparan dan akuntabel sesuai dengan regulasi yang ada. Meningkatkan kapasitas kinerja penyelenggaraan pemerintah desa kearah yang lebih baik dalam tata kelola pemerintahan Desa yang bersih, transparan, dan akuntabilitas, tidak lepas dari peranan aparat pemerintah Desa terbawah termasuk bendahara desa. Sehingga dengan demikian mengingat penting dan strategisnya peranan bendahara desa untuk menciptakan pemerintahan desa yang bersih maka pengetahuan bendahara desa perlu ditingkatkan melalui bimtek seperti ini, Kedepannya desa harus mandiri untuk mengatur dan mengelola desa nya sendiri dengan semua aparatur desa yang kuat.

Pemahaman Dan Penguatan Dalam Pengelolaan Dana Desa Melalui Buku Pintar Dana Desa

Menteri Keuangan telah menerbitkan Buku Pintar Dana Desa dengan tema “Dana Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat, Menciptakan Lapangan Kerja, Mengatasi Kesenjangan, dan Mengentaskan Kemiskinan”. Hal ini dimaksudkan, agar dapat menjadi pegangan dan pedoman berbagai stakeholder, baik dari kalangan Kepala Desa dan perangkatnya, eksekutif di Pusat dan Daerah, anggota Legislatif maupun masyarakat, disamping untuk mengetahui implementasi regulasi Dana Desa secara consize namun komprehensif. Berbagai hal yang terangkum dalam Buku Saku tersebut, diantaranya Konsep Dasar Dana Desa, Perencanaan, Penganggaran, dan Pokok-pokok Kebijakan Dana Desa dalam APBN, Penggunaan Dana Desa, Pengelolaan Dana Desa di Desa, Pengadaan Barang dan Jasa di Desa, Program Padat Karya dan Cash For Work, Pemantauan dan Pengawasan Dana Desa, dan Badan Usaha Milik Desa.

Dari daftar isi Buku Pintar Dana Desa bisa kita lihat apa yang dibahas, seperti :

-  Esensi UU Desa dan Dana Desa

-  Konsep Dasar Dana Desa

-  Evaluasi Dana Desa

-  Perencanaan, Penganggaran dan Pokok-Pokok Kebijakan Dana Desa Dalam APBN

-  Penyaluran Dana Desa

-  Penggunaan Dana Desa

-  Pengelolaan Dana Desa di Desa

- Pengadaan Barang dan Jasa di Desa

-  Program Padat Karya, dan Cash For Work

-  Pemantauan dan Pengawasan Dana Desa

Manajemen Pengelolaan Keuangan Desa Dan Aset Desa

Manajemen pengelolaan keuangan desa dan aset desa sangatlah penting, hal ini haruslah setiap perangkat aparatur desa mengetahuainya, sehingga tata kelola keuangan desa dan aset desa dapat berjalan dengan baik dan tidak menyalahi aturan yang berlaku. Didalamnya meliputi dasar hukum pengelolaan keuangan desa, tugas pokok dan fungsi pengelola keuangan pemerintah desa, teknis penatausahaan penerimaan dan pengeluaran serta pertanggungjawaban bendahara desa, teknis penyusunan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa, pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa, laporan kekayaan milik desa dalam tahun anggaran berjalan, pengelolaan aset desa sesuai dengan PERMENDAGRI Nomor 1 Tahun 2016. Pengelolaan keuangan desa dan aset desa ini adalah untuk bagaimana desa agar dapat mengatur dan mengelola keuangan desa dan aset desa dengan sebaik-baiknya, tidak melakukan kesalahan pengelolaan yang dapat berakibat buruk dari kelangsungan pengelolaan desa itu sendiri.  Untuk itu perlu adanya edukasi dan pengetahuan dalam mengelola dan mengatur bagaimana keuangan desa dan aset desa itu dapat di jalankan dengan sebaik-baiknya, dari segi manajemen, hukum, dan aturan yang memayunginya haruslah selaras dan jangan sampai terjadi penyelewengan.

Tata Cara Pengelolaan Dana Desa Sesuai PERMENKEU Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas PERMENKEU Nomor 205 Tahun 2019

Pengelolaan Dana Desa diubah untuk kedua kalinya dengan PERMENKEU Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa. Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa bermaksud untuk untuk mempercepat penyaluran Dana Desa dalam mendukung pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai Desa (BLT Desa). PERMENKEU 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2020 telah mengatur tentang pelaksanaan mengenai penganggaran, pengalokasian, penyaluran, penatausahaan, pedoman penggunaan, dan pemantauan serta evaluasi pengelolaan Dana Desa dan penyaluran Bantuan Langsung Tunai Desa (BLT Desa). PERMENKEU Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas PERMENKEU 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa memberikan akses percepatan penyaluran BLT Desa.

Setelah PERMENKEU Nomor  50 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa ini diberlakukan memiliki pengaruh kepada Desa yang telah salur tahap II, penghitungan sisa Dana Desa Tahun 2019 di RKD dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa; dan terhadap permohonan penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2020 yang telah diajukan oleh Bupati/Walikota ke KPPN dan yang telah disampaikan oleh Bupati/Wali kota kepada KPPN namun diperlukan penyesuaian/perbaikan dokumen, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada tanggal 19 Mei 2020 di Jakarta. PERMENKEU Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa diundangkan pada tanggal 19 Mei 2020 di Jakarta oleh Widodo Ekatjahjana, Dirjen Peraturan Perundang-Undangan KEMENKUMHAM RI. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa ditempatkan pada Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 500. Agar setiap orang mengetahuinya.

Tata Cara Penyusunan Anggaran Desa

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) adalah instrumen penting yang sangat menentukan dalam rangka perwujudan tata pemerintahan yang baik (good governance) dan pelaksanaan pembangunan di tingkat desa. Tata pemerintahan yang baik, diantaranya diukur dari proses penyusunan dan pertanggungjawaban APBDesa. Memahami proses pada seluruh tahapan pengelolaan APBDesa (penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban) memberikan arti terhadap model penyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagai sebuah dokumen publik sudah seharusnya disusun dan dikelola berdasarkan prinsip partisipatif, transparan, dan akuntabilitas. Rakyat yang hakekatnya sebagai pemilik anggaran haruslah diajak bicara dari mana dan berapa besar Pendapatan Desa dan diajak bermusyawarah untuk apa Uang Desa di belanjakan. Dengan demikian harapan tentang anggaran yang digunakan untuk kesejahteraan rakyat benar-benar akan terwujud dan dapat memberikan arti serta nilai bahwa tatakelola kepemerintahan desa dijalankan dengan baik.

Peningkatan Kinerja Serta Tugas Kepala Desa Dan Sekretaris Desa

Dalam penerapan Good Governance, perlu di optimalkan fungsi-fungsi Perangkat Daerah yang berhubungan langsung dengan masyarakat seperti Dinas Daerah sampai perangkat Desa. Untuk itu perlu memberikan pembelajaran bagi para Kepela Desa dan Sekretaris Desa maupun perangkat pembantu lainnya dalam lingkup Esensi Dasar pemerintahan Dengan tujuan peningkatan kinerja dan mengembangkan fungsi aparat Perangkat Desa menjadi Lebih Optimal ketika Pemerintah Berani Melakukan Diversifikasi Dalam Formulasi Regulasi, Kebijakan di Seluruh Indonesia,

Kepala Desa maupun Sekretaris Desa harus memahami tugas Pemerintahan Umum, Memahami Tugas Delegatif, serta kewenangan Kepala Desa dan Sekretaris Desa sehingga mempercepat terwujudnya kesejahteraan Masyarakat Desa sebagai tujuan atonomi daerah, sehingga penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan sesuai PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang peraturan pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pengelolaan Keuangan Desa Melalui Aplikasi SIMDA Desa

Dalam Rangka Mengawal Agenda Prioritas Pemerintah (Nawa Cita) "Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan" BPKP Mempersembahkan Aplikasi SIMDA (Sistem Tata Kelola Keuangan) Desa. Pengembangan Aplikasi SIMDA telah dipersiapkan sejak awal dalam rangka implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Keberhasilan atas pengembangan aplikasi SIMDA ini selanjutnya diserahkan kepada Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaran Keuangan Daerah setelah melewati tahapan Quality Assurance (QA) oleh Tim yang telah ditunjuk.

Aplikasi SIMDA Desa merupakan aplikasi yang dikembangkan BPKP dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa. Fitur-fitur yang ada dalam aplikasi SIMDA Desa dibuat sederhana dan user friendly sehingga memudahkan pengguna dalam mengoperasikan aplikasi SIMDA Desa. Dengan proses penginputan sekali sesuai dengan transaksi yang ada, dapat menghasilkan output berupa dokumen penatausahaan dan laporan-laporan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Administrasi Desa

Administrasi Desa adalah keseluruhan proses kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan Desa. Administrasi Desa ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri akan tetapi teknis pelaksanaan dan pembinaan operasionalnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Hal ini mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, juga Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan dengan Peraturan Kementerian Dalam Negeri 32 Tahun 2006.

Jenis Administrasi Desa terdiri dari Administrasi Umum, Administrasi Penduduk, Administrasi Keuangan, Administrasi Pembangunan, dan Administrasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Untuk meningkatkan manajemen Pemerintahan Desa perlu dilakukan penataan administrasi agar lebih effektif dan effisien.

Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sesuai Dengan PERMENDAGRI Nomor 110 Tahun 2016, Serta Tugas Dan Fungsinya Sesuai UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Dengan ditetapkannya PERMENDAGRI Nomor 110 Tahun 2016 menjelaskan bagaimana mekanisme pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), hal ini sangatlah penting sehingga tiap desa mengetahui tugas dan fungsinya. Selanjutnya hal ini didukung oleh UU Desa Nomor 6 Tahun 2014, kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengalami perubahan. Jika sebelumnya BPD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan maka sekarang menjadi Lembaga Desa. Dari fungsi hukum berubah menjadi fungsi politis. Kini, fungsi BPD yaitu menyalurkan aspirasi, merencanakan APBDes, dan mengawasi Pemerintahan Desa, sedangkan tugasnya adalah menyelenggarakan Musyawarah Desa (musdes) dengan peserta terdiri Kepala Desa, Perangkat Desa kelompok, dan tokoh masyarakat. Jumlah pesertanya tergantung situasi kondisi setiap Desa. Musyawarah Desa berfungsi sebagai ajang kebersamaan dan membicarakan segala kebijakan Tentang desa. Badan Permusyawaratan Desa ini sangat diharapkan peran sertanya oleh Masyarakat Desa sehingga apa yang ingin disampaikan oleh Masyarakat Desa sebagai masukan dapat menjadi jembatan informasi ke Pemerintah Desa, misalnya tentang pembangunan infrastruktur, ekonomi, kesehatan dan Keuangan Desa yang akuntable

Pedoman Dan Tata Cara Rencana Kerja Anggaran Keuangan Desa

Rencana kerja anggararan keuangan desa adalah rencana bagaimana mengelola Keuangan Desa yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APBDesa. Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat didanai oleh APBN dan APBD. Maka Kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa dapat dilaksanakan dengan baik tentunya harus didukung diantaranya oleh sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas serta sistem dan prosedur keuangan yang memadai. Oleh karenanya, pemerintah desa harus memiliki struktur organisasi pengelolaan keuangan, uraian tugas, bagan alir, dan kriteria yang menjadi acuan dalam kegiatan pengelolaan keuangan desa. Hal ini dimaksudkan agar dalam rancana kerja anggaran keuangan desa dapat memenuhi kreteria dan tidak menyalahi aturan pengelolaan keuangan desa seperti perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Kependudukan  

Manajemen Kependudukan Dan Pencatatan Sipil

Administrasi Kependudukan adalah rangkaian penataan dan penertiban. Dalam penertiban dokumen melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi kependudukan serta pendayagunaan hasil untuk pelayanan publik dan pembangunan sertor lain. Administrasi kependudukan aspek hak keperdataan gagasan menyusun suatu sistem administrasi yang menyangkut seluruh masalah kependudukan, yang meliputi informasi kependudukan, patut menjadi perhatian untuk mewujudkannya sebagai ciri dari penyelenggaraan negara yang modern khususnya bidang pelayanan masyarakat. Pengertian Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, adalah tidak dapat disangkal bahwa sistem administrasi kependudukan merupakan sistem yang mengatur seluruh administrasi yang menyangkut masalah kependudukan pada umumnya. Dalam hal ini tiga jenis pengadministrasian yaitu 1. Pendaftaran Penduduk, 2. Pencatatan Sipil, 3. Pengelolaan Informasi. Keputusan KEMENDAGRI Nomor 54 Tahun 1999 tentang pedoman penyelenggaraan pendaftaran penduduk, PERPRES Nomor 25 Tahun 2008 tentang persyaratan dan tata cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, serta PERMENDAGRI Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan buku yang digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Tata Cara Registrasi Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil Bagi Petugas Kelurahan, Kecamatan Dan Dinas  

Registrasi Pendaftaran Penduduk adalah proses pencatatan dan pengumpulan biodata penduduk yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa kependudukan harian dan kejadian-kejadian yang mengubah status seorang yang dicatat atas pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan pada penduduk rentan administrasi kependudukan serta penerbitan dokumen kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan kependuduk. Keputusan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 (perubahann UU Nomor 23 Tahun 2006) tentang administrasi kependudukan yang merupakan perubahan mendasar dibidang administrasi kependudukan. Tujuan utama dari perubahan undang-undang yang dimaksud adalah untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat, menjamin akurasi data kependudukan dan ketunggalan Nomor Induk Kependudukan (NIK), serta ketunggalan dokumen kependudukan.

Tenaga Pengelola Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

Berkaitan dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi  Kependudukan, Pelatihan Tenaga SIAK Kabupaten/Kota sangatlah penting demi tercapainya data kependudukan yang akurat dan valid, yang mana pelatihan ini tujuan utamanya adalah untuk memberikan pembekalan kepada peserta training (ADB - Kabupaten / Kota), melakukan proses pencetakan    KTP-el sehingga meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat, menjamin akurasi data kependudukan dan  ketunggalan nomor induk kependudukan (NIK) serta ketunggalan dokumen kependudukan. Perubahan substansi yang mendasar dalam masa berlaku KTP elektronik (KTP-el), Penggunaan data kependudukan Kementerian Dalam Negeri, dan Pencetakan Dokumen/Personalisasi KTP-el. Bimbingan Teknis ini bertujuan  memahami bagaimana tentang Proses Bisnis Pencetakan KTP-el, Topologi Jaringan, Upgrade Server dan Client, Setting Koneksi (Server + PC), Konfigurasi Smart Card + Fargo, Untuk mengaktivasi smartcard reader agar bisa digunakan pada proses penulisan data penduduk ke chip KTP-el (Encode) dan mengaktivasi KTP-el yang sudah dicetak. Serta Penggunaan Aplikasi Pencetakan (Bcard Management).  Upgrade server diperlukan untuk mengupdate database dan service agar dapat melakukan pencetakan KTP-el.

Sistem Pelayanan Administrasi Kependudukan Secara Daring Sesuai Dengan PERMENDAGRI Nomor 7 Tahun 2019

Untuk melaksanakan Pelayanan Administrasi Kependudukan Daring atau Pelayanan ADMINDUK Daring, Mendagri melalui Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, melakukan perubahan mekanisme kerja di lingkup Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, DISDUKCAPIL Provinsi, DISDUKCAPIL Kabupaten/Kota dan UPT DISDUKCAPIL Kabupaten/ Kota. Untuk membangun tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien perlu mengembangkan sistem pelayanan administrasi kependudukan yang baru, bahwa sistem pelayanan administrasi kependudukan perlu dilakukan dengan cara yang lebih mudah dan cepat kepada masyarakat dengan menerapkan mekanisme pelayanan secara daring. Pelayanan Administrasi Kependudukan Daring atau Pelayanan ADMINDUK Daring adalah proses pengurusan dokumen kependudukan yang pengiriman data/berkas persyaratannya dilakukan dengan media elektronik yang berbasis web dengan memanfaatkan fasilitas teknologi, komunikasi dan informasi. Peraturan Pelayanan Administrasi Kependudukan secara Daring ini dilatarbelakangi dengan pertimbangan bahwa untuk membangun tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien perlu mengembangkan sistem pelayanan administrasi kependudukan yang baru perlu dilakukan dengan cara yang lebih mudah dan cepat kepada masyarakat dengan menerapkan mekanisme pelayanan secara daring.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis SATPOL PP  

Jabatan Fungsional Satuan Polisi Pamong Praja

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2015 dan Peraturan Kepala BKN Nomor 9 Tahun 2015 ini mengatur tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 4 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Polisi Pamong Praja dan Angka Kreditnya. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Kepala BKN ini hanya terdiri atas 4 pasal. Dalam peraturan bersama ini dilampirkan juga PERMENPAN dan RM Nomor 4 Tahun 2014 tersebut. Jabatan Fungsional Polisi Pamong Praja yang  selanjutnya  disingkat  Jabatan  Fungsional Pol PP, adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggungjawab, dan wewenang  untuk  melakukan kegiatan  penegakan peraturan  daerah penyelenggaraan  ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Pol PP adalah anggota satuan Pol PP sebagai aparat pemerintah daerah yang diduduki oleh PNS dan diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Peningkatan Kapasitas SATPOL PP Sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

Implementasi peraturan perundang-undangan melalui peran SATPOL PP dalam penegakkan peraturan daerah (PERDA), bertujuan memberikan pengetahuan tentang tugas dan fungsi SATPOL PP diharapkan mampu memantapkan penegakan PERDA dan peraturan kepala daerah. Tugas utama SATPOL PP adalah melaksanakan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan PERDA. Sehingga strategis peran SATPOL PP dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. SATPOL PP harus menjadi motivator dalam kepastian pelaksanaan perda dan keputusan kepala daerah. SATPOL PP juga memiliki peran penting lainnya sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan mitra polisi untuk menindak segala bentuk pelanggaran dan penegakan hukum dalam menjalankan fungsi kepolisian yang non justical, ini menuntut kualitas, kapasitas dan kompetensi personil SATPOL PP agar tanggungjawab dapat terlaksana maksimal.

Implementasi Pelaksanaan Tugas Pokok Dan Fungsi SATPOL PP

SATPOL PP mempunyai tugas menegakkan PERDA dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya SATPOL PP mempunyai fungsi yaitu penyusunan program dan pelaksanaan penegakkan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat, pelaksanaan kebijakan penegakkan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah, pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat, pelaksanaan koordinasi penegakan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah serta penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah (PPNS), dan atau aparatur lainnya, pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan mentaati penegakkan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah serta pelaksanaan tugas lainnya yang berhubungan langsung dengan masyarakat di daerah.

Peningkatan Kapasitas SDM SATPOL PP Dengan Pengenalan Tugas Pokok Dan Fungsi Dalam Penegakan PERDA

Peningkatan kapasitas SDM SATPOL PP sangatlah penting karena mempunyai tugas yang berat sehingga pola pikir dan sistem perekrutan sampai menjadi anggota SATPOL PP sangatlah menentukan. Dalam melaksanakan tugasnya SATPOL PP dapat penyusunan program dan pelaksanaan penegakan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat, pelaksanaan kebijakan penegakkan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah, pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah, pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat, pelaksanaan koordinasi penegakan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah serta penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan atau aparatur lainnya, pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan mentaati penegakkan Perda dan Peraturan Kepala Daerah serta pelaksanaan tugas lainnya yang berhubungan langsung dengan masyarakat di daerah.

Strategi Penertiban Dan Relokasi Pasar

Program relokasi dapat menjadi solusi pendukung bagi pembenahan pasar tradisional. Program relokasi dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pencitraan ulang pasar tradisional menjadi tempat transaksi dan interaksi ekonomi antar penjual dan pembeli yang lebih rapi dan nyaman, dan pada gilirannya juga mampu memberikan kontribusi dalam menarik minat masyarakat sebagai pembeli untuk kembali melirik pasar tradisional sebagai salah satu tempat jual-beli yang ideal.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Penanaman Modal Daerah  

Perencanaan, Pengelolaan Dan Evaluasi Investasi Daerah

Perencanaan, Pengelolaan dan Evaluasi Investasi Daerah merupakan salah satu kekuatan penting untuk mengakselerasi Pembangunan Daerah. Namun untuk merangsang investasi dibutuhkan agenda-agenda yang jelas dan komprehensif yang secara internal dikreasikan sendiri oleh Pemerintah Daerah. Agenda-agenda dimaksud, antara lain, merumuskan kebijakan investasi, memperbaiki peraturan dan regulasi, memperbaiki dukungan dan pelayanan birokrasi, mengembangkan promosi daerah, mengembangkan kemitraan, mengembangkan regional management, mengembangan business networking, mempertajam strategi belanja publik. Secara normatif, Investasi Daerah (local investment) dipahami sebagai salah satu kekuatan penting untuk mengakselerasi Pembangunan Daerah. Dikalangan Pemerintah Daerah, timbul semacam kesadaran terlebih sesudah implementasi desentralisasi dan otonomi daerah bahwa akselerasi pembangunan hanya dimungkinkan jika terdapat arus investasi yang signifikan. Persepsi yang kuat tentang pentingnya investasi telah mendorong Pemerintah Daerah untuk melakukan berbagai upaya, mulai dari Promosi Investasi yang gencar hingga kunjungan Pejabat Daerah keluar negeri. Namun secara umum, antusiasme Pemerintah Daerah tersebut belum sepenuhnya dibarengi dengan agenda-agenda yang jelas dan komprehensif yang secara internal dikreasikan sendiri oleh Pemerintah Daerah. Perumusan kebijakan investasi, penyempurnaan peraturan  dan  regulasi,  penyusunan  master-plan  investasi,  pengembangan  sistem informasi  investasi,  pelayanan one-roof system atau one-stop shop, pengembangan partnership, yang seringkali belum dikembangkan secara optimal oleh Pemerintah Daerah.

Manajemen Penanaman Modal Daerah Dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP)

Hierarki peraturan penanaman modal sudah dikeluarkan mulai dari tingkat legislatif maupun eksekutif. Di tingkat eksekutif tingkatannya mulai dari pemerintah pusat maupun daerah. Di tingkat pusat, mulai dari presiden sampai tingkat menteri dan yang setingkat (seperti kepala lembaga pemerintahan non-departemen) juga telah banyak mengeluarkan aturan tentang investasi. Sementara di tingkat pemerintah daerah, peraturan tentang Penanaman Modal yang dikeluarkan mulai dari pemerintahan daerah tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota bahkan sampai tingkat di bawahnya. Untuk itu Pemerintah mendorong pendirian kantor PTSP untuk membantu investor memperoleh kemudahan layanan secara cepat, kesederhanaan, keringanan dan kemudahan layanan yang diinginkan Pemerintah terhadap keberadaan PTSP, termasuk dalam memberikan, Layanan semua jenis perizinan penanaman modal (termasuk penanaman modal dengan skema kerja sama Pemerintah atau pemerintah daerah dengan badan usaha), layanan pengaduan masyarakat tentang hambatan pelayanan PTSP Penanaman Modal, Layanan kemudahan pelaksanaan kegiatan penanaman modal, termasuk memberikan bantuan atau fasilitasi pelayanan perizinan dan non-perizinan yang terkait dengan pelaksanaan penanaman modal. Supaya seluruh PTSP Nasional (provinsi,kabupaten dan kota) memiliki kinerja layanan yang terukur (mencapai tingkat kesempurnaan layanan tertentu), pemerintah memberikan kriteria sebagaimana tolok ukur yang telah ditetapkan. Standar kualifikasi perlu diberlakukan terhadap seluruh PTSP untuk memperoleh standar Nasional PTSP yang meliputi aspek sumber daya manusia, tempat, sarana dan prasarana, media informasi, mekanisme kerja yang efektif, layanan pengaduan serta keberadaan SPIPISE. Dengan kualifikasi tersebut, seluruh PTSP di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia akan memiliki standar minimal yang wajib dipenuhi yang tentunya selaras dengan tolok ukur yang telah ditetapkan Pemerintah.

Pengawasan Dan Evaluasi Penanaman Modal Daerah

Pengendalian dan Pengawasan merupakan upaya Mengevaluasi Kegiatan Penanaman Modal. Kegiatan ini meliputi pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas proyek investasi sesuai hak, kewajiban dan tanggung jawab yang dimiliki investor. Evaluasi Penanaman modal merupakan sarana untuk mencapai kelancaran dan ketepatan pelaksanaan penanaman modal, sasaran lain yang ingin dicapai adalah pengumpulan data realisasi penanaman modal yang lebih akurat. Oleh karena itu, kegiatan pengendalian pelaksanaan Penanaman Modal ini lebih menekankan diri untuk, memperoleh data perkembangan realisasi Penanaman Modal serta informasi masalah dan hambatan, membimbing dan memfasilitasi penyelesaian masalah dan hambatan yang dihadapi perusahaan, mengawasi pelaksanaan kegiatan proyek Penanaman Modal. Termasuk pula mengawasi penggunaan fasilitas fiskal serta melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan perusahaan.

Penyusunan Dan Penetapan Kebijakan Pengembangan Penanaman Modal  Daerah Kabupaten / Kota Dalam  Bentuk Rencana Strategis Daerah

Penyusunan dan Penetapan Kebijakan Pengembangan Penanaman Modal Daerah Kabupaten/kota dalam bentuk Rencana Strategis Daerah erat kaitannya dengan Penanaman Modal di daerah yang merupakan investasi bagi pembangunan suatu daerah yang harus dikelola dengan baik dan benar oleh Pemerintahan Daerah agar dapat bermanfaat bagi Pembangunan Daerah. Kebutuhan pemerintahan di setiap daerah akan Kebijakan Pengembangan Penanaman Modal sangat diperlukan untuk pembangunan daerah tertentu. Namun untuk merangsang Investasi dibutuhkan agenda-agenda atau Rencana Strategis Daerah yang jelas dan komprehensif yang secara internal dikreasikan sendiri oleh Pemerintah Daerah, agenda-agenda antara lain merumuskan kebijakan investasi, memperbaiki peraturan dan regulasi, memperbaiki dukungan dan pelayanan birokrasi, mengembangkan promosi daerah, mengembangkan kemitraan, mengembangkan regional management, mengembangan business networking, mempertajam strategi belanja publik. Secara normatif, Investasi Daerah (local investment) dipahami sebagai salah satu kekuatan penting untuk mengakselerasi Pembangunan Daerah.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Peningkatan SDM Koperasi Dan UMKM  

Peningkatan SDM Koperasi Dan UMKM

Perkembangan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengan (UMKM) relatif kurang begitu cepat. Ini akibat dari minimnya ketersediaan dan kesiapan SDM, sehingga perlu ditingkatkan maksimal agar bisa mengelola produknya secara konsisten dan profesional. Upaya peningkatan SDM semuanya dilakukan dalam rangka menghadapi Asean Free Trade Area (AFTA) atau Masyarakat Ekonomi Asia (MEA). Menghadapi hal ini, tentu merupakan salah satu peluang dan juga tantangan bagi pengelola Koperasi UMKM. Peluangnya, karena Koperasi UMKM akan ikut serta masuk dalam memasarkan produk-produknya ke wilayah Asia. Demikian sebaliknya, salah satu tantangan adalah karena negara-negara Asia juga memasukkan berbagai produknya ke Indonesia yang tentu akan menjadi pesaing bagi produk lokal. Menghadapi itu perlu mempersiapkan SDM agar memiliki daya saing. Dalam mengembangkan sayap koperasi dan UMKM menerapkan kebijakan positif, salah satunya adalah mentertibkan legalitas koperasi, disini tidak mengejar jumlah melainkan peningkatkan kualitas koperasi yang ada maka akan memunculkan koperasi yang benar-benar berkualitas dalam menjalankan aktivitasnya. Kebijakan lain, koperasi yang ada diwajibkan memiliki sertifikat dari Pemerintah Pusat, caranya, secara online, pihak koperasi bersangkutan diajukan untuk mendapatkan sertifikat di maksud. Hal ini diprioritaskan bagi koperasi-koperasi yang rutin menggelar Rapat Akhir Tahunan (RAT) setiap tahunnya. Kebijakan ini dimaksudkan agar koperasi yang ada tetap memiliki legalitas yang kuat dan berkualitas, dengan demikian, koperasi-koperasi inilah yang berpeluang memiliki diversifikasi usaha, mengelola pasar, membuat produk lain dan segala macam aktivitas yang menjadi peluang usaha menjanjikan bagi koperasi.

Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan UKM

Kehadiran UKM bukan saja dalam rangka peningkatan pendapatan tapi juga dalam rangka pemerataan pendapatan. Hal ini bisa dimengerti karena sektor UKM melibatkan banyak orang dengan beragam usaha. Pemerintah sudah mempunyai komitmen memberdayakan ekonomi kerakyatan dalam hal ini UKM dan koperasi. Tentu tantangan yang dihadapi pemerintah pusat berbeda dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah banyak disibukkan dengan masalah khas di daerah seperti kemiskinan sehingga tidak ada alasan untuk tidak memberdayakan kelompok masyarakat miskin. Beberapa penelitian mendapatkan hubungan yang erat antara pemberdayaan UKM dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah perlu membuat kebijakan kelembagaan untuk memberikan iklim yang kondusif bagi beroperasinya UKM. Pemerintah daerah dapat memberdayakan UKM melalui pembuatan peraturan yang tepat, pemberdayaan dimaksudkan untuk menjadikan UKM sebagai usaha yang tangguh dan mandiri dalam perekonomian nasional. Dalam proses pemberdayaan melibatkan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang kondusif dan melakukan pembinaan dan pengembangan berupa bimbingan dan bantuan lainnya. Memang banyak UKM yang masih menghadapi kendala yaitu lingkungan yang tidak kondusif untuk berusaha, misalnya, ijin yang sulit memberatkan usaha UKM. Dalam upaya pemberdayaan usaha kecil pemerintah membuat aturan kebijakan pendanaan, aturan tersebut ditetapkan dalam rangka membantu UKM untuk bisa tumbuh lebih sehat, pemberdayaan melalui kemitraan dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) pendekatan semacam ini tidak cepat dilihat buahnya (quick yielding), melainkan merupakan investasi jangka panjang yang buahnya mungkin dinikmati setelah beberapa waktu, namun, setiap investasi jangka panjang biasanya juga memiliki daur hidup yang relatif panjang pula. Sekali berhasil membangun suatu generasi pengusaha muda yang tangguh dan andal, maka hal serupa akan mengalami replikasi untuk generasi-generasi berikutnya, proses semacam ini akan terus terjadi secara berulang-ulang sehingga roda pembangunan berputar dengan sendirinya. Dengan demikian, suatu ketika setiap daerah akan memiliki pengusaha daerah yang tangguh dan mandiri. Diharapkan dari pengusaha UKM harus secara proaktif memikirkan hal ini dan terjun langsung sebagai wirausaha dalam rangka memperkokoh perekonomian masing masing daerah.

Peningkatan Peran Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa Di BUMN / BUMD

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam perekonomian masyarakat Indonesia. UMKM mampu memberikan dampak secara langsung terhadap kehidupan masyarakat, sehingga UMKM dapat menjadi sarana pengentasan kemiskinan, sarana untuk meratakan tingkat perekonomian rakyat kecil, serta memberikan pemasukan penerimaan bagi negara. Dalam rangka meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam upaya pemerataan tingkat perekonomian rakyat melalui peningkatan daya saing produk-produk UMKM, maka BUMN sebagai agen pembangunan perlu secara aktif terlibat dalam pengembangan UMKM melalui pemberdayaan UMKM di setiap pengadaan barang dan jasa termasuk di BUMN (Surat Edaran Nomor Se-10/Mbu/08/2020) maupun BUMD, serta sektor-sektor lainnya yang banyak memberdayakan UMKM.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸

 

  Bimbingan Teknis Energi Dan Pertambangan  

Manajemen Pertambangan Rakyat Bagi Instansi Pemerintah       

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Pemerintah baik Pemerintah Pusat/Daerah dalam mengelola daerah atau wilayah pertambangan, utamanya Pertambangan Rakyat, antara lain tata cara penambangan, kesesuaian peralatan, perencanaan tambang yang sesuai dengan kaidah keselamatan dan kepedulian lingkungan, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Daerah selaku penerbit Izin Pertambangan Rakyat, memerlukan aparat yang kompeten. Inspektur Tambang bertugas sebagai penangung jawab pengamanan teknis, Keberadaan Pertambangan Rakyat, perlu kebijakan khusus yang mengatur tentang tata cara pengelolaan teknis Pertambangan Rakyat yang baik sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menyelesaian Pemetaan Tata Ruang dan Wilayah yang lebih menyeluruh, menetapkan Moratorium Ijin Pertambangan Baru dan membenahi terlebih dulu ijin tambang yang sudah ada, menyiapkan konsep pertambangan yang berlanjutan dan payung hukum bagi Pemerintah dalam pengelolaan pertambangan, serta pendekatan multi arah yang mendorong diversifikasi ekonomi dan tidak hanya mengandalkan pada pengelolaan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sehingga Good Mining Practice dapat tercapai, Salah satu bagian penting dari tujuan pertambangan adalah Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Artinya dalam setiap pengembangan dan pemanfaatan Sumberdaya Mineral dan Batubara harus berkesinambungan dan/atau terbarukan dengan kegiatan ekonomi lainnya setelah Pasca tambang.

Mekanisme Evaluasi Dokumen Amdal Pertambangan

AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL yaitu meliputi aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Kegiatan rehabilitas atas kerusakan/ pencemaran yang ditimbulkan kegiatan operasional produksi, pengelolaan hasil atau aktivitas tambang lainnya mengacu pada rencana peruntukan lahan pasca tambang yang sesuai dengan kondisi pra tambang. Rencana rehabilitasi ini disusun jauh sebelum aktifitas proyek dimulai, bertujuan menciptakan kondisi yang lebih agar bisa dimanfaatkan untuk hal yang lebih produktif pada pasca tambang. Dari hal tersebut diatas perlu adanya evaluasi yang diharapkan agar pengelolaan lahan (kehutanan, pemda, masyarakat atau swasta, instansi terkait) dapat berkoordinasi dan terintegrasi dalam optimalisasi sumberdaya alam tambang bagi pengembangan ekonomi masyarakat dan pengembangan wilayah sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1211 K / 008 / MPE / 1995 dan keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 336K /DDJP/1995.

Tata Cara Pengawasan Teknik Pertambangan

Pengawasan pertambangan mineral dan batubara menjadi tanggung jawab menteri dimana menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan tersebut meliputi administarasi/tata laksana, operasional, kompetensi aparatur, dan pelaksanaan program pengelolaan usaha pertambangan. Pengawasan Teknis Pertambangan Mineral dan Batubara, pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan, terdiri dari, 1)   Pengawasan Teknis Pertambangan Mineral dan Batubara, 2) Pengawasan pemasaran, 3) Pengawasan keuangan meliputi perencanaan anggaran, realisasi anggaran, realisasi investasi dan pemenuhan kewajiban pembayaran, 4) Pengawasan pengelolaan data mineral dan batubara terdiri dari pengawasan terhadap kegiatan perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan dan pemusnahan data dan/atau informasi, 5) Pengawasan Konservasi Sumberdaya Mineral dan Batubara, 6) Pengawasan Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan, 7) Pengelolaan Keselamatan Operasi Pertambangan, yaitu menyangkut (a) sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi dan peralatan pertambangan, (b) pengamanan instalasi, (c) kelayakan sarana, prasarana instalasi dan peralatan pertambangan, (d) kompetensi tenaga teknik dan (e) evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Pertanahan  

Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa Dalam Menangani Masalah Dan Konflik Pertanahan Di Desa / Kelurahan

Untuk meningkatkan Kapasitas Aparatur Desa/Kelurahan dalam upaya menangani masalah Pertanahan dan menangani konflik urusan Pertanahan, Hal ini dimaksudkan untuk Peningkatan Kinerja Aparatur Desa yang menangani urusan Pertanahan, agar nantinya para Aparatur di Desa/Kelurahan untuk urusan Pertanahan ini tidak ketinggalan informasi dan pelayanan terhadap masyarakat tetap berjalan sesuai perundang-undangan yang berlaku. Sehingga masalah-masalah Konflik dan Sengketa Pertanahan di Desa/Kelurahan dapat ditangani dengan tepat dan cepat.

Pemahaman Dan Solusi Penyelesaian Sengketa Pertanahan Di Daerah

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dewasa ini masalah pertanahan belum dapat dipecahkan sebagimana yang diharapkan, bahkan semakin rumit sejalan dengan meningkatnya berbagai kegiatan pembangunan dan aktivitas masyarakat itu sendiri. Media massa cetak maupun elektronik telah melaporkan berbagai sengketa pertanahan yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, dengan berbagai variasi masalah dan kecenderungan dampak buruk lainya. Dalam hal ini pemerintah yang mempunyai otoritas haruslah tanggap dan cepat andil dalam menyelesaikan sengketa pertanahan ini sehingga tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh semua pihak.

Administrasi Pertanahan Bagi Aparatur Pemerintah Serta Petunjuk Teknis Pengadaan Tanah

(PERPRES Nomor 99 Tahun 2014)

Administrasi pertanahan bagi aparatur pemerintah adalah hal yang mutlak dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Badan Pertanahan Nasional, aparatur didalamnya haruslah transparan dan akuntable termasuk didalamya adalah Pelayanan Publik untuk melayani masyarakat tanpa mempersulit Birokrasi dan Administrasi. Oleh karena itu dalam rangka percepatan dan efektivitas penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang bekerjasama dengan badan usaha, dipandang perlu mengubah Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dengan tetap menjaga Tata Kelola Pemerintahan yang baik.

Mekanisme Pendanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Sesuai Dengan PERPRES Nomor 66 Tahun 2020

Proyek Strategis Nasional (PSN) adalah proyek-proyek infrastruktur Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dianggap strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan di daerah. PSN diatur melalui Peraturan Presiden, sementara pelaksanaan proyeknya dilakukan secara langsung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau badan usaha serta Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU), dengan mengutamakan penggunaan komponen dalam negeri. Landasan hukum dari Proyek Strategis Nasional adalah Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 yang direvisi menjadi Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 dan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2018.

Proyek Strategis Nasional diharuskan memenuhi unsur kriteria dasar, kriteria strategis, dan kriteria operasional. Unsur kriteria dasarnya adalah kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur, serta memiliki kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah sepanjang tidak mengubah Ruang Terbuka Hijau. Kriteria strategis mengacu kepada manfaat proyek tersebut terhadap perekonomian, kesejahteraan sosial, pertahanan, keamanan nasional, serta konektivitas dan keragaman distribusi antar pulau. Sementara itu, kriteria operasional yang harus dipenuhi adalah adanya kajian pra studi kelayakan dan nilai investasi harus di atas Rp 100 miliar atau proyek berperan strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan masuk daftar Proyek Strategis Nasional, sebuah proyek infrastruktur memperoleh beberapa keunggulan berupa percepatan pembangunan, karena setiap hambatan baik regulasi dan perizinan wajib diselesaikan oleh para menteri terkait, gubernur hingga bupati. Selain itu, proyek PSN juga mendapat manfaat percepatan waktu penyediaan lahan dan jaminan keamanan politik

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Pertanian  

Analisis Ketersediaan Pangan Utama, PPH Dan NBM

Untuk mendukung ketahanan pangan nasional, maka strategi pemantapan ketahanan pangan di masa depan perlu mengantisipasi berbagai kondisi tersebut. Pendekatan pembangunan ketahanan pangan di masa depan perlu memprioritaskan ketersediaan ketahanan pangan utama dengan pola manajemen desentralisasi sebagai konsekuensi dan diterapkannya kebijakan otonomi wilayah. Dalam hal ini peran serta pemerintah daerah dan masyarakat menjadi kunci utama strategi peningkatan dan pemantapan ketahanan pangan di wilayah itu sendiri. Sementara itu pemerintah (pusat dan daerah) lebih berperan sebagai fasilitator dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan ketahanan pangan. Pola Pangan Harapan (PPH) komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya, tujuannya untuk menghasilkan suatu komposisi norma (standar) pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk, yang mempertimbangkan keseimbangan gizi (nutrition balance) berdasarkan cita rasa (palatability), daya cerna (digestibility), daya terima masyarakat (acceptability), kuantitas dan kemampuan daya beli (affordability). Begitu pula Neraca Bahan Makanan (NBM) menyajikan jumlah pangan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk per kapita dalam kg/thn atau gr/hr serta dalam bentuk zat gizi tertentu yaitu kalori (kkal/hr), protein (gram/hr), lemak (gram/hr).

Analisis Ketersediaan Pangan Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Dan Pola Pangan Harapan (PPH)

Untuk mendukung ketahanan pangan nasional, maka ada empat target Sukses Pertanian :

- Swasembada Berkelanjutan

- Diversifikasi Pangan               

- Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

- Peningkatan Kesejahteraan Petani

Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (DRA) (KEMENKES, 2005) kecukupan rata-rata gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal Penetapan AKG di Indonesia dilakukan setiap 5 thn sekali melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) Pola Pangan Harapan (PPH) komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari 9 kelompok pangan dengan mempertimbangkan segi daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya dan agama.

Metode Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM)

Penyusunan neraca bahan makanan disusun sebanyak 2 kali setiap tahunnya, yaitu neraca bahan makanan sementara dan neraca bahan makanan tetap. Disamping itu juga disusun data ketersediaan pangan angka bulanan dengan menggunakan metode perhitungan seperti metode neraca bahan makanan, namun baru terbatas beberapa komoditas, seperti padi dan palawija, sedangkan data peternakan data triwulanan, data perikanan tiap semester. Hal ini terkait dengan ketersediaan data dari dinas/instansi terkait, selain NBM, BKPP juga menyusun analisis pola panen bulanan untuk komoditi padi palawija berdasarkan angka prognosa, angka ramalan I dan angka ramalan II, serta prognosa permintaan bahan pangan menjelang hari besar keagamaan nasional (HBKN).

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Pariwisata  

Pengembangan Dan Pengelolaan Wilayah Pariwisata Sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Sektor Pariwisata merupakan industri jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui dampak pariwisata terhadap perekonomian adalah banyaknya wisatawan baik domestik maupun mancanegara, sehingga hotel, restoran, biro perjalan, transportasi merasakan langsung dampak positifnya, sama halnya dengan pemerintah daerah melalui PAD nya juga dapat merasakan dampak yang signifikan, sehingga PAD disetiap daerah menjadi baik, untuk itu peran pemda sangatlah diperlukan agar dapat mengembangkan dan mengelolah wilayah wisata yang ada. Dalam UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijaksanaan dan arahan bagi Daerah dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, juga menetapkan pengaturan yang cukup rinci untuk menjamin prosedur umum perpajakan dan Retribusi Daerah. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagai subsistem Pemerintah Negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintah dan pelayanan Masyarakat sebagai Daerah Otonomi. Dalam rangka mengoptimalisasikan Pendapatan Asli Daerah, maka sektor Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai sumber keuangan yang paling diandalkan. Sektor Pajak Daerah tersebut antara lain Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame.

Peningkatan Kemampuan Aparatur Dalam Pengembangan Program Kepariwisataan Dan Ekonomi Kreatif

Perubahan cara berfikir masyarakat Indonesia yang demokratis membawa kesuatu kondisi yang mengharuskan aparatur pemerintah mengubah etos kerja dan pola pikir, dari dilayani menjadi melayani masyarakat dengan pelayanan prima (service of excelence). Hal ini dapat dilakasanakan apabila aparatur pemerintah memiliki kapasitas yang memadai dalam melaksanakan tugasnya. PAREKRAF mempunyai peranan penting dalam menyukseskan agenda pembangunan nasional, untuk itu Pemerintah menyadari pentingnya ekonomi kreatif, sehingga pemerintah menetapkan tahun 2009 sebagai tahun ekonomi kratif. Pemerintah mengeluarkan INPRES Nomor 6 Tahun 2009 tentang pengembangan ekonomi kreatif, serta keluarnya Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya KEMENPAREKRAF Nomor 01/SK/KB/BPSD/PEK/I/2012 Tentang pedoman penyelenggaraan kapasitas SDM Aparatur/Industri/ Masyarakat bidang parekraf di daerah. Untuk itu kepada masing-masing pimpinan SKPD yang mendapatkan dana dekonsentrasi untuk peningkatan kapasitas SDM Aparatur/Industri/Masyarakat bidang parekraf di daerah wajib mengikuti pedoman ini.

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional

Kepariwisataan adalah kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional yang selanjutnya disebut dengan RIPPARNAS adalah dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan nasional untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2025. Daerah Tujuan Pariwisata yang atau Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya Kepariwisataan. Industri Pariwisata dan Kelembagaan Kepariwisataan memuat visi, misi, tujuan sasaran arah pembangunan kepariwisataan nasional dalam kurun waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2025, Adapun Pemasaran Pariwisata yang sinergis, unggul, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸


  Bimbingan Teknis Lingkungan Hidup  

Optimalisasi Pengawasan Dan Pencegahan Dampak Lingkungan

Pengawasan lingkungan hidup adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan/atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah untuk mengetahui, memastikan, dan menetapkan tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh Pegawai Negeri yang mendapat surat tugas untuk melakukan pengawasan lingkungan hidup atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di pusat atau daerah. Pengawasan dan pencegahan dampak lingkungan haruslah selalu dapat dilakukan dengan langkah-langkah sistematis dan menyeluruh, sehingga tujuan yang diharapkan dapat segera terealisasi. Begitu pula dengan pencegahan pencemaran lingkungan, yaitu 1. Secara Administratif Upaya pencegahan pencemaran lingkungan yang dilakukan dengan cara mengeluarkan kebijakan atau peraturan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. 2. Secara Teknologis Cara ini ditempuh dengan mewajibkan misalnya pabrik untuk memiliki unit pengolahan limbah sendiri. 3. Secara Edukatif Cara ini ditempuh dengan melakukan penyuluhan terhadap masyarakat akan pentingnya lingkungan dan betapa bahayanya pencemaran lingkungan.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah kajian yang harus dilakukan pemerintah daerah sebelum memberikan izin pengolahan lahan maupun hutan. KLHS tertuang dalam UU. Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembuatan KLHS ditujukan untuk memastikan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan suatu wilayah, serta penyusunan kebijakan dan program pemerintah. Menurut undang-undang tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, KLHS harus dilakukan dalam penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan jangka menengah dan panjang, kebijakan dan program yang berpotensi menimbulkan dampak dan atau risiko terhadap lingkungan hidup. Mekanisme pelaksanaan KLHS meliputi pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah, perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan dan program serta rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan dan program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. KLHS sendiri menurut ketentuan harus memuat kajian mengenai kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan, perkiraan mengenai dampak dan risiko terhadap lingkungan hidup.

Penilaian Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL)

Dalam proses penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)  Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) dilakukan beberapa tahap antara lain Penerimaan dokumen ANDAL, RKL dan RPL, Melakukan evaluasi dokumen ANDAL, RKL dan RPL tentang kelengkapan administrasi untuk mengetahui dokumen ANDAL, RKL dan RPL tersebut layak untuk dinilai, Penilaian Dokumen ANDAL, RKL dan RPL oleh Tim Teknis/Komisi Penilai AMDAL, Membuat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup apabila semua rangkaian pelaksanaan penilaian dokumen ANDAL, RKL dan RPL telah dilaksanakan dan memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan dibidang AMDAL. Produk akhir dari proses penilaian dokumen AMDAL adalah dikeluarkannya keputusan kelayakan lingkungan hidup (SKKL). Dalam proses penilaian AMDAL, sebelum akhir dari semua rangkaian kegiatan AMDAL yang perlu diperhatikan adalah Izin prinsip dari yang berwenang berupa izin prinsip kegiatan dan izin prinsip lokasi. Keputusan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) sebagai dasar untuk menyusun dokumen ANDAL, RKL dan RPL. Rekomendasi kepala instansi lingkungan hidup yang menyatakan bahwa proses penilaian AMDAL telah dilakukan sesuai aturan yang berlaku dan hasil proses penilaian AMDAL, sebagai dasar untuk dikeluarkannya SKKL.

Lingkungan AMDAL Serta Metode Penyusunan UKL-UPL Dan SPPL

Audit Lingkungan Amdal Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.  Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL. Lebih spesifik lagi adalah Audit Amdal dalam penyusunan Tipe A, B, C, dan UKL UPL dan SPPL. Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan.  Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia. UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.

Pedoman Dasar Pengelolaan B3 Dan Limbah B3 Terhadap Dampak Lingkungan (PP Nomor 101 Tahun 2014)

Berdasarkan PP Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Melaksanakan ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu  menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Pengurangan Limbah B3 adalah kegiatan Penghasil Limbah B3 untuk mengurangi jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun dari Limbah B3 sebelum dihasilkan dari suatu usaha dan/atau kegiatan. Tahapannya adalah Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup, Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah B3, Pembinaan, Pengawasan, Pembiayaan, Sanksi administrative. Pengelolaan Limbah B3 harus dilakukan secara terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup lainnya dan Lingkungan Hidup.

Teknologi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan              

Sampah telah menjadi masalah serius bagi masyarakat dan pemerintah, karena jumlahnya terus bertambah dan berdampak kesegala aspek kehidupan. Masalah menjadi lebih rumit, ketika energi yang diandalkan bagi masyarakat dan industri, yaitu energi fosil, semakin mahal dan langka. Kondisi tersebut melahirkan gagasan menggunakan sampah sebagai sumber energi terbarukan. Pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan memiliki potensi yang besar, karena jumlah sampah yang cukup banyak dan komposisi yang memiliki kandungan energi yang tinggi. Teknologi biogas dan teknologi Insinerator terintegrasi landfill yaitu dengan partisipasi masyarakat dan pemerintah dari hilir, menggunakan metode pembakaran, seperti pembakaran oxyfuel di pembangkit listrik, dan juga sistem limbah-ke-energi atau waste to Energy (WTE), atau mengubah limbah NewCO2Fuels (NCF). Teknologi ini didasarkan pada dua teknologi 1) Berkonsentrasi energi matahari untuk membuat dan perpindahan panas hingga 1.200 C, 2), memisahkan air (H2O) menjadi hidrogen (H2) dan oksigen (O2). Campuran CO dan H2-ie, syngas-kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar gas (misalnya, di pembangkit listrik), atau dikonversi menjadi bahan bakar cair (misalnya, metanol atau bahan bakar sintetis lainnya), dan masih bayak lain alternatif lainnya. Dengan demikian sangatlah penting peran masyarakat dan pemerintah dalam tatakelola sampah itu sendiri.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸


  Bimbingan Teknis Pemetaan / GIS / Geospasial   

Pelatihan Sistem Informasi Geografi Berbasis Web (WebGIS)

WebGIS merupakan aplikasi Geographic Information System (GIS) yang dapat diakses secara online melalui internet/web. Pada konfigurasi WebGIS ada server yang berfungsi sebagai MapServer yang bertugas memproses permintaan peta dari client dan kemudian mengirimkannya kembali ke client. Dalam hal ini pengguna/client tidak perlu mempunyai software GIS, hanya menggunakan internet browser seperti Internet Explorer, Mozilla Fire Fox, atau Google Chrome untuk mengakses informasi GIS yang ada di server berupa peta digital dapat ditampilkan atau diakses oleh orang lain. Bimbingan Teknis ini mempelajari dasar-dasar HTML, CSS, dan JavaScript. Ada Tiga Metode yang kami tawarkan antara lain, pertama dengan menggunakan HTML dan JavaScript, kedua dengan menggunakan Postgis dan Postql, dan Ketiga menggunakan Leaflet QgisWeb dengan Customisasi pada script.

Pelatihan Tata Cara Penggunaan Drone Untuk Pemetaan (Drone For Mapping)

Pemanfaatan drone untuk pemetaan telah banyak digunakan dalam berbagai bidang, antara lain tata ruang, kehutanan, dan kelautan. Pelatihan ini untuk mempelajari secara teknis penggunaan drone dalam bidang pemetaan, baik pemetaan area kecil hingga sedang, dan skala besar, difakuskan untuk melakukan pemetaan secara professional dengan hasil yang akurat. Diharapkan setelah mengikuti pelatihan ini perserta mampu melakukan pemetaan dengan menggunakan drone.

Pelatihan Survey Terestris

Survey terestris adalah metode survey pada tingkat detail dengan cara melakukan pengamatan dan pengumpulan data yang berada dipermukaan bumi menggunakan alat seperti Total Station dan GPS, biasanya survey ini bertujuan untuk menghasilkan peta skala besar untuk keperluan perencaan dan rekayasa teknik. Pelatihan survey terestris ini menggunakan dua cara yaitu total station (TS) dan GPS Geodetik dengan berbagai metode. Pelatihan dimulai dengan memberikan dasar dan teori pemetaan terestris kemudian dilanjutkan dengan praktik secara langung sampai pada proses menjadi peta siap cetak. Salah satu materi yang akan dibahas dalan kegiatan ini adalah Data studio hasil Total Station dan penyajian peta hasil pengukuran Total Station (hasil akhir berupa Peta Topografi) menggunakan perangkat lunak pemetaan (cara download data, cara mengolah data dan cara layouting peta).

Geographic Information System (GIS) Tingkat Dasar

GIS (Geographic Information System) tingkat dasar atau di Indonesia dikenal SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah sistem aplikasi untuk pengelolaan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan) yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berkoordinat geografi. Tujuan pokok dari pemanfaatan GIS adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan disimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek,  misalnya bisa membantu merencanakan pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi maupun menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau yang lainya. Hampir semua bidang yang bekerja dengan informasi memerlukan GIS, di antaranya bidang pertanian, kesehatan, perikanan, kehutanan, perkotaan, tambang, lingkungan, transportasi dan lain-lain. Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama data yang diolah memiliki refrensi geografi.

Geographic Information System (GIS) Tingkat Lanjut

Pelatihan ini merupakan kelanjutan dari pelatihan GIS dasar, sehingga peserta yang mengikuti pelatihan ini diutamakan adalah peserta yang pernah mengikuti pelatihan GIS dasar, atau setidaknya telah mengerti tentang GIS dasar karena dalam pelatihan ini materi seluruhnya diarahkan kepada analisis dan studi kasus pada berbagai bidang. Misalnya bidang geografi, kehutanan, kelautan, lingkungan, Kesehatan. Salah satu materi yang akan dibahas adalah Pemanfaatan GIS dan Penginderaan Jauh untuk analisis sumberdaya pesisir dan kelautan serta materi materi yang lainnya

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh data lapangan tanpa harus kontak langsung dengan objek, dengan kata lain melalui penginderaan jauh ini pengukuran lapangan dapat di minimalisir. Bimbingan Teknis ini mempelajari teknis pengolahan citra penginderaan jauh dan foto udara secara digital yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan analisis geografi dan bidang lainnya, akan dijelaskan dari awal perolehan data, penyiapan data, pengolahan data, dan penyajian citra (layout)  serta cara interpretasi foto udara secara manual.

Beberapa fungsi penginderaan jauh antara lain :

-  Mendeteksi perubahan luas penggunaan lahan baik skala Desa, Kecamatan, kota/kabupaten, dan Provinsi

-  Mendeteksi perubahan luasan hutan secara time series

-  Mendeteksi titik kebakaran api

-  Menganalisis perubahan garis pantai (abrasi dan akresi)

-  Pemetaan zona potensi penangkapan ikan

-  Pemetaan kerusakan terumbu karang

-  Dan lain-lain

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Perpajakan  

Kewajiban Perpajakan Bagi Bendahara Pengeluaran SKPD

Setiap belanja pemerintah baik Belanja Barang, Modal, Pegawai atau Belanja lainnya, Bendahara Pemerintah atau Bendahara Lembaga Negara harus melakukan Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).  Bendahara Pemerintah memiliki peran yang juga penting untuk memasukan Penerimaan Pajak untuk APBN. Kewajiban Perpajakan para Bendahara tersebut ternyata tidak dibarengi dengan penerapan ketentuan Perpajakan yang up date. Aturan Perpajakan yang sering mengalami perubahan menjadikan banyak Bendahara keliru dalam melakukan Pemotongan atau Pemungutan Pajaknya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya temuan unit Pemeriksa Instansi (Inspektorat) juga BPK berkaitan dengan Kewajiban Perpajakan Instansi Pemerintah tersebut.

Tata Cara Pengisian Dan Pelaporan Pengisian e-SPT Bagi Instansi Pemerintah      

Aplikasi e-SPT atau disebut dengan Elektronik SPT adalah aplikasi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT. Kelebihan Aplikasi e-SPT adalah, penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk media CD/disket Data Perpajakan terorganisir dengan baik sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer, kemudahan dalam membuat laporan pajak  data yang disampaikan WP (wajib pajak) selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan menggunakan sistem computer, menghindari pemborosan penggunaan kertas, berkurangnya pekerjaan-pekerjaan klerikal perekaman SPT yang memakan sumber daya yang cukup banyak. Hal ini berdasarkan dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor per- 14/PJ/2013.

Pedoman Dan Mekanisme Pemungutan PBB P2 Oleh Kabupaten / Kota

Sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 28 Tahun 2009 maka Pajak PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) akan dialihkan menjadi Pajak Daerah dan akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota selambat-lambatnya mulai 1 Januari 2014. Untuk itu setiap Kabupaten/Kota sudah mulai menyiapkan segala sesuatunya sesuai dengan arahan yang dituangkan dalam Peraturan Bersama MENKEU Nomor 213/PMK.07/2010 dan MENDAGRI Nomor 58 Tahun 2010. Cara Pengelolaan PBB-P2 ini tentunya berbeda dibandingkan dengan BPHTB yang sudah dikelola sebelumnya oleh PEMDA Kabupaten/Kota, perbedaan ini antara lain terletak pada sistem pemungutan pajaknya. Pengelolaan Pemungutan BPHTB lebih mengarah pada Self Assessment System dimana otoritas pajak memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menuntukan sendiri besarnya Pajak yang terutang, sedangkan untuk PBB-P2 pengelolaannya lebih cenderung pada Official Assessment System dimana fiskus diberikan wewenang untuk menuntukan besarnya Pajak yang terhutang.

Implementasi Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sesuai Dengan PP Nomor 29 Tahun 2020

Dengan ditetapkannya Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Corona sebagai pandemik oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) berdampak pada aktivitas sosial, ekonomi, dan kehidupan masyarakat di Indonesia. Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) memerlukan adanya respon tanggap dari Pemerintah. Keterbatasan dana Pemerintah memerlukan peran serta masyarakat tidak hanya untuk melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa juga mobilisasi dana masyarakat, peran aktif sukarelawan Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan termasuk tenaga pendukung kesehatan, mobilisasi sarana dan/atau prasarana dan industri Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Dampak ekonomi pada sektor keuangan terutama pasar modal menyebabkan perlu adanya intervensi Pemerintah dalam bentuk kebijakan pembelian kembali saham perusahaan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas pasar modal. Oleh karena itu, diperlukan fasilitas pajak untuk mendukung sumbangan dari masyarakat, ketersediaan Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan, pengerahan harta milik masyarakat, produksi Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan stabilitas pasar saham. Fasiltas pajak ini bertujuan untuk mendukung Indonesia bersatu serta menumbuhkan kesadaran pajak di masyarakat sehingga memerlukan payung hukum dalam bentuk Peraturan Pemerintah.

Optimalisasi Potensi Pajak Dan Retribusi Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah, untuk memantapkan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Pajak Daerah dan Pajak Nasional merupakan suatu sistem perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan Pajak Daerah dilakukan secara terpadu dengan Pajak Nasional. Pembinaan ini dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara Pajak Pusat dan Pajak Daerah saling melengkapi, meskipun beberapa Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah ditetapkan dalam suatu undang-undang, namun hasil penerimaan pajak dan retribusi saat ini diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), khususnya bagi daerah kabupaten dan kota. Salah satu penyebabnya karena potensi pajak dan retribusi tersebut belum digarap secara optimal, pengetahuan mengenai pajak dan retribusi daerah, perhitungan tarif dan sistem, prosedur pemungutan, potensi optimalisasi, dan juga titik kritis dalam sistem dan prosedur pemungutan Pajak diperlukan untuk dapat membantu melihat peluang tersebut. Dalam upaya Optimalisasi PAD ini, dibutuhkan Pejabat Perencana Pengelola PAD yang ahli dalam mengelolanya dan memaksimalkan Potensi Pajak dan Retribusi.

Perpajakan Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah       

Kepatuhan Penyedia Jasa terhadap Perpajakan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi Penyedia Barang/Jasa ketika ingin mengikuti proses Pelelangan Barang/Jasa Pemerintah. Penyedia Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai Wajib Pajak (WP) sudah memiliki NPWP dan telah memenuhi Kewajiban Perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki Laporan Bulanan PPh Psl 21, PPh Psl 23 (bila ada transaksi), PPh Psl 25/Psl 29 dan PPN (bagi pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 bulan terakhir dalam tahun berjalan. Persyaratan pemenuhan Kewajiban Pajak tahun terakhir dengan dengan penyampaian SPT tahunan dan SPT masa berjalan dapat diganti oleh Penyedia Barang/Jasa dengan penyampaian Surat Keterangan Fiskal (SKF) yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanana Pajak (KPP). Dalam Proses Pelelangan, pemenuhan persyaratan Perpajakan dapat kita lihat dalam Formulir Isian Kualifikasi yang disampaikan oleh Penyedia Jasa. Adalah tugas ULP/Panitia Pengadaan Barang/Jasa dalam hal melakukan Evaluasi dan Klarifikasi atas Dokumen Kualifikasi yang disampaikan peserta, sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan yang dapat merugikan Penyedia Barang/Jasa dan bisa dijadikan materi sanggah.

Kewajiban Perpajakan Instansi Pemerintah

Pihak pemerintah atau lembaga pemerintah pun memiliki peran dan kewajiban dalam Bidang Perpajakan atas setiap belanja pemerintah baik belanja barang, modal, pegawai atau belanja lainnya, Bendahara Pemerintah atau Bendahara Lembaga Negara harus melakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Bendahara Pemerintah memiliki peran yang juga penting untuk memasukan Penerimaan Pajak untuk APBN. Kewajiban Perpajakan para Bendahara tersebut ternyata tidak dibarengi dengan penerapan ketentuan Perpajakan yang up date, aturan perpajakan yang sering mengalami perubahan menjadikan banyak Bendahara keliru dalam melakukan pemotongan atau pemungutan pajaknya.  Hal ini dapat dilihat dari banyaknya temuan unit Pemeriksa Instansi (Inspektorat) juga BPK.

Administrasi Perpajakan Instansi Pemerintah

Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah mempunyai kewajiban perpajakan yang agak berbeda dengan wajib pajak badan dan orang pribadi. Hal ini terjadi karena Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah hanya mempunyai kewajiban Pemotongan dan Pemungutan atas pengeluaran/belanja barang/jasa/modal yang sumber dananya berasal dari APBN dan/atau APBD, pengertian APBN dan/atau APBD termasuk juga penerimaan pemerintah yang tidak dimasukkan dalam APBN dan/atau APBD seperti penerimaan dari masyarakat yang diterima oleh BLU (Badan Layanan Umum) dan penerimaan Desa yang tertuang dalam APBDes yang tidak berasal dari APBN dan/atau APBD. Bendahara Pemerintah adalah bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN atau APBD yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Provinsi, Kabupaten, dan Kota serta bendahara pengelola APBDes.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Kebencanaan / Kebakaran  

Teori Pencegahan Dan Penanggulangan Kebakaran Gedung

Bahaya kebakaran merupakan suatu ancaman bagi keselamatan jiwa manusia maupun harta benda, khususnya kebakaran gedung secara langsung akan mempengaruhi kegiatan pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan lainnya.  Bimbingan Teknis ini untuk memberikan informasi yang jelas mengenai penanggulangan kebakaran kepada setiap pegawai, karyawan/ti yang menempati gedung guna mengetahui petunjuk pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran maupun pertolongannya sesuai prosedur yang ada. Peserta Bimbingan Teknis diberikan penjelasan secara teoritis mengenai bahaya kebakaran gedung dan penanggulangannya, untuk mencegah kejadian kebakaran dan mengurangi dampak yang ditimbulkannya, diperlukan tingkat pengetahuan tentang api yang memadai. Banyak faktor yang bisa mempercepat terjadinya bahaya api atau kebakaran bahkan ledakan, faktor-faktor tersebut kadang-kadang kurang diperhatikan oleh kebanyakan orang, padahal upaya pencegahan kebakaran lebih mudah dan lebih murah dibandingkan upaya penanggulangannya, karena itulah upaya pencegahan kebakaran lebih diutamakan.

Penanggulangan Bencana Dan Rehabilitasi Pasca Bencana

Penanggulangan Bencana Indonesia telah melahirkan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk merealisasikan Undang-Undang tersebut, telah diterbitkan PP Nomor 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP Nomor 22 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bencana, PP Nomor 23 tentang Peran serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam menangani bencana bukan saja terletak pada ketersediaan perangkat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, tetapi juga implementasi perangkat kebijakan tersebut di lapangan. Penggeseran wewenang dari pusat ke daerah seringkali tidak diiringi pengalihan tanggung jawab pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. Bukan saja kegiatan-kegiatan tahapan rehabilitasi berhubungan dengan tahap Pra Bencana dan tanggap darurat tetapi juga berhubungan dengan tahapan Rekonstruksi Pasca Bencana. Oleh karena itu, Sinkronisasi dan koordinasi semestinya merupakan kata kunci Penanggulangan Bencana yang harus dilaksanakan oleh berbagai pihak. Selanjutnya Rehabilitasi Pasca Bencana Ini dilakukan melalui kegiatan, perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, pemulihan fungsi pelayanan publik. Kegiatan Rehabilitasi Pasca Bencana harus memperhatikan pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan, kondisi sosial, adat istiadat, budaya dan ekonomi.

Perencanaan Penanggulangan Bencana Dan Pengurangan Risiko Bencana

Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan banyak pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dan dunia bahwa banyaknya korban jiwa dan harta benda dalam musibah tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana. disamping itu, kejadian-kejadian bencana tersebut semakin menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan dalam penanggulangan bencana.

Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)

Meningkatnya kejadian atau peristiwa kebakaran dan bencana lainnya di berbagai daerah propinsi, Kabupaten atau Kota-kota di Indonesia semakin diperlukan penanganan yang lebih sistemik. Diperlukan suatu manajemen keselamatan terhadap bahaya kebakaran yang mengintegrasikan dan mensinergikan berbagai factor. Mengacu kepada model STPI (Science Technology Policy Implementation) ada 5 (lima) faktor utama yang sangat berperan, yakni kebijakan (policy), peraturan perundangan (legal devices), kelembagaan, mekanisme operasional dan pranata (standar, pedoman, manual). Dalam kaitan ini, telah diterbitkan PERMEN PU Nomor 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanganan Kebakaran di Perkotaan yang memuat berbagai ketentuan menyangkut penanganan bahaya kebakaran di perkotaan, kawasan dan bangunan. Dengan semakin meningkatnya kebakaran dan bencana (perkotaan) lainnya maka Peraturan tersebut telah disempurnakan menjadi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PERMEN) Nomor 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK).

Manajemen Pencegahan Dan Penanggulangan Bencana

Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan banyak pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dan dunia bahwa banyaknya korban jiwa dan harta benda dalam musibah tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana, disamping itu, kejadian-kejadian bencana tersebut semakin menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan dalam penanggulangan bencana. Indonesia terletak pada tiga lempeng bumi (Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik) sehingga dari posisi geografis ini memberikan dampak keuntungan dengan berlimpahnya sumberdaya alam seperti minyak bumi, batu bara, lautan dan hutan yang luas, namun sebaliknya juga bahaya bagi makhluk hidup yang tinggal di atasnya.

Manajemen Penanggulangan Kebakaran Di Perkotaan

Pengaturan manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan dimaksudkan untuk mewujudkan bangunan gedung, lingkungan, dan kota yang aman terhadap bahaya kebakaran melalui penerapan manajemen penanggulangan bahaya kebakaran yang efektif dan efisien. Pengaturan manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan bertujuan untuk terwujudnya kesiapan, kesigapan dan keberdayaan masyarakat, pengelola bangunan, serta dinas terkait dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸



  Bimbingan Teknis Metrologi Legal / Tera  

Mekanisme Penyelengaraan Kewajiban Pemeriksaan, Pengujian Tera Dan Tera Ulang                                   

Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP), yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan.

Reparatir Kemetrologian

Dalam rangka menunjang kegiatan tera/tera ulang, selain sumber daya manusia dan peralatan standar uji, peran reparatir sebagai petugas reparasi alat UTTP sangat diperlukan, khususnya pada kegiatan sidang tera ulang pasar, besarnya potensi alat UTTP di pasar, dan terbatasnya tenaga reparatir yang ada mendorong pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan pelatihan reparatir dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya dibidang kemetrologian, penggunaan alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang sesuai dengan standra kemetrologian, menciptakan tenaga yang terampil dan handal pada bidang reparasi atau perbaikan timbangan, menumbuhkan dan melahirkan reparatir-reparatir baru. Salah satu cara untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan barang sesuai dengan nilai ukur dan kondisi yang seharusnya adalah dengan menjamin timbangan atau takaran yang digunakan oleh pelaku usaha atau pedagang secara tepat dan benar, jaminan tersebut dilakukan melalui pelayanan tera dan tera ulang terhadap alat ukur dan timbangan oleh pemerintah daerah setempat, dengan demikian konsumen dapat memperoleh barang sesuai dengan ukuran yang seharusnya dengan nilai tukar yang dibayarkan.

Sosialisasi PERMENDAG Nomor 09 Tahun 2020 Tentang Fasilitasi Kegiatan Metrologi Legal

Untuk mendukung pelaksanaan kewenangan Metrologi Legal di daerah Kabupaten/ Kota yang meliputi pelayanan tera dan/atau tera ulang dan pengawasan metrologi legal, perlu dilakukan fasilitasi kegiatan metrologi legal, Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya yang selanjutnya disingkat UTTP adalah alat-alat, sedangkan Penera adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pelayanan kemetrologian. Pelaksanaan fasilitasi kegiatan metrologi legal meliputi, pelaksanaan tera dan/atau tera ulang, pendampingan tera dan/atau tera ulang dan  dukungan sumber daya manusia metrologi legal

Pelayanan Tera Dan Tera Ulang Sebagai Upaya Percepatan Pelayanan

Dalam rangka percepatan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa kewenangan Metrologi Legal berada di tangan Pemerintah Kabupaten/Kota, maka dengan demikian bidang kemetrologian dapat menjadi salah satu sektor yang menjadi sumber pandapatan asli daerah yaitu melalui retribusi jasa pelayanan tera dan tera ulang UTTP yang  pelaksanaannya berlandaskan pada undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (UUML), Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan untuk Ditera dan atau Ditera Ulang serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 78/M-DAR/PER/11/2016 tentang Unit Metrologi sebelum diundangkanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 bahwa pelaksanaan pelayanan Tera dan Tera  Ulang UTTP menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Kegiatan pelayanan tera dan tera ulang merupakan suatu kegiatan pelayanan kepada pelaku usaha dan perseorangan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan umum atau tertib niaga dan perlindungan konsumen, dalam hal kebenaran pengujian, pengukuran, penakaran, penimbangan dan kalibrasi untuk menentukan ukuran yang paling pas atau sesuai standard yang telah ditentukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸