Bimbingan Teknis Pengadaan Barang / Jasa
Pemerintah
Implementasi PERPRES
Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas PERPRES Nomor 16 Tahun 2018 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah PERPRES Nomor 12
Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merupakan perubahan dari
PERPRES Nomor 16 Tahun 2018 dan juga sekaligus salah satu dari 49 peraturan
pelaksana Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang Undang Cipta Kerja dan PERPRES
mengatur ketentuan tentang prioritas penggunaan produk/jasa Usaha Mikro dan
Usaha Kecil serta Koperasi dan pengadaan jasa konstruksi yang pembiayaannya
bersumber dari APBN/APBD. Dalam aturan PERPRES
Nomor 12 Tahun 2021, keberpihakan pemerintah dalam mendukung Usaha Mikro,
Kecil, dan Koperasi, serta penggunaan produk dalam negeri dilakukan dengan
mengatur kewajiban bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) untuk
mengalokasikan paling sedikit 40 persen dari nilai anggaran belanja
barang/jasa. Perubahan nilai paket untuk Usaha Kecil diharapkan dapat
memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi para pelaku usaha, serta
terciptanya persaingan usaha yang sehat. Selain itu, aturan
ini bertujuan untuk pemenuhan SDM PBJ yang profesional sehingga mampu
mencapai tugas dan fungsi yang diemban, serta membentuk UKPBJ sebagai pusat
keunggulan “Center of Excellence” PBJ dengan tingkat kematangan level 3
(proaktif). Dengan PERPRES Nomor 12 Tahun 2021, harapannya dapat memberikan
kemudahan dan mempercepat proses pengadaan barang/jasa tanpa meninggalkan
tujuh prinsip dan etika pengadaan. Untuk
menindaklanjuti penerbitan PERPRES Nomor 12 Tahun 2021 ini, LKPP akan
merevisi dan menerbitkan sejumlah peraturan LKPP baru diantaranya peraturan
LKPP tentang Perencanaan Pengadaan, Pemilihan Penyedia, e-Marketplace, Tender
Internasional, dan sejumlah peraturan lainnya. PERPRES Nomor 12 Tahun 2021
ini mulai berlaku sejak ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan
pada tanggal 2 Februari 2021. Dengan diberlakukan
PERPRES Nomor 12 Tahun 2021 terbaru ini diharapkan dapat : • Memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya
(value for money) dan kontribusi
dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan
peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan yang
berkelanjutan. • Guna memperbaiki tata kelola,
menurunkan permasalahan korupsi dalam tender pengadaan barang/jasa,
meningkatkan transparansi, akuntabilitas,
dan juga meningkatkan kecepatan penyerapan anggaran. • Mencegah kebocoran dan penyimpangan yang
kerap terjadi dalam tender pengadaan barang/jasa. • Memperbaiki kekurangan PERPRES Nomor 16
Tahun 2018 untuk meningkatkan Pengadaan Berkelanjutan. Hukum Kontrak Dan Teknik
Penyusunan Kontrak Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Hukum
Kontrak Dan Teknik Penyusunan Kontrak Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa
Pemerintah Mengacu kepada PERPRES Nomor 12 Tahun 2021 dalam rangka lebih
meningkatkan pemahaman hukum atas dokumen kontrak serta proses/teknik
penyusunannya, khususnya bagi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa (ULP),
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Staf Pengadaan lainnya, sehingga dapat
dihindarkan dari terjadinya kerugian keuangan negara, maka perlunya materi
hukum kontrak dan teknik penyusunan kontrak dalam pengadaan barang/jasa
pemerintah ini. Banyak para stake holders yang melakukan penandatangan
kontrak tidak menyadari/tidak peka bahwa konsekwensi tanda tangan kontrak
adalah hukum, dapat digugat ke pengadilan, demikian juga kesalahan dalam
pembuatan kontrak yang dibuat tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku dapat mengakibatkan kontrak menjadi mubazir, batal, atau bahkan
dibatalkan (void atau voidable). Hal ini dikarenakan kesalahan dalam proses
tanda tangan kontrak yang dapat menghambat bahkan membatalkan proses
pengadaan barang dan jasa. Akibatnya, pihak pemerintahlah yang akan mengalami
kerugian. Sebelum mengikuti bimbingan Teknis ini sebaiknya diketahui terlebih
dahulu dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk pengadaan barang dan jasa
pemerintah. Tujuannya tentu saja agar peserta memiliki bekal pengetahuan
sebelum melakukan kegiatan teknis pengadaan. Bahasan
: • Konsep dasar hukum kontrak • Syarat-syarat sahnya kontrak dan momentum
terjadinya kontrak • Tinjauan umum permasalahan pengadaan
barang/jasa saat ini • Perikatan hukum kontrak dalam pengadaan
barang/jasa • Penyusunan dan pelaksanaan kontrak pengadaan
jasa non konstruksi • Pendapat ahli hukum kontrak dalam pengadaan
barang/jasa • Gugatan kontraktor ke pengadilan • Penyimpangan - penyimpangan dalam
pelaksanaan kontrak • eKatalog - ePurchasing dan e-Procurement Penyusunan Dokumen Pengadaan Dan Evaluasi Dokumen
Penawaran Banyaknya
pemahaman yang keliru pada salah satu tahapan pengadaan yaitu tahapan
evaluasi. Contohnya adalah melakukan evaluasi terhadap dokumen-dokumen
kualifikasi pada tahapan evaluasi administrasi. Hal ini karena minimnya
pengetahuan mengenai hakikat dari pemilihan dan hal-hal yang harus
diperhatikan pada saat evaluasi. Salah satu kunci sukses pengadaan adalah
bagaimana panitia dapat melakukan evaluasi dokumen penawaran yang benar. Hal
ini akan menghasilkan daftar singkat penyedia yang akan menjadi calon
pemenang dalam proses lelang. Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan
anggota Unit Layanan Pengadaan (ULP), Kelompok Kerja (POKJA), Panitia
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya dalam mengevaluasi penawaran
(evaluasi administrasi, teknis, dan harga), melalui Bimbingan Teknis
Penyusunan Dokumen Pengadaan Dan Evaluasi Dokumen Penawaran. Mekanisme Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah Secara Swakelola (Perencanaan, Pelaksanaan Dan Pelaporan) Pengadaan
dengan cara swakelola adalah pengadaan dimana kegiatan pengadaan
direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi sendiri oleh instansi pemerintah
penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lainnya, atau oleh kelompok
masyarakat. Jenis pengadaan barang/jasa yang dapat dilaksanakan dengan cara
swakelola adalah pengadaan dalam bentuk pekerjaan (membuat sesuatu atau melaksanakan
kegiatan) bukan membeli barang yang sudah jadi. Unsur penting dalam pengadaan
sewakelola adalah proses pelaksanaan pekerjaan. Dalam pengadaan secara
swakelola pelaksana swakelola benar-benar bekerja melaksanakan suatu kegiatan
pembuatan barang/jasa. Contohnya adalah pekerjaan memasak makanan pasien oleh
pegawai rumah sakit, membersihkan saluran irigasi oleh kelompok masyarakat,
menyemai bibit oleh pegawai Dinas Pertanian, pelaksanaan
diklat/workshop/seminar oleh instansi pemerintah, dan sebagainya. Karena itu
komponen biaya yang menunjukkan pekerjaan swakelola adalah komponen upah dan
honorarium. Sedangkan komponen biaya lainnya seperti biaya pengadaan material
atau bahan yang diperlukan dalam pekerjaan swakelola sebenarnya bukan
menunjukkan pekerjaan swakelola, walaupun jumlahnya seringkali lebih besar
dari komponen upah dan honorarium. Penyusunan Spesifikasi Teknis Dan
HPS Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Spesifikasi
disusun melalui penyaringan keinginan dengan tujuan tercapainya kebutuhan.
Spesifikasi teknis sebagai dasar menyusun perkiraan biaya yang dibungkus
dalam terminologi Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Kemudian perkiraan biaya ini
menjadi salah satu komponen dalam menetapkan tipe dan ruang lingkup kontrak
hingga didapatkannya barang/jasa, dan menilai kewajaran penawaran termasuk
rinciannya dan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang
sah untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dan pengadaan
konsultansi. Spesifikasi tidak diperbolehkan mengandung unsur rekayasa yang
menghalangi persaingan. Untuk itu sebelum pelelangan/seleksi dilakukan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mempunyai tugas antara lain membuat dan
menetapkan Spesifikasi dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Spesifikasi yang
dihasilkan dapat dilakukan kaji ulang bersama pengguna dan Pokja ULP jika
diperlukan dapat dilibatkan tim teknis atau orang yang ahli pada bidang
Spesifikasi. Bimbingan Teknis ini untuk memberikan pemahaman tentang hal ini,
khususnya bagi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa (ULP), Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dan Staf Pengadaan Mekanisme Pengadaan Langsung,
Penunjukan Langsung Dan Pemilihan Langsung Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Pengadaan langsung,
Penunjukan langsung dan pemilihan langsung adalah beberapa jenis metode
pemilihan penyedia. Metode pemilihan penyedia termasuk dalam sistem pengadaan
yang ditetapkan pada tahapan perencanaan pemilihan penyedia di mana menjadi
tanggung jawab dari Pokja ULP atau pejabat pengadaan. Pengadaan Langsung (PL)
Pada dasarnya metode ini untuk pekerjaan yang memang nilainya sampai dengan
200 juta rupiah untuk barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya, serta
untuk pekerjaan konsultansi dengan nilai sampai dengan 50 juta rupiah. Dengan
adanya pembatasan nilai, metode pengadaan langsung memang diarahkan untuk
pekerjaan yang memang sederhana, nilainya kecil dan/atau kejadian yang
insidental tapi tidak berisiko tinggi. Penunjukan Langsung tidak ada batasan
maksimal nilai paket pengadaan. Namun yang membatasi adalah karakter
barang/jasa yang khusus dan keadaan tertentu. Jika suatu barang/jasa memiliki
kekhususan, atau dalam keadaan tertentu, maka bisa menggunakan metode
penunjukan langsung berapapun nilainya. Begitu pula dengan Pemilihan Langsung
dilihat dari namanya, seharusnya ini mirip-mirip dengan penunjukan langsung
atau pengadaan langsung, karena tinggal milih secara langsung. Tetapi
ternyata tidak demikian. Pemilihan langsung dalam pelaksanaannya mirip dengan
proses pelelangan, bahkan secara substansi, pemilihan langsung sebenarnya
adalah proses pelelangan khusus pada pekerjaan konstruksi dengan karakter
pekerjaan yang sederhana serta dengan nilai sampai dengan 5 miliar rupiah. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Keuangan
Pertanggungjawaban Bendahara
Instansi Pemerintah Sejalan
dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan
Negara, PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah, serta PERMENDAGRI Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta
Penyampaiannya. Pertanggungjawaban Bendahara Instansi Pemerintah merupakan
salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan akuntabilitas dan
transparansi pengelolaan keuangan daerah. Untuk dapat menjalankan tugas dan
fungsi yang diembannya, bendahara perlu diarahkan oleh petunjuk teknis yang
mengatur mengenai proses penatausahaan yang harus dilakukan mereka dan
pertanggungjawaban yang dilakukan oleh bendahara atas pelaksanaan tugas
mereka. Diharapkan pedoman teknis ini dapat digunakan oleh daerah dalam
proses pembuatan sistem dan prosedur mengenai pengelolaan keuangan daerah
2020 dalam hal Pertanggungjawaban Bendahara. Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) secara nyata telah mengganggu aktivitas
perekonomian sebagian besar negara di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Selama terjadinya pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), kegiatan
dunia usaha mengalami gangguan yang signifikan baik dalam proses produksi,
distribusi, dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya mengganggu
kinerja perekonomian. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam
rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau
Stabilitas Sistem Keuangan telah mengamanatkan upaya pemulihan ekonomi
nasional melalui Program PEN. Program
PEN merupakan respon kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dalam upaya
untuk menjaga dan mencegah aktivitas usaha dari pemburukan lebih lanjut,
mengurangi semakin banyaknya pemutusan hubungan kerja dengan memberikan
subsidi bunga kredit bagi debitur usaha mikro, kecil, dan menengah yang
terdampak, mempercepat pemulihan ekonomi nasional, serta untuk mendukung
kebijakan keuangan negara. Program PEN bertujuan untuk melindungi,
mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para Pelaku Usaha termasuk
kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah, dalam menjalankan usahanya.
Pelaksanaan Program PEN diharapkan dapat meminimalkan terjadinya pemutusan
hubungan kerja oleh dunia usaha karena dampak pandemi Corona Virus Disease
2019 (COVID-19). Tata Cara
Penatausahaan Dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta
Penyampaiannya Pertanggungjawaban
Bendahara dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas-tugas perbendaharaan telah
ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 Tentang Tata
Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta
Penyampaiannya. PERMENDAGRI tersebut memberikan pedoman teknis tentang
pelaksanaan penatausahaan, pertanggungjawaban/ pelaporan dan penyampaiannya
oleh bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran SKPD, bendahara
penerimaan dan pengeluaran PPKD serta Bendahara Umum Daerah.
Pertanggungjawaban Bendahara dalam penatausahaan pelaksanaan anggaran yang
dilaksanakan oleh para bendahara merupakan salah satu aktivitas penting dalam
rangka mewujudkan terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang tertib,
efisien dan efektif. Oleh karena itu, diperlukan Bimbingan Teknis yang dapat
memantapkan pemahaman mengenai pelaksanaan tugas-tugas para bendahara baik
bendahara pengeluaran dan bendahara penerimaan di SKPD maupuan bendahara di
PPKD. Implementasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sebagai Tolak Ukur Kinerja
ASN Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah rangkaian sistematik
dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan
penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran,
dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka
pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Dimana
kinerja adalah keluaran/ hasil dari kegiatan/program yang telah atau hendak
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
terukur. Penyelenggaraan SAKIP dilaksanakan untuk penyusunan laporan kinerja
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan SAKIP
dilaksanakan secara selaras dan sesuai dengan penyelenggaraan sistem akuntansi
pemerintahan dan tata cara pengendalian serta evaluasi pelaksanaan rencana
pembangunan. Dimana sistem ini merupakan integrasi dari sistem perencanaan,
sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan
pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Dalam hal ini, setiap organisasi
diwajibkan mencatat dan melaporkan setiap penggunaan keuangan negara serta
kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku. Penyusunan Laporan
Keuangan Instansi Pemerintah Penyusunan
Laporan Keuangan Instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, UU Nomor 17 Tahun 2003 dan tentang
Keuangan Negara dan PERMENDAGRI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua
Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, mengamanatkan agar Kepala Daerah menyusun laporan keuangan secara
komprehensif, antara lain termasuk neraca pemerintah daerah. Untuk dapat menyusun neraca di tingkat
pemerintah daerah, maka PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah mengamanatkan agar Kepala SKPD selaku pengguna
anggaran menyusun laporan keuangan termasuk neraca SKPD. Pejabat
penatausahaan keuangan dan bendahara pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) merupakan ujung tombak terwujudnya penatausahaan keuangan daerah yang
tertib menuju good governance. Terselenggaranya tata pemerintahan dimulai
dari pengelolaan keuangannya yang baik, mulai dari proses perencanaan,
penggunaan, dan pertanggung jawaban, dapat dikelola secara ekonomis, efektif
dan efisien, serta berdasarkan prinsip-prinsip transparansi dan
akuntabilitas. Verifikasi Dan
Rekonsiliasi Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Penatausahaan
pelaksanaan anggaran yang dilaksanakan oleh para bendahara merupakan salah
satu aktivitas penting dalam rangka mewujudkan terciptanya pengelolaan
keuangan daerah yang tertib, efisien dan efektif. Dalam kaitannya dengan
pelaksanaan tugas-tugas perbendaharaan telah ditetapkan PERMENDAGRI Nomor 55 Tahun 2008 Tentang Tata Cara
Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara,
PERMENDAGRI tersebut memberikan pedoman teknis tentang pelaksanaan
penatausahaan, pertanggungjawaban/pelaporan, verifikasi dan rekonsiliasi LPJ
dan penyampaiannya oleh bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran SKPD ,
bendahara penerimaan dan pengeluaran PPKD serta Bendahara Umum Daerah, begitu
pula dengan Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan nomor : PER-47/PB/2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penatausahaan dan
Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian
Negara/Lembaga/Kantor/ Satuan Kerja. Perencanaan Dan
Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas
beban APBD, yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu
tahun anggaran. Dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara Pasal 19 (1) dan (2) menyebutkan bahwa, dalam rangka penyusunan
RAPBD-SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RENCANA KERJA dan anggaran dengan
pendekatan berdasarkan PRESTASI KERJA yang akan dicapai untuk dapat menyusun
RAPBD berdasarkan PRESTASI KERJA atau Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)
diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya. Didalam
pedoman ini akan diuraikan pengertian mengenai ABK, standar pelayanan minimal
(SPM), Analisis Standar Belanja (ASB) dan keterkaitan ketiganya. Pedoman ini
dilengkapi juga dengan ilustrasi implementasi SPM dalam penyusunan ABK. Materi
bahasan : • Keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran
dan hasil yang diharapkan • Indikator kinerja, Standar biaya, dan
evaluasi kinerja • Tingkat Keluaran kegiatan yang direncanakan
dan biaya satuan keluaran Pengelolaan Keuangan
Daerah Sesuai Dengan PP Nomor 12 Tahun 2019 Pemerintah
telah menyelesaikan revisi atas PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah menjadi PP Nomor 12 Tahun 2019. Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadikan dasar pertimbangan dibutuhkannya
Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan daerah.
Harapannya PP terbaru ini akan mengantarkan Pengelolaan Keuangan Daerah dalam
bentuk APBD yang lebih baik, tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan,
dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat
untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Seperti halnya dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah baik tingkat
provinsi, kota/kabupaten pun juga menyusun perencanaan dan pengelolaan
anggaran yang akan dilaksanakan dalam satu tahun ke depan. Peraturan
Pemerintah tersebut menyebutkan bahwa semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran
Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Yang paling mencolok dan poin
yang sangat menarik dari PP Nomor 12 Tahun 2019 adalah Pemda memiliki
kewenangan untuk memberikan Penghasilan Tambahan bagi ASN Daerah. Pengelolaan
keuangan daerah memberikan gambaran mengenai kemampuan anggaran daerah untuk
membiayai belanja daerah. Kemampuan
belanja daerah, baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung akan
menjadi acuan dalam pengalokasian anggaran pada masing-masing program yang
akan dilaksanakan pada 5 tahun mendatang. Untuk merealisasikannya diperlukan
dukungan resources financing (sumber daya pendanaan) dalam membangun daerah sejalan
dengan implementasi desentralisasi, oleh sebab itu harus disertai juga dengan
pengelolaan keuangan daerah yang baik oleh pemerintah daerah (good
governance). Proses Akuntansi
Pelaporan Dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Pemerintah
daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada
standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintah daerah
dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai
entitas pelaporan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai entitas
akuntansi. Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur
mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan
pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang
dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi Komputer. Proses
tersebut didokumentasikan dalam bentuk buku jurnal dan buku besar, dan
apabila diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu. Sistem akuntansi
pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian
intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengendalian
internal dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan. Pedoman Dan Tata
Cara Penyusunan RKA SKPD Penyusunan
RKA SKPD haruslah memenuhi ketentuan perundang-undangan, Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah, pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan
pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif
lebih dari satu tahun anggaran dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat
keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam
prakiraan maju. Prakiraan Maju (forward estimate) perhitungan kebutuhan dana
untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan
kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar
penyusunan anggaran tahun berikutnya. Penganggaran terpadu (unified
budgeting) penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara
terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksankan kegiatan
pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana
(tidak mengenal anggaran belanja rutin dan pembangunan serta belanja aparatur
dan belanja publik). Anggaran berbasis prestasi kerja, pendekatan
penganggaran yang mengutamakan keluaran/hasil dari kegiatan yang akan atau
telah dicapai. Penyusunan RENSTRA
Dan RENJA SKPD Merupakan
metode serangkaian rencana tindakan dan kegiatan mendasar yang dibuat oleh
pimpinan puncak untuk dilaksanakan oleh seluruh jajaran organisasi dalam
rangka mencapai tujuan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin
dicapai selama kurun waktu 5 tahun dengan memperhitungkan : 1. Potensi,
peluang dan kendala yang ada atau mungkin timbul, 2. Visi, misi, tujuan,
sasaran dan strategi (kebijakan dan program) serta, 3. Ukuran
keberhasilan/kegagalan melalui aktivitas pengambilan keputusan di depan
tentang tingkat capaian kinerja yang diinginkan dan dihubungkan dengan
tingkat pelaksanaan program/kegiatan. Bahasan
: 1. Proses Perumusan Visi dan Misi serta Proses
Perumusan Tujuan dan Sasaran, 2. Penetapan Kinerja (Performance Agreement) :
Tujuan Umum dan Tujuan Khusus; Penetapan Kinerja; Isi dan
Pelaksanaan Penetapan Kinerja; Indikator Kinerja SKPD, 3. Konsep Akuntabilitas, Good Governance dan
Manajemen Perubahan dalam Instansi Pemerintah. Penyusunan Laporan
Keuangan Daerah Berbasis AKRUAL Sesuai Dengan Standar Akuntansi Pemerintahan Sehubungan
dengan ketentuan dalam paket perundang-undangan keuangan negara yang
mengamanatkan pemberlakuan basis akrual dalam penyajian Laporan Keuangan
Pemerintah/Kementerian/Lembaga Negara/Pemerintah Daerah selambat-lambatnya
pada Tahun Anggaran 2015 maka dengan telah dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) dan PERMENDAGRI Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akutansi
Pemerintahan Berbasis AKRUAl Pada Pemerintahan Daerah, serta Peraturan
Menteri Keuangan (KMK) Nomor : 238/PMK.05/2011 tentang Pedoman Umum Sistem
Akuntansi Pemerintahan (PUSAP), perlu kiranya Pemerintah Daerah mempersiapkan
sumber daya manusia yang berkompeten dan terampil baik dalam menyajikan
Penatausahaan Keuangan SKPD (sebagai entitas akuntansi) maupun penyusunan
laporan keuangan pemerintah daerah/LKPD (sebagai entitas pelaporan) secara
tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pejabat penatausahaan
keuangan dan bendahara pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan
ujung tombak terwujudnya penatausahaan keuangan daerah yang tertib menuju
good governance. Penyusunan Neraca
Awal Dan Akhir Pemerintah Daerah Dalam
kaitannya dengan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, agar Kepala Daerah
menyusun laporan keuangan secara komprehensif, antara lain termasuk
penyusunan neraca awal dan akhir pemerintah daerah. Untuk dapat menyusun
neraca awal dan akhir pemerintah daerah ditingkat pemerintah daerah, maka PP
Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
mengamanatkan agar Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun laporan
keuangan termasuk neraca SKPD. Selanjutnya Neraca per SKPD akan
dikonsolidasikan menjadi Neraca Konsolidasian Pemerintah Daerah, guna
penyusunan neraca awal dan akhir pemerintah daerah, sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan (PP Nomor 24 Tahun 2005). Mekanisme Pelaksanaan Anggaran
Belanja Atas Beban APBN Dalam Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019
Sesuai Dengan PERMENKEU Nomor 43/PMK.05/2020 Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (COVJD-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman
yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan,
pemerintah berwenang untuk melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang anggaran untuk membiayai
pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, serta
menentukan proses dan metode pengadaan barang/jasa serta melakukan
penyederhanaan mekanisme dan simplifikasi dokumen dibidang keuangan negara. Administrasi
Keuangan Dan Perencanaan Bagi Pengguna Anggaran (PA), PPTK, PPK, Dan
Bendahara Dalam
mengelola serta merencanakan Budgeting merupakan suatu pendekatan formal dan
sistematis di dalam perencanaan, koordinasi dan pengawasan keuangan. Pelatihan pengelolaan Budgeting sebagai
kunci manajemen keuangan akan memberikan arahan bagaimana merencanakan,
mengembangkan dan momonitor budget. Seperti halnya budgeting, administrasi
keuangan juga harus ditangani dengan sebaik-baiknya sehingga tidak terjadi
pemborosan atau penyalahgunaan uang yang tidak sesuai dengan anggaran yang
sudah ditentukan dan mempunyai nilai efisien dan efektif. Implementasi PERMENDAGRI Nomor 90
Tahun 2019 Tentang Klasifikasi, Kodefikasi Dan Nomenklatur Perencanaan
Pembangunan Dan Keuangan Daerah Untuk
mengintegrasikan dan menyelaraskan perencanaan pembangunan dan keuangan
daerah, perlu adanya klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur perencanaan
pembangunan dan keuangan daerah, bahwa klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur
perencanaan pembangunan dan keuangan daerah digunakan untuk mendukung Sistem
Informasi Pemerintahan Daerah. PERMENDAGRI Nomor 90 Tahun 2019 Tentang
Klasifikasi, Kodefikasi Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan
Daerah tujuan pembangunan daerah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai
dari proses pembangunan daerah yang dimulai dari perencanaan hingga proses
penganggaran. Untuk itu, diperlukan konsistensi perencanaan dan penganggaran
khususnya memaknai arti pembangunan daerah saat ini yaitu daerah sendiri yang
membangun daerahnya bukan hanya pusat membangun daerah. Peraturan ini
merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Keuangan
Daerah. Dengan peraturan tersebut, maka bisa mengintegrasikan dan menyelaraskan
perencanaan pembangunan dan keuangan yang telah disusun secara sistematis
sebagai acuan pemerintah dalam menyusun dokumen perencanaan pembangunan dan
keuangan daerah. Untuk mewujudkan konsistensi perencanaan dan penganggaran,
dibutuhkan suatu instrumen yang digunakan sebagai jembatan dalam
menghubungkan proses tersebut. Kodefikasi dan nomenklatur pembangunan dan
keuangan daerah diharapkan dapat menjadi instrumen yang dimaksud, sementara
itu untuk mewujudkan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran, KEMENDAGRI
melalui Ditjen Bina Pembangunan Daerah telah membuat peta jalan yang terdiri
dari penyesuaian regulasi perencanaan dan penganggaran, pengaturan
nomenklatur program dan kegiatan, pembaharuan database program dan kegiatan
dalam aplikasi perencanaan dan penganggaran (e-planning dan e-budgeting),
penyusunan rencana pembangunan daerah melalui aplikasi e-planning serta
penyusunan anggaran daerah melalui aplikasi e-budgeting. PERMENDAGRI tujuan
utamanya adalah untuk menyediakan informasi secara berjenjang melalui
penggolongan dan pemberian kode serta penamaan yang digunakan oleh pemerintah
daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan dan keuangan daerah secara
sistematis. Adapun Materi Pembahasan adalah, Implikasi Pemutakihran Kode Dan
Nomenklatur Perencanaan Pembagunan Keuangan Daerah, Tujuan Klasifikasi, Kode
Dan Nomenklatur Perencanaan Pembagunan Keuangan Daerah, Penyususnan
Klasifikasi Kode Dan Nomenklatur Perencanaan Pembagunan Keuangan Daerah,
Sistem Informasi Pemerintahan Daerah. Penyusunan KUA PPAS Dan
Evaluasi RAPBD Sasaran
Dan Kebijakan Daerah Dalam 1 (Satu) Tahun Anggaran Yang Menjadi Petunjuk Dan
Ketentuan Umum Yang Disepakati Sebagai Pedoman Penyusunan R-APBD Dan RP-APBD,
sedangkan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), program prioritas
dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap
program dan kegiatan sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD penentuan batas
maksimal dapat dilakukan setelah memperhitungkan belanja pegawai. hal ini
merupakan amanat UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 25 Tahun 2004,
UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 yang merupakan penjabaran
dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang sudah disusun sebelumnya.
KUA dan PPAS dan Evaluasi RAPBD secara proses memiliki sifat politis dengan
adanya keterlibatan eksekutif dan legislatif dalam nota kesepahaman. Dalam
Nota Kesepakatan yang ditadatangani oleh Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD,
Jika Kepala Daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang
diberi wewenang untuk menandatangani Nota Kesepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal
kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kesepatan KUA dan PPAS
dilakukan oleh penjabat yang ditunjukkan oleh pejabat yang berwenang. Reviu Dan Analisa
Laporan Keuangan Daerah Pelaksanaan
reviu atas laporan keuangan sesuai dengan PERMENDAGRI Nomor 4 Tahun 2008
dilaksanakan dengan teknik reviu penelusuran angka-angka dalam laporan
keuangan. Dalam melaksanakan reviu, aparat pengawasan intern perlu menelusuri
angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan ke buku atau
catatan-catatan yang digunakan untuk meyakini bahwa angka-angka tersebut
benar. Penelusuran ini dapat dilakukan dengan membandingkan angka pos laporan
keuangan terhadap saldo buku besar, membandingkan saldo buku besar terhadap
buku pembantu, membandingkan angka-angka pos laporan keuangan terhadap
laporan pendukung, misalnya Aset Tetap terhadap Laporan Mutasi Aset Tetap dan
Laporan Posisi Aset Tetap, Permintaan keterangan. Permintaan keterangan yang
dilakukan dalam reviu atas laporan keuangan tergantung pada pertimbangan aparat pengawasan
intern. Dalam menentukan permintaan keterangan, aparat pengawasan intern yang
dapat mempertimbangkan banyak hal misal sifat dan materialitas suatu pos,
kemungkinan salah saji, pengetahuan yang diperoleh selama persiapan reviu,
pernyataan tentang kualifikasi para personel bagian akuntansi entitas
tersebut. Implementasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Sebagai Tolak Ukur Kinerja
ASN Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah rangkaian sistematik
dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan
penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian,
pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka
pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Dimana
kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang telah atau hendak
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
terukur. Penyelenggaraan SAKIP dilaksanakan untuk penyusunan laporan kinerja
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan SAKIP
dilaksanakan secara selaras dan sesuai dengan penyelenggaraan sistem
akuntansi pemerintahan dan tata cara pengendalian serta evaluasi pelaksanaan
rencana pembangunan. Dimana sistem ini merupakan integrasi dari sistem
perencanaan sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras
dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Dalam hal ini, setiap
organisasi diwajibkan mencatat dan melaporkan setiap penggunaan keuangan
negara serta kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku. Penyusunan Dan
Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Selain
persoalan-persoalan dibidang pengelolaan keuangan daerah, instansi pemerintah
daerah juga dituntut untuk melakukan Evaluasi Terhadap Laporan Akuntanbilitas
Kinerjanya (LAKIP). Laporan akuntabilitas suatu instansi pemerintah merupakan
perwujudan kewajiban instansi pemerintah dalam mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan
sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) melalui SAKIP. Sebagai
tindak lanjut dari SAKIP perlu dilakukan evaluasi terhadap Laporan AKIP yang
telah disusun instansi sebagai masukan/umpan balik terhadap
program-program/kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan instansi yang
bersangkutan. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Aset Daerah / BMD
Penilaian Kembali
Barang Milik Daerah Sesuai Dengan PERPRES Nomor 75 Tahun 2017 Diterbitkan
perpres ini dalam rangka mewujudkan penyajian nilai Barang Milik Daerah pada
laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang akuntabel sesuai dengan nilai
wajarnya, serta dalam rangka mewujudkan pengelolaan Barang Milik Daerah yang
berhasil guna. Penilaian Kembali sebagaimana dimaksud paling sedikit meliputi
kegiatan seperti penyediaan data awal, inventarisasi, penilaian, tindak
lanjut hasil inventarisasi serta penilaian dan monitoring dan
evaluasi.Penilaian Kembali adalah proses revaluasi sesuai Standar Akuntansi
Pemerintahan yang metode penilaiannya dilaksanakan sesuai Standar Penilaian.
Penilaian sebagai proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas
suatu objek penilaian berupa Barang Milik Daerah pada saat tertentu. Barang
Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Penilaian Barang Milik Daerah menurut PERPRES ini, Menteri Dalam Negeri akan
menyusun pedoman pelaksanaannya. Pedoman sebagaimana dimaksud diatur dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri. Pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik
Daerah dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan tindak
lanjut hasil penilaian itu paling sedikit berupa koreksi nilai Barang Milik
Daerah pada laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Penilaian Aset Daerah Dan Tata Cara Pembentukan Tim
Penilai Internal Penilaian
aset/barang milik daerah adalah proses kegiatan penelitian yang selektif
didasarkan pada data/fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan
metode tertentu untuk memperoleh nilai barang milik daerah. Tim penilai
ditetapkan oleh Kepala Daerah dan dapat melibatkan penilai independen yang
bersertifikat dibidang penilaian aset. Hasil penilaian aset/barang milik
daerah ini ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Saat ini fungsi
pengelolaannya diatur dalam PERMENDAGRI Nomor 17 Tahun 2007 pasal 2 yaitu
pengelolaan barang milik daerah sebagai bagian dari pengelolaan keuangan
daerah yang dilaksanakan secara terpisah dari pengelolaan barang milik
Negara. Kelemahan utama yang masih dimiliki oleh pemerintah daerah dalam
rangka mencapai Opini WTP adalah ketiadaan catatan yang memadai mengenai aset
daerah. Sampai saat ini, masih banyak pemda yang belum mampu mendata dan
menilai aset yang dimilikinya secara cermat dan akurat. Mengapa hal ini
terjadi serta bagaimana strategi yang tepat untuk mengatasi persoalan ini,
untuk itu diantaranya diperlukan adanya tim penilai internal sehingga laporan
yang diharapkan bisa tercapai, mudah dikoreksi, dan di evaluasi dan yang
terpenting adalah akuntabilitas dalam pelaporan. Penilai Barang Milik Daerah Di
Lingkungan Pemerintah Daerah Sesuai Dengan PERMENDAGRI Nomor 21
Tahun 2018 PERMENDAGRI
Nomor 21 Tahun 2018 tentang Penilai Barang Milik Daerah di Lingkungan
Pemerintah Daerah. Penilai Barang Milik Daerah adalah pihak yang melakukan
penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. Hal ini
merupakan proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatau
obyek penilaian berupa barang milik daerah pada saat tertentu. Adapun yang
dimaksud penilai Barang Milik Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah adalah
PNS di Lingkungan Pemerintahan Daerah yang bertugas untuk melakukan penilaian
secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. Menurut pasal 2
PERMENDAGRI Nomor 21 Tahun 2018 dinyatakan bahwa calon Penilai Barang Milik
Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah harus memenuhi syarat yang meliputi,
a) berstatus sebagai PNS Pemerintah Daerah. b) Sehat Jasmani. c) Pendidikan
Formal paling rendah S1. d) tidak pernah terkena hukuman disiplin berat yang
berkaitan dengan tugas dan fungsi Penilaian. dan e) Telah dinyatakan lulus
pendidikan di bidang Penilaian. Audit Barang Milik
Daerah Adalah
proses identifikasi masalah, dilakukan secara independen, objektif, dan
profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara (UU Nomor 15 Tahun 2004). Berdasarkan
PERMENDAGRI Nomor 17 Tahun 2007, menyatakan bahwa Pengelola berwenang untuk
melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan,
pemanfaatan, dan pemindahtanganan Barang Milik Daerah, dalam rangka
penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan Barang Milik Daerah
sesuai ketentuan yang berlaku. Selanjutnya apabila ditemukan sesuatu dan
memerlukan audit maka pengelola dapat meminta aparat pengawas fungsional
untuk melakukan audit. Pengawas fungsional ini dapat berasal dari internal
pemerintah daerah (Itwilprov/itwilkab/kota maupun BPKP) sedangkan pengawas
fungsional eksternal berasal dari BPK. Hasil dari pemeriksaan atau audit
Barang Milik Daerah (BMD) yang dilakukan oleh pengawas internal maupun
eksternal tersebut diserahkan ke pengelola barang untuk ditindaklanjuti
apabila memang terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan pengelolaan barang milik
daerah. Sistem Informasi
Manajemen Barang Dan Aset Daerah (SIMBADA) Sehubungan
dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah atau Aset Daerah, terjadi perubahan paradigma
baru dalam pengelolaan barang milik daerah atau aset daerah yang ditandai
dengan di keluarkannya PP Nomor 6 Tahun 2006 yang merupakan peraturan turunan
dari UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menimbulkan
optimisme baru dalam penataan dan pengelolaan aset daerah yang lebih tertib,
akuntabel, dan transparan untuk kedepannya. Pengelolaan aset daerah yang
professional dan modern diharapkan akan mampu untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat dan stake holder lainnya kepada pemerintah untuk pengelolaan aset
daerah. Pada dewasa ini telah banyak timbul permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). Permasalahan ini
tidak hanya di alami oleh pemerintah pusat, namun di tingkat daerah juga
masih banyak permasalahan dalam proses pengelolaan aset daerah. Permasalahan
dalam pengelolaan aset daerah tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan dari
peraturan perundang-undangan, namun juga dipengaruhi karena banyaknya aset
daerah yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Oleh karena itu perlunya
terobosan/inovasi merubah pola sistem pengelolaan yang lama (manual) dengan
menerapkan sebuah Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah atau SIMBADA dalam
proses pengelolaan aset daerah terutama pada bagian penatausahaan. Penatausahaan Barang
Milik Daerah (BMD) Sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah (BMN/BMD), bahwa setiap entitas pengelola, pengguna, dan kuasa
pengguna BMN/BMD wajib mengetahui hingga rinci setiap aspek pengelolaan,
penatausahaan, inventarisasi, dan pelaporan BMN/BMD, hanya saja sampai saat
ini masih banyak pengelola barang yang menemui kesulitan dalam melakukan
identifikasi dan pengelolaan barang milik negara/daerah, sehingga berdampak
pada penyajian laporan keuangan yang tidak akurat dan berpotensi menimbulkan
kerugian negara. Pengelolaan Barang
Milik Daerah Dan Penyusunan Neraca Aset Dalam
rencana mobilisasi Tata Kelola Barang Milik Daerah (BMD) dengan cara
sistimatis serta akuntabel, seperti diamanatkan didalam PP. Nomor 38 Tahun
2008 perihal Pengelolaan Barang MilIk Daerah/Negara (Pergantian atas PP Nomor
6 Tahun 2006) serta PERMENDAGRI Nomor 17 Tahun 2007 (Dasar Tehnis Pengelolaan
Barang Milik Daerah) , yang merujuk pada UU Nomor 1 Tahun 2004
(Perbendaharaan Negara) , dan mengingat bahwa Kepala Unit Kerja Piranti
Daerah (SKPD) bertindak sebagai pemakai Barang Milik Daerah, berwenang serta
memikul tanggung jawab jalankan pencatatan serta inventarisasi Barang Milik
Daerah. Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan,
Inventarisasi Dan Pelaporan Barang Milik Daerah Berdasarkan PERMENDAGRI Nomor 47
Tahun 2021 Pemerintah
baru saja mengeluarkan peraturan tentang Barang Milik daerah, yaitu melalui
PERMENDAGRI Nomor 47 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan,
Inventarisasi, dan Pelaporan Barang Milik Daerah (BMD) yang berlaku sejak
tanggal 23 September 2021. Dikeluarkannya paraturan ini adalah untuk
memberikan pedoman bagi pengelola barang, pengguna barang atau kuasa pengguna
barang dalam melaksankan penatausahaan BMD.
Hal ini bertujuan tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Daerah
(BMD) yang efektif, efisien, optimal dan akuntabel. Out put yang dihasilkan
adalah hasil laporan dalam penatausahaan BMD digunakan sebagai bahan untuk
menyusun Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) dan Neraca pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah
Sesuai Dengan PP Nomor 28 Tahun 2020 Sebagai Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara melalui Pasal 49 ayat (6)
mengamanatkan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah diatur dalam Peraturan
Pemerintah. Selanjutnya, Pemerintah membentuk Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yang menjadi dasar
bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah. Seiring
dengan perkembangannya, pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menjadi
semakin kompleks, sehingga perlu dikelola secara optimal, efektif, dan
efisien. Sementara itu, pengaturan mengenai Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah belum sepenuhnya
mengakomodir beberapa kebutuhan pengaturan dalam pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, sehingga perlu dilakukan perubahan. Perubahan terhadap
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah merupakan penyempurnaan terhadap ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah tersebut. Manajemen Aset
Berbasis Teknologi Aset
adalah barang atau benda yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda
bergerak baik yang berwujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible) yang
tercakup dalam aktiva/kekayaan perusahaan. Pengelolaan Aset (kekayaan)
Perusahaan merupakan hal yang sangat penting karena untuk memantau dan
menghitung serta memanfaatkannya secara optimal. Manajemen asset berfungsi
untuk informasi perjalanan asset secara keseluruhan, memuat berapa banyak
aset dan biayanya, pemanfaatan, kondisi dan pemeliharaan serta lokasi
penyimpanan.Hal ini juga berfungsi untuk
mencegah dari hilangnya asset, perhitungan pajak dan depresiasi. Banyak
perusahaan masih menganggap Manajemen Aset secara fisik hanyalah sekedar instrumen pengelolaan
daftar aset, serta pencatatan oleh bagian accounting. Anggapan yang kurang
tepat lainnya adalah bahwa pengelolaan fisik aset sepenuhnya sudah diserahkan
kepada Bagian Umum, padahal baik daftar aset maupun pengelolaan aset fisik hanyalah
bagian kecil dari Physical Asset Management. Pedoman Pengelolaan
Barang Milik Daerah (PERMENDAGRI Nomor 19 Tahun 2016) PERMENDAGRI
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, dimana
sebelumnya mengeluarkan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah, dan penyempurnaannya serta keputusan terkait
lainnya dibidang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Aset Daerah), menjelaskan
bahwa Pengelolaan Barang Milik Daerah harus dikelola dengan sebaik-baiknya
sehingga mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya guna mendukung
pelaksanaan tugas pemerintah dan pembangunan daerah, sehingga terwujud
kemakmuran yang didambakan seluruh rakyat, didalam implementasinya
menyisahkan persoalan di daerah karena keterbatasannya knowledge, skill,
attitude sumber daya aparatur pemerintah daerah didalam memahami sistem
pengelolaan dan pemanfaatan, mekanisme penghapusan aset daerah, serta
penatausahaan barang milik daerah itu sendiri. Melalui Peraturan ini
pemerintah memberikan dasar pengaturan lebih luas untuk menerapkan kebijakan
secara lebih fleksibel dalam pelaksanaan pemanfaatan BMN/BMD serta
menyediakan skema baru sebagai alternatif dalam rangka pemanfaatan BMN/BMD di
penyediaan infrastruktur. Reviu Perencanaan
Kebutuhan Barang Milik Daerah Perencanaan
kebutuhan barang milik daerah (BMD) disusun dengan memperhatikan kebutuhan
pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta ketersediaan yang ada. Ketersediaan
BMD merupakan BMD yang ada pada Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang.
Perencanaan kebutuhan BMD harus dapat mencerminkan kebutuhan riil BMD pada
SKPD sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan RKBMD. Perencanaan
kebutuhan BMD dilaksanakan setiap tahun setelah rencana kerja (Renja) SKPD
ditetapkan. Perencanaan kebutuhan BMD merupakan salah satu dasar bagi SKPD
dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative)
dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran.
Perencanaan kebutuhan BMD mengacu pada Rencana Kerja SKPD. Perencanaan
kebutuhan BMD, kecuali untuk penghapusan, berpedoman pada, a. Standar barang,
adalah spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan penghitungan
pengadaan BMD dalam perencanaan kebutuhan. Penetapan standar kebutuhan
mempedomani peraturan perundang-undangan, b. Standar kebutuhan. Jadwal pelaksanaan
bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis Kearsipan / Kehumasan
Pengelolaan Arsip Dinamis Dan
Statis Penyelenggaraan kearsipan dinamis tujuannya
terlaksananya penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan serta penyusutan arsip
dinamis secara efektif dan efisien. Dengan demikian penyelenggaraan kearsipan
dinamis memungkinkan suatu organisasi melaksanakan kegiatan yang mengarah
pada pendokumentasian perumusan kebijakan, pelayanan serta proses pengambilan
keputusan. Sedangkan kearsipan statis mempunyai tujuan terlaksananya
pengumpulan, penyelamatan, penataan , pengolahan serta pemanfaatan arsip
secara efektif dan efisien. Penyelenggaraan kearsipan statis yang efektif dan
efisien akan memungkinkan masyarakat Indonesia mengupayakan pendokumentasian
dan pelestarian. Pelestarian dan penyelamatan arsip akan menjamin tersedianya
informasi yang akurat, otentik dan kredibel. Terwujudnya rencana dan program
serta pengkajian sistem kearsipan dinamis dan statis mencakup aspek-aspek
metode, prasarana dan sarana serta SDM dan kelembagaan diharapkan akan
tersusun suatu standar atau pedoman kearsipan dinamis dan statis. Proses
selanjutnya adalah melakukan uji coba dalam rangka implementasi sistem yang
ada sehingga tersedia suatu model sistem kearsipan yang mengarah pada
penyempurnaan sistem kearsipan dinamis dan statis. Pengelolaan Arsip
Aktif Dan Inaktif Pengelolaan Arsip Aktif dan Inaktif bertujuan
agar terjadi keseragaman dalam sistem tata kelola administrasi persuratan
berdasarkan sistem dan aturan yang berlaku, dengan berdasar pada Pola
Klasifikasi Kerasipan yang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah
maupun provinsi. Dengan pengelolaan surat masuk atau yang bersifat arsip
aktif dapat dikelola dengan sistem dan aturan yang sebenarnya dengan
menggunakan Sistem Kartu Kendali, jika mencari sesuatu arsip yang dibutuhkan
dapat ditemukan dengan cepat. Begitupun pengelolaan arsip aktif dan inaktif
harus dilaksanakan dengan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan agar
arsip dapat terjaga isi dan informasinya sebagai pertanggung jawaban
administrasi pemerintahan. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2012
tentang Pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 2009 Tentang kerasipan. Pengelolaan
arsip aktif dan inaktif tersebut diharapkan dapat melahirkan SDM berkualitas,
yaitu pengelola arsip yang memiliki kompetensi teknis di bidang pemberkasan
dan penyusutan arsip, yang sesuai
dengan norma, standar, prosedur dan kriteria kearsipan. Arsip Aktif sering
digunakan berada di unit pengolah/pencipta yang frekuensi penggunaannya
tinggi dan/atau terus menerus, Sedangkan Arsip Inaktif Jarang digunakan dan
Berada di Unit Kearsipan dan LKD yang frekuensi penggunaannya telah menurun. Media handling ini untuk memberikan perubahan
paradigma dan sikap bagi para pelaku kehumasan di setiap institusi baik
pemerintah maupun nonpemerintah akan pentingnya peran media dalam membangun
citra institusi, secara khusus memahami peran public relations dalam
instansi, mampu menangani keluhan publik dengan bijak, mampu menjalin
hubungan mutual dengan media massa, mampu mengelola opini publik dan
menyelesaikan krisis opini public. Indikatornya memberikan pengetahuan dan
kemampuan khususnya bagi para staf hubungan masyarakat (HUMAS) atau public
relations untuk bisa menjalin komunikasi efektif dengan publik dan media
massa. Korespondensi Dan
Tata Naskah Dinas Korespondensi dan Tata naskah dinas sangat
penting untuk pelaksanaan tugas dan memperlancar tercapainya tujuan suatu
organisasi. Membuat Korespondensi dan tata naskah dinas harus hati-hati,
cermat dan sesuai dengan pedoman yang telah diberikan sehingga tidak
menimbulkan permasalahan yang pada gilirannya berpengaruh pada kinerja suatu
organisasi atau menimbulkan penilaian masyarakat yang kurang baik. Oleh
karena itu Bimbingan Teknis ini bertujuan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap pegawai dalam bidang ini guna memperlancar komunikasi
tertulis, keseragaman, dan tertib administrasi di lingkungan pemerintah
daerah. Manajemen Kearsipan Dan
Pengelolaan Pusat Arsip (Record Center) Bidang kearsipan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pemerintahan. Diperlukan akselerasi yang cepat dan
tepat untuk mengantisipasi berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi
dan tengah berlangsung saat ini. Hampir semua sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara terekam dalam arsip. Arsip merupakan informasi terekam, sehingga
dengan sendirinya menyimpan informasi yang benar, nyata, lengkap dan
kredibel. Arsip adalah naskah yang tercipta sebagai akibat pelaksanaan tugas
dan fungsi organisasi dalam pencapaian tujuan. Arsip juga merupakan bahan
bukti pertanggungjawaban pemerintah yang autentik tentang penyelenggaraan
administrasi pemerintahan, sebagai upaya untuk menyelamatkan barang bukti
pertanggungjawaban tersebut maka arsip harus dikelola secara profesional
sesuai dengan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku. Arsip sebagai
salah satu sumber informasi yang penting, apalagi ini juga merupakan amanat
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Peranan sumber
daya aparatur merupakan kunci keberhasilan suatu bidang pekerjaan, termasuk
dalam bidang kearsipan, oleh karena itu, sumber daya aparatur senantiasa
harus selalu ditingkatkan agar bidang pekerjaan yang kita laksanakan dapat
mencapai tujuan secara optimal. Arsip vital merupakan kategori dari arsip
dinamis, tercipta dalam berbagai bentuk media, tergantung dengan fungsi
organisasi. Karena itu dimungkinkan arsip yang tercipta berupa media berbasis
kertas, bentuk mikro, elektronik, gambar teknik, peta dan sebagainya. Arsip
vital yang diciptakan merupakan arsip aktif dan arsip inaktif. Arsip vital
yang bersifat aktif untuk kelanjutan hidup organisasi disimpan pada central
file atau ditempat penyimpanan arsip aktif di unit kerja. Arsip vital yang
bersifat aktif seperti arsip personalia, arsip pertanggungjawaban keuangan,
arsip pemasaran dan sebagainya umumnya frekuensi penggunaannya masih tinggi
dan terus menerus, karena itu harus tersedia pada saat diperlukan. Arsip
vital yang bersifat inaktif seperti pernyelenggaraan suatu diklat yang sudah
berlangsung beberapa waktu yang lalu, penyelenggaraan pameran yang sudah
berlangsung dan sebagainya. Pada umumnya frekuensi penggunaan arsip vital yang
bersifat inaktif sebagi berkas kerja sudah berkurang dan disimpan pada pusat
arsip (records center). Digitalisasi Data
Dan Manajemen Kearsipan Arsip memegang peranan sangat penting bagi sebuah
lembaga. Ia memberikan informasi yang dalam terhadap suatu dokumen. Oleh
karenanya, keberadaannya perlu diselamatkan dan pengelolaannya harus
memperhatikan kaidah dan pedoman yang berlaku. Seiring berjalannya waktu,
jumlah dokumen akan terus bertambah dan membutuhkan ruang penyimpanan yang
lebih besar. Teknologi informasi sebagai salah satu alat dalam tata kelola
arsip dan dokumen memberi alternatif berupa alih media dokumen dari berbentuk
kertas (hard copy) ke dalam bentuk file (soft copy). Seiring dengan kemajuan
dan perkembangan teknologi, ukuran arsip baik digital maupun manual dapat
diperkecil tanpa mengurangi kualitas arsip sebelumnya. Bimbingan Teknis ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman
secara komprehensif terkait manajemen dokumen kearsipan dan alih media dari bentuk
kertas ke bentuk digital secara efisien, memberikan wawasan pemahaman
mengenai arsip dan kerasipan, mengetahui dan memahami instrumen pengelolaan
kerasipan, mengetahui dan memahami sifat dan jenis arsip, memahami
pengelolaan masing-masing arsip secara sistematis, memahami dan mengimplementasikan
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam penerapan kearsipan. Penyusutan Arsip Dan
Penyusunan Jadwal Retensi Arsip (JRA) Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 adalah
daftar yang berisi sekurang-kurangnya jangka waktu penyimpanan atau retensi,
jenis arsip, dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu
jenis arsip dimusnahkan, dinilai kembali, atau dipermanenkan yang
dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan arsip. Berdasarkan
undang-undang tersebut, JRA wajib
dimiliki oleh Pemerintah Daerah, dan ditetapkan oleh pimpinan pemerintah
daerah, Dengan adanya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2009 tentang Kearsipan, Sehingga
pedoman retensi arsip untuk semua urusan pemerintah daerah dapat segera
diselesaikan sebagai pedoman bagi SKPD untuk melaksanakan penyusutan arsip. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
BLU, BLUD dan RS / Puskesmas
Penguatan Tata Kelola Penyusunan SOP Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (BLU) Dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Badan Layanan Umum
pada prinsipnya adalah Enterprising the government yang merupakan paradigma
baru yang menjadi jiwa pengelolaan keuangan sektor publik. Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan basis kinerja
dalam penganggaran, memberikan landasan yang penting bagi orientasi baru
tersebut di Indonesia. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja ini
di lingkungan instansi pemerintah. Dalam pasal 68 dan pasal 69 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 disebutkan bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan
fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat, termasuk pelayanan Pendidikan,
dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan
produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Instansi demikian, dengan sebutan
umum sebagai Badan Layanan Umum, diharapkan menjadi implementasi konkrit dari
sistem penerapan manajemen keuangan berbasis kinerja. Dengan pengelolaan
keuangan dalam pola BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan
anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan
pengadaan barang/jasa. Seiring dengan itu, perlu sistem kendali ketat dalam
perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya. Tantngan, Tugas Dan Peran Dewan Pengawas Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) Dewan pengawas BLUD
bertugas melakukan pengawasan terhadap pengurusan BLUD oleh Pejabat Pengelola
BLU mengenai pelaksanaan Rencana Bisnis dan Anggaran, Rencana Strategis
Bisnis Jangka Panjang, dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dewan pengawas BLUD di lingkungan Pemerintah
Pusat berkewajiban memberikan pendapat dan saran kepada Menteri/Pimpinan Lembaga
dan Menteri Keuangan mengenai Rencana Bisnis dan Anggaran yang diusulkan oleh
Pejabat Pengelola BLUD, mengikuti perkembangan kegiatan BLUD, memberikan
pendapat dan saran kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan
mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan BLUD,
melaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan apabila
terjadi gejala menurunnya kinerja BLUD dan memberikan nasihat kepada Pejabat
Pengelola BLUD dalam melaksanakan pengurusan BLUD. Dewan pengawas melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan
secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu semester dan
sewaktu-waktu apabila diperlukan. Penyusunan Laporan Keuangan Rumah Sakit / Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) Rumah sakit umum
daerah yang telah ditetapkan sebagai badan layanan umum (BLU) memiliki
kewajiban untuk menyusun laporan keuangan pokok yang terdiri dari Laporan
Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan
Keuangan dan Laporan Realisasi Anggaran. Untuk penyusunan Laporan keuangan
harus berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan untuk
penyusunan Laporan Realisasi Anggaran harus sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP). Karena SAK disusun berdasarkan prinsip accrual basis dan
SAP disusun belum sepenuhnya berdasarkan accrual basis maka timbul perbedaan.
Atas perbedaan tersebut manajemen RSUD wajib menyusun rekonsiliasi. Dari
jenis laporan keuangannya saja, ia harus membuat Neraca, Laporan Operasional,
Laporan Arus kas, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan Atas Laporan
Keuangan. Dari segi frekwensi, ada yang harus dibuat triwulanan (laporan
operasional dan arus kas) serta semesteran (semua laporan keuangan minus
laporan realisasi anggaran) dan tahunan (semua jenis laporan keuangan). Itupun belum termasuk laporan pendapatan
yang harus dikirimnya tiap bulan dan daftar SPM pengesahan yang harus
dibuatnya triwulanan. Banyaknya pelaporan keuangan yang harus dibuat adalah
konsekuensi wajar dari penerapan dua standar akuntansi yang diterapkan oleh
RSUD. Sebagai BLUD ia harus
mengacupada Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana amanat PP Nomor 23 Tahun 2005,
sedangkan sebagai satuan kerja PEMDA ia harus mengacu pada standar akuntansi
pemerintahan yang diadopsi oleh PEMDA setempat. Secara garis besar materi
kegiatan pelatihan rumah sakit ini meliputi, 1. Peraturan, Kebijakan dan
Dasar-dasar Penyusunan Laporan Keuangan RSUD BLUD 2. Praktik Penyusunan Laporan Keuangan RSUD
BLUD. Tata Cara Proses Dan Mekanisme
Audit Internal Badan Layanan Umum (BLU) Dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Dalam
menyelenggarakan dan meningkatkan layanan kepada masyarakat, BLUD diberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Audit keuangan BLUD wajib
dipenuhi direktur sebagaimana dimaksud Pasal 118 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah. Laporan keuangan BLUD terdiri dari, Neraca yang
menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada
tanggal tertentu. Laporan operasional yang berisi informasi jumlah pendapatan
dan biaya BLUD selama satu periode. Laporan arus kas yang menyajikan
informasi kas berkaitan dengan aktivitas operasional, investasi, dan
aktivitas pendanaan dan/atau pembiayaan yang menggambarkan saldo awal,
penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas selama periode tertentu dan
Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi penjelasan naratif atau rincian
dari angka yang tertera dalam laporan keuangan. Selain pemeriksa external,
manajemen BLUD harus pula menunjuk internal auditor yang bertugas sehari-hari
melakukan pengawasan sebagaimana disyaratkan Pasal 123, 124 dan 125 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Tatacara Penyusunan, Pengajuan, Penetapan Dan Perubahan
Rencana Bisnis Dan Anggaran Pada Badan Layanan Umum (BLU) Dan Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) Berbeda dengan unit
kerja Pemerintah Daerah lainnya, yang menyusun anggarannya dengan menggunakan
format Rencana Kerja Anggaran (RKA). Dalam penyusunan Anggaran, BLUD juga
harus menyusun RKA untuk kemudian dikonversi ke dalam bentuk RBA. Proses
perencanaan dan penganggaran menjadi hal yang paling penting dalam menentukan
arah organisasi untuk menjalankan aktivitas-aktivitas demi mencapai tujuan
organisasi. Perencanaan yang dibuat tentunya harus selaras dengan visi, misi
dan strategi organisasi sebagai arahan utama yang telah ditentukan
sebelumnya. Perencanaan merupakan langkah organisasi menentukan kegiatan yang
tepat dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Penganggaran
merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber
daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam
sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan
termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari
penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Sebagai organisasi yang
akan menerapkan praktik bisnis yang sehat tentunya BLUD menerapkan pola-pola
perencanaan dan penganggaran dengan menjadikan efisiensi dan produktivitas
sebagai hal yang paling utama. Pengelolaan Keuangan Dan Proses
Akuntansi Pada Badan Layanan Umum (BLU) Dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Penganggaran yang
berorientasi pada output merupakan praktik yang banyak dianut oleh
pemerintahan modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah
(enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat
bagi sektor keuangan publik untuk mendorong peningkatan pelayanan. Ketentuan
tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis
kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang
tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi
pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang
fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut
menjadi dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU, diharapkan
dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor
publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. |
Bimbingan Teknis Kepegawaian
Pegawai Negeri Sipil yang sekarang menjadi
Aparatur Sipil Negara yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas
sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan
merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu dalam rangka menunjang
kelancaran kegiatan organisasi pemerintah daerah, khususnya dalam bidang
kepegawaian maka dibutuhkan pejabat yang mampu menyusun administrasi
kepegawaian secara benar sehingga penempatan personil sesuai dengan tingkat
pendidikan dan kemampuannya. Administrasi Kepegawaian pada hakikatnya
melakukan dua fungsi yaitu fungsi manajerial, dan fungsi operatif (teknis).
Fungsi manajerial berkaitan dengan pekerjaan pikiran atau menggunakan pikiran
(mental) meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian
pegawai. Sedangkan fungsi operatif (teknis), berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan fisik, meliputi pengadaan,
pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemensiunan pegawai. Standar Kompetensi Jabatan Bagi Pegawai Aparatur Sipil
Negara Dalam upaya mewujudkan Aparatur Sipil Negara
yang profesional, perlu melakukan
penataan jabatan yang berbasis kompetensi di lingkungan Instansi pusat dan
daerah, bahwa profesionalisme Aparatur Sipil Negara menjadi salah
satu aspek penting reformasi
birokrasi. Untuk mendukung terwujudnya profesionalisme ASN dan untuk
menyelenggarakan Sistem Merit dalam manajemen Aparatur Sipil Negara
diperlukan Standar Kompetensi Jabatan maka pemerintah mengeluarkan pedoman
melalui PERMENPAN-RB NoMOR 38 Tahun 2017, Aparatur Sipil Negara dalam
melaksanakan tugas jabatan. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 ini dimaksudkan agar setiap
instansi pemerintah dapat menyusun standar kompetensi jabatan aparatur sipil
negara dalam organisasi yang menjadi lingkup kewenanganya, yang merupakan
sarana dasar dalam menyelenggarakan sistem merit manajemen Aparatur Negara. Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (ASN) bertujuan membangun aparatur sipil Negara yang memiliki
integritas, professional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan
pelayanan publik bagi masyarakat. Untuk dapat membentuk sosok PNS yang
profesional seperti tersebut di atas perlu dilaksanakan pembinaan melalui
jalur Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT). Diperlukan DIKLAT yang berkualitas
yang dapat memfasilitasi pengembangan sumber daya aparatur pemerintah yang
dapat membentuk birokrat seperti yang diharapkan dalam program pembangunan.
Untuk menghasilkan DIKLAT yang berkualitas tersebut, diperlukan suatu
kemampuan untuk melakukan Analisis Kebutuhan DIKLAT untuk para perancang program
DIKLAT. Penyelenggaraan DIKLAT Analisis Kebutuhan DIKLAT dirasakan sangat
penting untuk diselenggarakan agar perencanaan program DIKLAT dapat
menentukan cara yang paling efektif dalam pembangunan sumber daya aparatur
yang diamanatkan dalam kerangka reformasi birokrasi dan tata kelola
pemerintahan yang baik. Adapun Tujuan Umum dari DIKLAT AKD adalah untuk
meningkatkan kemampuan pada unit kerja masing-masing secara profesional. Metode Penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU) Dalam rangka peningkatan dan pengukuran kinerja
serta lebih meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, maka
setiap instansi pemerintah perlu menetapakan indikator kinerja utama (IKU).
IKU (Key Performance Indicator) adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan
dan sasaran strategis organisasi. Salah satu tujuan penetapan Indikator
Kinerja Utama yaitu memperoleh informasi kinerja yang penting dan diperlukan
dalam menyelenggarakan manajemen kinerja secara baik, memperoleh ukuran
keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi
yang digunakan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah. Sehubungan dengan itu maka sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah yang telah dibangun dalarn rangka upaya mewujudkan good
governance dan sekaligus result oriented government, perlu terus dikembangkan
dan informasi kinerjanya diintegrasikan ke dalarn sistern penganggaran dan
pelaporan. Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) Dan Penilaian
Prestasi Kerja ASN Penilaian Prestasi Kerja PNS dan Penyusunan
Sasaran Kerja Pegawai (SKP) merupakan identifikasi tugas pekerjaan,
kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang harus dilakukan.
Dalam sistem penilaian prestasi kerja, setiap pegawai wajib menyusun Sasaran
Kerja Pegawai (SKP) sebagai rancangan pelaksanaan kegiatan tugas Jabatan,
sesuai dengan rincian tugas, tanggungjawab dan wewenangnya, yang secara umum
telah ditetapkan dalam struktur dan tata kerja organisasi. SKP disusun dan
ditetapkan sebagai rencana operasional pelaksanaan kegiatan tugas jabatan,
dengan mengacu pada Rencana Strategis (RENSTRA) dan Rencana Kerja (RENJA)
tahunan organisasi, yang berisikan tentang apa kegiatan yang akan dilakukan,
apa hasil yang akan dicapai, berapa yang akan dihasilkan dan kapan harus
diselesaikan. Setiap target sebagai hasil kerja yang harus diwujudkan, dengan
mempertimbangkan aspek kuantitas dan kualitas. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2011 tentang penilaian prestasi kerja PNS menjamin obyektifitas
pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja yang terukur,
akuntabel dan partisipatif. Begitu pula dalam Peraturan Kepala BKN Nomor 1 Tahun
2013 bertujuan agar setiap instansi pemerintah dapat menyusun standar
kompetensi manajerial dilingkungannya. Building Service Culture (Pelayanan Prima) Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) Sejalan dengan amanat undang-undang, pemerintah
menyadari perlunya untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat, dan selalu berupaya untuk mewujudkan pelayanan publik yang prima,
yaitu pemberian pelayanan yang sederhana, murah, transparan, bermanfaat bagi
masyarakat dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Tolok ukur yang
digunakan yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan
penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, dan
terjangkau, dan terukur. Tujuan di bentuknya PTSP adalah dengan mewujudkan
Pelayanan Publik yang Prima dan peningkatkan, dengan menumbuhkan kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah dalam melakukan pelayanan publik, untuk
memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, menerapkan asas
transparansi dan akuntabel sejalan dengan, prinsip Reformasi Birokrasi, komitmen
dan kesiapan aparatur sebagai kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat dan tantangan
global. Untuk mewujudkan good governance diperlukan SDM aparatur yang
memiliki kompetensi dan kredibilitas kelembagaan PTSP itu sendiri. Analisis Jabatan (ANJAB) Bagi Pegawai ASN Analisis Jabatan atau analisis pekerjaan sangat
diperlukan untuk menempatkan pegawai yang tepat dengan diskripsi
pekerjaannya. Analisis jabatan merupakan proses pengumpulan, pencatatan,
pengolahan, dan pengkajian data jabatan menjadi informasi jabatan dalam
rangka pendayagunaan aparatur pemerintah. Informasi jabatan terdiri dari 1) Identitas jabatan, yang berupa nama
jabatan, kode jabatan, dan ikhtisar jabatan, 2) Uraian tugas, 3) Hasil kerja, 4) Bahan kerja, 5) Perangkat kerja, 6) Tanggungjawab, 7) Wewenang, 8) Hubungan
jabatan, 9) Kondisi pelaksanaan,10) Risiko bahaya, 11) Syarat jabatan, 12) Fungsi pegawai. Manajemen Pegawai Negeri Sipil Sesuai Dengan PP Nomor 17
Tahun 2020 PP Nomor 17 Tahun 2020 merupakan Perubahan Atas
PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS bertujuan untuk meningkatkan
pengembangan karier, pemenuhan kebutuhan organisasi dan pengembangan
kompetensi Pegawai Negeri Sipil. Penyelenggaraan Manajemen PNS dilaksanakan
oleh Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN dengan
kewenangan untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS
serta pembinaan. Manajemen PNS di Instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. PP Nomor 17 Tahun 2020 merupakan Perubahan Atas
PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS menyebutkan bahwa untuk
pemenuhan kebutuhan organisasi dan pengembangan karier PNS, pengisian JPT
melalui mutasi dari satu JPT ke JPT yang lain dapat dilakukan dalam satu
instansi dan antar instansi melalui uji kompetensi sesuai dengan persyaratan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain JPT, sebagai jaminan
karier PNS yang ditugaskan, dalam PP Nomor 17 Tahun 2020 merupakan Perubahan
Atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS diatur kembali terkait
dengan ketentuan batas usia pensiun pejabat fungsional yang diberhentikan
sementara. Lebih lanjut, selain mutasi dan/atau promosi, pengembangan karier
juga dapat dilakukan melalui penugasan lingkungan instansi pemerintah atau di
luar instansi pemerintah yang dilaksanakan dalam rangka optimalisasi
pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi. Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara Manajemen Talenta merupakan sistem untuk menarik,
mengidentifikasi, mengembangkan, mempromosikan dan mempertahankan ASN yang
memiliki potensi tinggi sebagai asset yang berharga bagi organisasi.
Implementasi manajemen talenta merupakan salah satu strategi kunci menghadapi
tantangan profesionalisme ASN kedepan dalam rekrutmen terbuka. Manajemen
talenta terkait tiga hal : 1) Mengembangkan dan memperkuat pegawai baru pada proses
pertama kali masuk perusahaan (onboarding). 2) Memelihara dan mengembangkan pegawai yang sudah ada di
perusahaan. 3) Menarik sebanyak mungkin pegawai yang memiliki
kompetensi, komitmen dan karakter bekerja pada perusahaan. Dalam manajemen talenta evaluasi pegawai
ditekankan pada dua bidang utama, yaitu pengukuran kinerja dan potensi.
Kinerja karyawan saat ini dalam pekerjaan tertentu selalu pengukuran alat
evaluasi standar dari profitabilitas karyawan. Sedangkan pada potensi karyawan, yang
berarti kinerja masa depan karyawan, jika diberi pengembangan yang tepat keterampilan
dan tanggung jawab meningkat. Tata Cara Audit Kinerja Bagi Pegawai Aparatur Sipil
Negara Audit Kinerja adalah suatu proses sistematis
dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif atas kinerja suatu
organisasi, program, fungsi atau kegiatan. Evaluasi dilakukan berdasarkan
aspek ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam mencapai hasil yang
diinginkan, serta kepatuhan terhadap peraturan, hukum, dan kebijakan terkait.
Audit kinerja dilakukan oleh baik auditor internal maupun auditor eksternal.
Dalam audit sektor pemerintahan, auditor eksternal adalah Badan Pemeriksa
Keuangan dan Auditor Internal adalah Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan,
Inspektorat Jenderal, dan Inspektorat Daerah. Manajemen Keprotokolan Bagi HUMAS, Protokol Dan MC Kegiatan protokol diartikan sebagai tata tertib
upacara, yang kemudian dilengkapi dengan tata tertib acara, umumnya
diterapkan dalam suatu upacara untuk menjaga citra organisasi yang mapan.
Untuk menjadi protokol yang berkompeten dalam menangani acara resmi maupun
kenegaraan, dibutuhkan tiga hal yaitu, Pengetahuan (Knowledge), Kemampuan
(Skill) dan Sikap (Attitude), ketiga hal tersebut harus dimiliki oleh petugas
protokol dalam mendukung penguasaan kegiatan protokolan. Karenanya Tata
Tertib Upacara ini adalah pelengkap ke-Humas-an, yang sama pentingnya dengan
pelengkap-pelengkap ke-Humas-an lainnya, seperti Media Relations,
Documentation dan lain sebagainya. Gagalnya suatu kegiatan protokoler akan
berdampak negatif pada citra pemerintahan, yang berarti gagalnya PR
pemerintahan. Karenanya diperlukan suatu pelatihan bagi petugas pelaksana
protokol, dalam menjalankan upacara, agar benar-benar efektif mencapai citra
yang diharapkan. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan sumber daya
manusia di bidang protokol dapat tercapai, dengan kata lain protokol
merupakan serangkaian aturan atau tata cara dalam menyelenggarakan suatu
acara agar dapat berjalan dengan tertib, hikmat, rapi, lancar dan teratur
dengan memperhatikan ketentuan keprotokolan yang berlaku. PERPRES Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan
Tunjangan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) merupakan
pelaksanaan Hak yang diperoleh oleh PPPK (Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja). PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) memiliki
golongan dan masa kerja golongan sebagaimana Pegawai Pemerintah yang lainnya.
PERPRES Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK merupakan
pelaksanaan Pasal 100 PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Sehingga pelaksanaan Hak dan Kewajiban
PPPK yang adil, sesuai beban kerja dan memiliki dasar hukum dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat
berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka
melaksanakan tugas jabatan pemerintahan. PERPRES Nomor 98 Tahun 2020 tentang
Gaji dan Tunjangan PPPK ditetapkan Presiden pada tanggal 29 September 2020 di
Jakarta, diundangkan MENKUMHAM pada tanggal 29 September 2020 di Jakarta, agar
setiap orang mengetahuinya. Perpres 98 tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK
(Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) ditempatkan pada Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 218. Implementasi PP Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Penilaian
Kinerja Pegawai Negeri Sipil Salah satu pertimbangan pembentukan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat
UU ASN adalah untuk mewujudkan aparatur sipil negara yang profesional,
kompeten dan kompetitif sebagai bagian dari reformasi birokrasi. Dalam PP
Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS bertujuan untuk menjamin
objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada sistem prestasi dan sistem
karier. Penilaian dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat
individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target,
capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS. Dalam PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang
Penilaian Kinerja PNS Perencanaan Kinerja terdiri atas penyusunan dan
penetapan SKP dengan memperhatikan Perilaku Kerja. Penilaian Kinerja PNS
bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada
sistem prestasi dan sistem karier. Materi •
Singkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah • UU Nomor
5 Tahun 2014 Tentang ASN • PP Nomor
11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS • PP nomor
30 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja PNS • Dasar
Hukum, Pengertian Penilaian Kinerja PNS, Tujuan Dan Manfaat Penilaian Kinerja
PNS • Tatacara
Penyusunan Penilaian Kinerja PNS •
Penyusuanan Standar Teknis Kegiatan PNS Penlian Kinerja PNS • Evaluasi
Penilaian Kinerja PNS Ke Laporan Kinerja Harian, Bulanan dan Tahunan •
Penyusunan Penilaian Kinerja PNS Dan SKP Penyusunan Dokumen Evaluasi Jabatan Bagi Aparatur Sipil
Negara Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 34 Tahun 2011
tentang Pedoman Evaluasi Jabatan dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
Negara Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Evaluasi Jabatan, maka
kedua aturan tersebut perlu segera ditindaklanjuti oleh semua unsur aparatur
Negara baik yang ada di pusat maupun di daerah daerah. Tujuan dilakukannya
evaluasi jabatan adalah untuk menyusun pemeringkatan jabatan yang ada sebagai
bahan penyusunan kebijakan dalam pengembangan Aparatur Sipil Negara dalam hal
kebijakan pemberian tambahan penghasilan/tunjangan kinerja pegawai. Selain
itu juga sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun formasi kebutuhan pegawai
dan penataan pegawai. Dalam mengevaluasi sebuah jabatan struktural terdapat 6
faktor jabatan pada kriteria penilaian. Keenam faktor jabatan tersebut
meliputi (1) Ruang lingkup dan dampak
program, (2) Pengaturan organisasi, (3) Wewenang penyeliaan dan manajerial,
(4) Hubungan personal, (5) Kesulitan dalam pengarahan dan (6) Kondisi lain.
Dalam mengevaluasi sebuah jabatan fungsional baik fungsional umum maupun
fungsional tertentu, terdapat 9 faktor jabatan pada kriteria penilaian.
Kesembilan faktor jabatan tersebut meliputi (1) Pengetahuan yang dibutuhkan
jabatan, (2) Pengawasan penyelia, (3) Pedoman, (4) Kompleksitas, (5) Ruang
lingkup dan dampak (6) Hubungan personal, (7) Tujuan hubungan, (8) Persyaratan
fisik; (9) Lingkungan pekerjaan. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang
selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat
tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu
tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 38 Tahun 2020, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang
diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam
rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Dalam Pasal 2 PERPRES Nomor 38 Tahun
2020, menyatakan bahwa Jabatan yang
dapat diisi oleh PPPK meliputi JF dan JPT, yang terdiri dari JPT utama
tertentu dan JPT madya tertentu. Dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun
2020 Tentang Jenis Jabatan Yang Dapat Diisi Oleh Pegawai Pemerintah Dengan
Perjanjian Kerja (PPPK) dinyatakan bahwa selain Jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 di atas, Menteri dapat menetapkan Jabatan lain yang dapat diisi
oleh PPPK. Jabatan lain tersebut bukan merupakan Jabatan struktural tetapi
menjalankan fungsi manajemen pada Instansi Pemerintah. Jabatan lain juga
bukan JA atau bukan JPT pratama namun dapat disetarakan dengan JA atau JPT
pratama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Begitu pula
dalam Pasal 4 PERPRES Nomor 38 Tahun 2020 menyatakan bahwa Kriteria JF yang
dapat diisi oleh PPPK, yaitu sebagai berikut : • Jabatan yang kompetensinya tidak tersedia atau
terbatas di kalangan PNS; • Jabatan yang diperlukan
untuk percepatan peningkatan kapasitas organisasi; • Jabatan yang
diperlukan untuk percepatan pencapaian tujuan strategis nasional; • Jabatan yang
mensyaratkan sertifikasi teknis dari organisasi profesi; • Bukan Jabatan di bidang rahasia negara, pertahanan,
keamanan, pengelolaan aparatur negara, kesekretariatan negara, pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan
keuangan negara, dan hubungan luar negeri; dan • Bukan Jabatan yang menurut ketentuan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden harus diisi oleh PNS. Kedudukan PPPK sebagai ASN adalah : - Menduduki jabatan pemerintahan - Jabatan ASN yang dapat diisi: JF dan JPT Madya
dan Utama tertentu - Diangkat dengan perjanjian kerja sesuai
kebutuhan instansi - Memiliki NIP secara Nasional - Melaksanakan tugas pemerintahan - Usia paling rendah 20 Tahun dan paling tinggi
setahun sebelum batas usia pensiun (58 Tahun) - Masa kerja paling singkat 1 Tahun - Gaji berdasarkan
perundang-undangan - Perlindungan JHT,
JamKes, JKK, JKM, BanHK Penyusunan Standar Operasional
Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi
Pemerintahan adalah standar operasional prosedur dari berbagai proses
penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam setiap lingkungan pemerintahan daerah
selalu memiliki aturan-aturan yang harus diperhatikan, terutama pekerjaan di
sistem kepemerintahan. Dalam suatu aturan kerja biasanya kita sebut dengan
Standar Operasinal Prosedur (SOP), baik itu pekerjaan pengadministrasian
pemerintahan maupun pekerjaan pelayanan publik. Sebagai pemberi pelayanan
publik tentu memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP), sesuai dengan UU Nomor
25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan. Setiap pejabat pemerintah diwajibkan memiliki
pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi pejabat itu sendiri dan juga
staff nya. Seperti yang tertera pada UU Nomor 30 Tahun 2014, begitu juga
dengan PERMENPAN Nomor 35 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan SOP
Administrasi Pemerintahan Standar. Analisis Beban Kerja
(ABK) Bagi Aparatur Sipil Negara Analisis Beban Kerja merupakan kajian terhadap seberapa
besar volume pekerjaan yang dibebankan pada suatu unit organisasi dalam
menginterpretasikan kebijakan-kebijakan strategis di masa yang akan datang.
Beban kerja merupakan sejumlah output atau keluaran yang harus dihasilkan
dalam periode waktu tertentu di mana pada umumnya diukur berdasarkan
besaran-besaran kuantitatif. Tugas-tugas organisasi merupakan besaran-besaran
yang terkesan kualitatif, oleh karena itu perlu adanya acuan yang dapat
menghitung beban kerja bagi tugas-tugas karyawan berdasarkan prinsip-prinsip
organisasi yang efektif dan efisien. Untuk mencapai efektivitas diperlukan
kuantitas dan kualitas pegawai sesuai dengan yang diperlukan. Lebih lanjut
berguna menentukan kuantitas pegawai yang menjamin efektivitas dan efisiensi
organisasi diperlukan analisis beban kerja di masing-masing unit organisasi.
Namun demikian sampai saat ini perhitungan beban kerja dilakukan tidak dengan
memperhatikan sumberdaya yang tersedia atau input, sehingga sering terjadi
ketidakstabilan volume pekerjaan organisasi, yakni menumpuk pada periode
tertentu dan tidak tampak pekerjaan pada periode yang lain. Pengukuran beban
kerja ini dimaksudkan untuk menghasilkan rekomendasi bagi terwujudnya
organisasi yang tepat, sesuai dengan beban tugas yang diemban oleh organisasi
tersebut. Untuk mewujudkan Nawacita dan mendukung Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional, khususnya pada sektor pelayanan
pendidikan dan kesehatan serta peningkatan ketahanan pangan, diperlukan
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang berkualitas dan profesional dengan jumlah
yang tepat di lingkungan pemerintah, untuk mengisi kebutuhan jumlah dan jenis
jabatan guru, dosen, tenaga kesehatan, dan penyuluh pertanian perlu
menetapkan sebuah peraturan yang sejalan dengan situasi saat ini. Rekrutmen
dan Pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) merupakan
salah satu upaya pemerintah dalam
mencari sumber daya manusia
yang berkualitas. Pengadaan calon PPPK merupakan kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan pada Instansi tertentu yang dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan
menjadi PPPK. Peningkatan
Pelayanan Prima Bagi Tenaga Aparatur Sipil Negara (ASN) Pelayanan publik merupakan representasi dari
penyelnggaraan birokrasi pemerintahan karena berkenan langsung dengan salah
satu fungsi pemerintah yaitu memberikan pelayanan, artinya sebuah kualitas
pelayanan publik merupakan cerminan dari sebuah rangka meningkatkan kualitias
pelayanan, maka diperlukan bentuk Pelayanan Prima, konsep Pelayanan Prima
menjadi model untuk diterapkan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik,
juga Pelayanan Prima merupakan strategi untuk mewujudkan budaya kualitas
pelayanan publik. Orientasi dari pelayanan publik adalah kepuasan masyarakat
dalam memperoleh pelayanan yang diberikan, kepuasan masyarakat ini merupakan
salah satu ukuran berkualitas atau tidaknya pelayanan publik yang diberikan
oleh aparatur birokrasi pemerintah, untuk itulah membangun Pelayanan Prima
harus dimulai dengan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia,
sehingga nantinya dapat memberikan pelayanan yang terbaik bahkan melebihi
standar pelayanan yang ada. Bimbingan Teknis ini merupakan upaya konkrit guna
meningkatkan pengetahuan, komptensi serta keterampilan dalam melayani
masyarakat sekaligus meningkatkan kemampuan kinerja aparatur yang handal,
memberikan pelayanan sehingga aparatur mampu melayani dengan ramah, cakap dan
responsive. Mekanisme Pengangkatan Pegawai
Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Dan Implikasinya Terhadap Hak Dan
Kewajiban Kepegawaian Rekrutmen dan Pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mencari
sumber daya manusia yang berkualitas. Pengadaan calon PPPK merupakan
kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada Instansi tertentu yang dilakukan
melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi,
pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK. Hal ini mengacu pada
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2019 tentang Petunjuk
Teknis Pengadaan PPPK. Implikasi pengangkatan PPPK terhadap hak dan kewajiban
kepegawaian adalah PPPK berhak mendapatkan gaji dan tunjangan, cuti,
pengembangan kompetensi, penghargaan, dan perlindungan. Selain memperoleh
hak, PPPK juga wajib mematuhi tugas pekerjaan, target kinerja, hari kerja dan
jam kerja, serta disiplin bagi PPPK. Hak dan kewajiban PPPK tersebut
sepenuhnya tertuang dalam perjanjian kerja yang dibuat antara calon PPPK
dengan Pejabat Pembina Kepegawaian. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis Pemerintahan Daerah
Pedoman Penyusunan Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Serta Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (LPPD) Dalam rangka
meningkatkan pemahaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap aparatur
pemerintah daerah dalam hal menyusun LPPD dan LKPJ pemerintah Daerah,
khususnya dalam membuat laporan pertanggung jawaban SKPD mengenai
tugas-tugasnya, hak dan kewajiban serta memahami dan mengetahui secara umum
tentang jenis-jenis laporan yang berkenaan dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan aparatur SKPD dalam
menyusun laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pertanggungjawaban
dalam satu tahun anggaran kepada pemerintah pusat melalui gubernur dan DPRD.
Penyelenggara tugas pemerintahan daerah atau SKPD harus dilaporkan secara
baik dan tepat waktu, baik itu laporan internal maupun laporan eksternal
pemerintah daerah. Mekanisme Dan Proses Penyusunan
Program Kegiatan SKPD Sebagaimana kita
ketehui sebuah strategi dalam tugas dan fungsinya, SKPD perlu membuat suatu
acuan dan perencanaan sebagai dasar kegiatan dan untuk mempermudah dalam
melakukan evaluasi dan korektif dalam penyusunan program dan kegiatan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tiap daerah harus mengacu pada RPJMD yang
telah disahkan oleh DPRD sehingga setiap kegiatan memiliki arah dan target
pencapaian yang jelas. Bimbingan Teknis ini
erat kaitannya dengan penyusunan RKA dan Renstra, hal ini juga
disebabkan karena setiap kegiatan tidak dapat terlepas dari persoalan
penggunaan anggaran/keuangan hingga pertanggungjawabannya. Oleh karena itu
setiap kegiatan SKPD harus disusun secara terarah, efisien dan efektif. Tata Cara Perencanaan,
Pelaksanaan, Dan Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas Berdasarkan PERMENDAGRI Nomor 16 Tahun 2013 Dalam rangka meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas belanja perjalanan dinas yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), perlu melakukan perubahan
lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
terkait dengan pertanggungjawaban pelaksanaan perjalanan dinas sesuai dengan
PERMENDAGRI Nomor 16 Tahun 2013, Bimbingan Teknis ini dalam rangka memenuhi
kaidah-kaidah pengelolaan keuangan daerah, pertanggungjawaban atas komponen
perjalanan dinas khusus untuk hal-hal sebagai berikut dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perjalanan dinas
dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri dan pegawai tidak tetap
yaitu, sewa kendaraan, uang harian dan uang representasi, biaya penginapan,
standar satuan harga perjalanan dinas ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah. Laporan Dan Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Sesuai Dengan PP Nomor 13 Tahun 2019 Untuk mewujudkan
pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah serta menciptakan pemerintahan yang bersih,
bertanggung jawab, dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif dan
efisien sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik maka kepala
daerah wajib melaporkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang meliputi
LPPD, LKPJ, dan RLPPD. LPPD merupakan laporan yang disampaikan oleh
Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat yang memuat capaian Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pelaksanaan tugas pembantuan selama 1
(satu) tahun anggaran. Dari hasil LPPD tersebut, Pemerintah Pusat melakukan
EPPD dalam rangka penilaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Kepala daerah wajib
menyampaikan LKPJ kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan
laporan yang memuat hasil penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menyangkut
pertanggungjawaban kinerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah selama 1
(satu) tahun anggaran. Selain menyampaikan LPPD dan LKPJ, kepala daerah juga
wajib menyampaikan dan memublikasikan RLPPD kepada masyarakat yang memuat
capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah selama 1 (satu) tahun
anggaran sebagai perwujudan transparansi dan akuntabilitas kepala daerah.
Masyarakat dapat memberikan tanggapan atas RLPPD kepada kepala daerah sebagai
bahan masukan perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Peraturan
Pemerintah ini mengatur mengenai ruang lingkup, penyusunan, dan penyampaian
LPPD, LKPJ, dan RLPPD, pelaksanaan EPPD, dan sistem informasi elektronik LPPD
dan EPPD. Pedoman Penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2022 Sesuai PERMENDAGRI Nomor 17 Tahun 2021 Untuk memastikan
efektivitas pembangunan di daerah guna pencapaian sasaran pembangunan
nasional, perlu sinergi perencanaan progaram kerja tahunan antara pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah melalui rencana kerja
pemerintah daerah. Maka dalam Pedoman Penyusunan RKPD (Rencana Kerja
Pemerintah Daerah) ini dibutuhkan suatu rancangan kerangka ekonomi daerah,
prioritas pembangunan daerah dan lainnya. Maka tujuan dari kegiatan ini tidak
lain adalah untuk menjadi pedoman atau acuan dalam penyusuna RKPD 2022 yang
diawali dengan rancangan awal RKPD Provinsi maupun Kabupaten/kota, serta
terwujudnya singkronisasi Nasional antar tingkat pemerintahan, dan
terwujudnya konsistensi RPJMD selaras dengan Renstra Perangkat Daerah dan
Renja Perangkat Daerah dan juga menjamin tercapainya target pembangunan
Nasinal, Provinsi dan Kabupaten/Kota. RKPD harus berpedoman pada RKP yaitu
arah kebijakan pembangunan nasional serta Program Strategis Nasional. RKPD
Provinsi ditetapkan paling lambat tanggal akhir Juni 2021 dan rancanga akhir
RKPD selesai disusun akhir Mei, yang melanjutnya digunakan sebagai bahan
evaluasi dan dasar penyusunan Rancangan KUA PPAS. Melalui kegiatan ini
diharapkan dapat mengetahui apakah rencana kerja/rencana strategis
masing-masing OPD sudah sesuai dengan urusan/kewenangan sebagaimana ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaan penyusunan RKPD
tahun 2022 sesuai dengan regulasi dan sistem yang telah ditentukan
pemerintahan pusat. Perencanaan Dan Evaluasi Kinerja
Aparatur Pemerintahan Daerah Merupakan program
strategis dalam melakukan kinerja terhadap profesionalitas semua SKPD,
Informasi kinerja yang dikandung dalam laporan akuntabilitas kinerja ini
memiliki dua fungsi utama. Pertama informasi kinerja ini disampaikan kepada
publik sebagai bagian dari pertanggungjawaban penerima amanat kepada pemberi
amanat. Kedua, informasi kinerjayang dihasilkan dapat digunakan oleh publik
maupun penerima amanat untuk memicu perbaikan kinerja pemerintah. Melalui
akuntabilitas kinerja akan dapat dinilai kinerja instasi pemerintah baik
jangka pendek (tahunan) maupun tujuan jangka panjangnya. Dengan demikian akan
tumbuh suatu kondisi dimana semua organisasi pemerintah akan merasakan
kebutuhan yang mendasar akan informasi kinerja organisasinya melalui
akuntabilitas kinerja. Tanpa akuntabilitas kinerja dan evaluasinya, tidak
mungkin diketahui secara tepat peta permasalahan dan tindakan-tindakan yang
harus diambil. Implementasi SIPD (Sistem
Informasi Pemerintahan Daerah) Berdasarkan PERMENDAGRI Nomor 70 Tahun 2019 Sistem Informasi
Pemerintahan Daerah (SIPD) merupakan sistem informasi berbasis web dengan
data waktu terkini dan dapat diakses melalui situs jaringan resmi Kementerian
Dalam Negeri. Sebagai sistem yang menjunjung nilai keterpaduan, SIPD dibangun
untuk kemudahan penyampaian informasi pemerintahan daerah kepada masyarakat
dan dikembangkan untuk menghasilkan pelayanan informasi pemerintahan daerah
yang saling terhubung dan terintegrasi dengan berbasis elektronik. Pemerintah Pusat
melalui Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan PERMENDAGRI Nomor 70
Tahun 2019 ini sekaligus mencabut PERMENDAGRI Nomor 98 Tahun 2018 tentang
Sistem Informasi Pembangunan Daerah sebelumnya belum mengatur informasi
pemerintahan daerah dalam satu sistem yang terhubung sehingga perlu diganti,
dikeluarkannya PERMENDAGRI 70 Tahun 2019 adalah untuk memenuhi kewajiban
Pasal 391 dan Pasal 395 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Tujuan pokok dikeluarkan peraturan ini untuk memudahkan
informasi pemerintahan daerah yang terhubung dalam satu Sistem Informasi
Pemerintahan Daerah dalam rangka penyampaian informasi pemerintahan daerah
kepada masyarakat. Pedoman Penyusunan, Pengendalian,
Evaluasi Dan Strategi Pencapaian Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Arah kebijakan
pembangunan nasional merupakan pedoman untuk merumuskan prioritas dan sasaran
pembangunan nasional serta rencana program dan kegiatan pembangunan daerah
yang dilakukan melalui pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, bottom
up dan top down. Keberhasilan pembangunan nasional adalah keberhasilan dari
pencapaian semua sasaran dan prioritas serta program dan kegiatan pembangunan
daerah yang ditetapkan dalam RKPD dan dilaksanakan secara nyata oleh semua
pemangku kepentingan. Untuk menjamin sinergisitas program pembangunan
nasional dan daerah, "penyusunan RKPD" berdasarkan arah kebijakan
pembangunan daerah dengan memperhatikan prioritas dan sasaran pembangunan
nasional. Arah kebijakan pembangunan daerah tersebut berpedoman pada Standar
Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemeritahan Daerah bahwa terdapat 6 (enam) urusan pemerintahan wajib yang
berkaitan dengan pelayanan dasar yang terdiri dari pendidikan; kesehatan;
pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat; dan sosial serta
beberapa prioritas lainnya. Sasaran dan prioritas "penyusunan RKPD"
agar diselaraskan untuk mendukung pencapaian 3 (tiga) dimensi pembangunan: 1.
Dimensi Pembangunan Manusia, 2. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan, 3.
Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan. Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis Kecamatan / Kelurahan
Peningkatan
Pelayanan Prima Bagi Aparatur Kecamatan Dan Kelurahan Pelayanan publik merupakan
representasi dari penyelenggaraan birokrasi pemerintahan karena berkenan
langsung dengan salah satu fungsi pemerintah yaitu memberikan pelayanan.
Dalam rangka meningkatkan kualitias pelayanan, maka diperlukan bentuk
pelayanan prima, konsep pelayanan prima menjadi model untuk diterapkan guna
meningkatkan kualitas pelayanan publik, juga pelayanan prima merupakan
strategi untuk mewujudkan budaya kulitas pelayanan publik. Orientasi dari
pelayanan publik adalah kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang
diberikan, kepuasan masyarakat ini merupakan salah satu ukuran berkualitas
atau tidaknya pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur birokrasi
pemerintah, untuk itulah membangun pelayanan prima harus dimulai dengan
meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia, sehingga nantinya dapat
memberikan pelayanan yang terbaik bahkan melebihi standar pelayanan yang ada.
Bimbingan Teknis ini merupakan upaya konkrit guna meningkatkan pengetahuan,
komptensi serta keterampilan dalam melayani masyarakat sekaligus meningkatkan
kemampuan kinerja aparatur yang handal sehingga aparatur mampu melayani
dengan ramah, cakap dan responsive. Peningkatan Kompetensi
Aparatur Kelurahan Dinamika perubahan
yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan berlangsung secara terus
menerus seiring dengan pengaruh globalisasi yang tidak dapat dibendung
keberadaannya, berbagai isu yang mengemuka diantaranya pelayanan kepada
masyarakat, masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui program-program
pemerintah yang menjadi program-program unggulan. Dalam era globalisasi ini,
dimana terjadi perubahan yang cepat menuntut semua pihak untuk dapat
mengembangkan strategi dan kebijakan guna mengantisipasi berbagai masalah
yang akan muncul sebagai akibat dari perubahan ini. Tantangan yang dihadapi
aparatur kelurahan pada saat ini cukup berat dan kompleks karena berbagai
perubahan lingkungan strategis, khususnya perubahan nilai-nilai moral dan
budaya kerja. Oleh karena itu, kepemimpinan aparatur kelurahan dimasa
mendatang adalah kepemimpinan yang bukan hanya mampu melaksanakan program
kerja organisasi tetapi juga mampu menciptakan budaya kerja aparatur yang
kondusif dan profesional. Bimbingan Teknis ini adalah dalam rangka mewujudkan
pelayanan yang professional, serta mewujudkan SDM yang unggul, kreatif dan
religius, meningkatkan pengetahuan penyelenggaraan pemerintahan daerah
khususnya pada tingkat kelurahan, Tercipta sikap yang profesional dalam
memberikan pelayanan masyarakat serta menciptakan pemimpin yang memiliki
pengetahuan/keterampilan/etika dan tata krama serta memiliki mental modern
dalam menciptakan pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) Tuntutan
masyarakat akan peningkatan kinerja pemerintah dalam penyediaan pelayanan
publik semakin meningkat dan tidak terbendung yang seyogyanya disikapi secara
positif oleh pemerintah dengan meresponnya secara aktif. Oleh karena itulah,
dengan diterbitkannya PERMENDAGRI Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) sebagai bentuk jawaban atau
respon dari pemerintah akan tuntutan perbaikan kualitas pelayanan publik
khususnya di pelayanan yang bersifat administratif, dimana pemerintah
menetapkan kecamatan sebagai penyelenggara pelayanan administrasi yang terdepan
dengan tujuan dipenuhinya prinsip-prinsip pelayanan agar pelayanan semakin
efisien. Dalam PERMENDAGRI dimaksud mengamanatkan bahwa penyelenggaraan PATEN
harus terselenggara diseluruh kecamatan di Indonesia maksimal pada bulan
oktober tahun 2015. Oleh karena itu dalam mendukung peraturan tersebut maka
dilakukannya persiapan teknis, subtanstif dan administratif. Tim teknis PATEN
membuat sistem informasi PATEN yang berguna untuk mendukung optimalisasi
implementasi PATEN pada khususnya dan pelimpahan kewenangan Wali Kota/Bupati
kepada camat pada umumnya yang berfungsi sebagai media kontrol dan evaluasi
masyarakat dan Wali Kota/Bupati melalui tim teknis PATEN dan SKPD pembina
untuk perbaikan setiap tahunnya. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Pemerintahan Desa
Akuntabilitas
Pengelolaan Dana Desa Untuk
mendorong makin meningkatnya transparansi, akuntabilitas dan pengawasan
terhadap pengelolaan dana desa, perlu keterlibatan seluruh stakeholder dengan
perannya masing-masing. Bagi masyarakat desa, kepedulian untuk selalu
mengawasi program pembangunan dan melaporkan kepada institusi pengawasan
apabila terjadi penyimpangan yang terjadi di desanya wajib diapresiasi. BPD
selaku lembaga pengawas kinerja Kepala Desa, selalu memonitor jalannya
pemerintahan desa, apakah telah dijalankan sebagaimana kesepakatan yang
tertuang dalam Peraturan Desa tentang APBDes. Tenaga Pendamping Profesional
(TPP) Desa yang bertugas mengawal penyaluran dana desaharus selalubekerja
optimal dalam memberikan pendampingan. Dalam mengoptimalkan dana desa,
melalui pembelanjaan yang memiliki multiplier effect tinggi, diantaranya
berupa program padat karya. Agar dana desa dapat berfungsi optimal, harus
digunakan secara tepat sasaran, guna membangun desa, sesuai kebutuhan dan
potensi masing-masing. Sebagai pedoman bagi para Kepala Desa, Dalam
konteks pengawasan dana desa, agar pengelolaan dana desa semakin akuntabel,
diperlukan mekanisme pengawasan yang melibatkan semua pihak. Pengawasan oleh
masyarakat desa akan sangat efektif apabila dalam pengelolaan dana desa
terutama dalam pelaksanaan kegiatan, selalu melibatkan masyarakat desa secara
langsung. Bentuk penyadaran masyarakat (sosialisasi) tentang perlunya
kepedulian masyarakat desa dalam membangun transparansi, akuntabilitas, dan
pengawasan, perlu ditingkatkan terutama oleh instansi yang mempunyai
kewenangan pembinaan keuangan desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD),
keterlibatannya lebih luas lagi karena berdasarkan kewenanganya, BPD
melakukan pengawasan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
pertanggungjawaban. BPD merupakan lembaga yang membahas dan menyepakati
rancangan peraturan desa tentang APBDes bersama kepala desa. BPD melakukan
pengawasan terhadap kinerja kepala desa dan mengevaluasi laporan keterangan
penyelenggaraan pemerintahan desa. Prosedur Dan Mekanisme Pengelolaan
Dana Desa Untuk Menghindari Pengenaan Sanksi Pelanggaran Administrasi Dan
Pidana Camat
selaku Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kecamatan, salah satu
tugasnya melakukan fasilitasi pengelolaan keuangan desa, dalam hal melakukan
evaluasi Rancangan Peraturan Desa APBDes, akan menjalankansalah satu proses
verifikasi dokumen perencanaan penganggaran, selain verifikasi dokumen
perencanaan pencairan (dokumen pencairan) ketika masuk dalam tahap
pelaksanaan anggaran, sehingga tidak ada lagi desa fiktif yang mendapat
alokasi dana desa. Bagi Kepala Daerah, mandat yang diemban sebagaimana PMK
yang baru, bertugas menerima dokumen persyaratan penyaluran dana desa dari
kepala desa, kemudian melakukan verifikasi kebenaran dokumen dan
menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat
yang menjadi mitra pemda. Tidak kalah pentingnya, sebagai lembaga pengawasan,
Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), BPK, bahkan KPK dituntut segera
merespon pengaduan masyarakat maupun indikasi terjadinya kecurangan (fraud)
dalam pengelolaan keuangan desa. Pengenaan sanksi bagi pelanggar ketentuan
pengelolaan dana desa bisa administratif dan pidana. Pengenaan
Sanksi Administratif dapat dilakukan oleh pemerintah melalui penundaan
pencairan dana desa maupun pemotongan dana desa. Pengenaan sanksi dapat
dikenakan baik kepada Kepala Daerah maupun Kepala Desa. Sanksi kepada Kepala
Daerah dapat dikenakan apabila Bupati/Walikota tidak menyalurkan Dana Desa
tepat waktu dan tepat jumlah, dengan sanksi berupa penundaan Dana Alokasi
Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) kabupaten/Kota sebesar selisih
kewajiban Dana Desa yang harus disalurkan. Untuk itu pemerintah pusat mulai
tahun 2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 205/PMK.07/2019
tentang Pengelolaan Dana Desa dan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor
Per-1/PB/2020 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Dana Desa, melakukan
perubahan mekanisme penyaluran Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN)
langsung ke Rekening Kas Desa (RKD), dan telah dimulai bulan Januari 2020.
Sanksi kepada Kepala Desa, berupa penundaan pencairan dana desa dapat
dikenakan apabila Kepala Desa, tidak menyampaikan Peraturan Desa tentang
APBDes, tidak menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Desa tahap
sebelumnya, dan terdapat usulan dari aparat pengawasan fungsional daerah.
Sedangkan sanksi berupa pemotongan pencairan dana desa dapat dikenakan
apabila terdapat sisa Dana Desa yang lebih dari 30% selama 2 tahun
berturut-turut, dan berdasarkan penjelasan serta hasil pemeriksaan ditemukan
penyimpangan berupa Silpa yang tidak wajar. Sedangkan
Pengenaan Sanksi Pidana bagi pihak yang mencoba menyalahgunakan dana desa di
beberapa daerah telah mulai dilakukan dengan telah dijatuhkannya vonis pidana
bagi Kepala Desa yang menyalah gunakan dana desa. Bentuk penyalahgunaannya
antara lain kegiatan fiktif, mark-up harga, mark-up jumlah, belanja fiktif,
tidak ada laporan pertanggungjawaban penggunaan, dan penggunaan untuk
keperluan pribadi. Akuntansi Pelaporan
Dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa Dengan
diberlakukannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka yang menjadi
perhatian bagaimana selanjutnya pemerintahan desa mengelola keuangan dan
mempertanggungjawabkannya. Pengelolaan Keuangan Desa meliputi, perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Akuntansi pelaporan menyajikan informasi
kepada suatu entitas misalnya pemerintahan desa. Untuk melakukan tindakan
yang efektif dan efisien yaitu melakukan perencanaan, pengawasan, dan
menghasilkan keputusan bagi pimpinan entitas misalnya Kepala Desa yang dapat
dimanfaatkan baik oleh pihak internal maupun eksternal. Pihak-pihak yang
senantiasa menggunakan informasi akuntansi, di antaranya 1. Pihak internal,
struktur organisasi Desa, yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara, dan
Kepala Urusan/Kepala Seksi. 2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD), melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan APBDesa. 3. Pemerintah, pemerintah pusat,
pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota. Selain pihak-pihak yang
telah disebutkan sebelumnya, masih banyak lagi pihak yang memungkinkan untuk
melihat laporan keuangan Desa, misalnya Lembaga Swadaya Desa, RT/RW, dan
sebagainya. Artinya Akuntansi pelaporan sebagai suatu sistem dengan input
data/informasi dengan output informasi dan laporan keuangan, sehingga
pelaporan dan Pertanggungjawaban keuangan desa menjadi transparan dan
akuntabel. Tugas Pokok Dan
Fungsi Kepala Desa Dan Perangkat Desa Berdasarkan PERMENDAGRI Nomor 84 Tahun
2015 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja (SOTK) Pemerintah Desa Kepala
Desa berkedudukan sebagai Kepala Pemerintah Desa yang memimpin
penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Bertugas diantaranya menyelenggarakan Pemerintahan Desa, Fungsinya
diantaranya menyelenggarakan Pemerintahan Desa, seperti tata praja
Pemerintahan, penetapan peraturan di desa, pembinaan masalah pertanahan dll.
Sekretaris Desa berkedudukan sebagai unsur pimpinan Sekretariat Desa.
Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam bidang administrasi
pemerintahan. Fungsinya diantaranya: melaksanakan urusan ketatausahaan
seperti tata naskah, administrasi surat menyurat, arsip, dan ekspedisi.
Kepala urusan berkedudukan sebagai unsur staf sekretariat. Kepala urusan
bertugas membantu Sekretaris Desa dalam urusan pelayanan administrasi
pendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Kepala Urusan mempunyai
fungsi: Kepala urusan tata usaha dan umum memiliki fungsi seperti
melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi surat
menyurat, arsip, dan ekspedisi dll, Kepala urusan keuangan memiliki fungsi
seperti melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan administrasi
keuangan, administrasi sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran, verifikasi
administrasi keuangan dll, Kepala urusan perencanaan memiliki fungsi
mengoordinasikan urusan perencanaan seperti menyusun rencana anggaran
pendapatan dan belanja desa, Kepala seksi berkedudukan sebagai unsur
pelaksana teknis. Kepala seksi bertugas membantu Kepala Desa sebagai
pelaksana tugas operasional. Kepala Seksi mempunyai fungsi: Kepala seksi
pemerintahan mempunyai fungsi melaksanakan manajemen tata praja Pemerintahan,
menyusun rancangan regulasi desa, pembinaan masalah pertanahan dll, Kepala
seksi kesejahteraan mempunyai fungsi melaksanakan pembangunan sarana
prasarana perdesaan, pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, dan tugas
sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik,
lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga, pemuda, olahraga, dan karang taruna.
Kepala seksi pelayanan memiliki fungsi melaksanakan penyuluhan dan motivasi
terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat, pelestarian nilai sosial
budaya masyarakat, keagamaan, dan ketenagakerjaan. Kepala Kewilayahan atau
sebutan lainnya berkedudukan sebagai unsur satuan tugas kewilayahan. Kepala
Kewilayahan/Kepala Dusun memiliki fungsi: Pembinaan ketentraman dan
ketertiban, pelaksanaan upaya perlindungan masyarakat, mobilitas
kependudukan, dan penataan dan pengelolaan wilayah. Mengawasi pelaksanaan
pembangunan di wilayahnya. Melaksanakan pembinaan kemasyarakatan dalam
meningkatkan kemampuan dan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungannya. Pengembangan Usaha Ekonomi
Masyarakat Desa Pengembangan
usaha ekonomi masyarakat desa menjadi hal yang sangat penting dilakukan,
peningkatan produktivitas sektor perdesaan dapat memberikan rangsangan bagi
pengembangan produksi industri barang-barang konsumsi. Ada dua unsur penting
yang berperan dalam konteks ini. Pertama, pemanfaatan teknologi berlandaskan
kemajuan llmu pengetahuan (change from resource base to science agricultural
development), yang didukung oleh pengembangan kapital dalam bentuk prasarana
irigasi dan transportasi, kredit pertanian, pengembangan industri pupuk,
lembaga penyuluhan dan pemasaran. Kedua, kebijakan nilai tukar petani yang
memadai. Pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa. Pengembangan industri
memerlukan akumulasi kapital, yang terjadi karena peningkatan produktivitas
sektor-sektor agrokompleks melalui inovasi teknologi padat karya (labor
intensive innovation). Interaksi sektor pertanian (pedesaan) dengan sektor
industri (perkotaan) bukan saja ditandai oleh arus modal, tetapi juga arus
perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Melalui
bimbingan teknis ini diharapkan setiap desa dapat memetakan produk
unggulannya dan kemudian menyusun langkah-langkah pengembangannya. Kegiatan
ini tidak hanya diikuti oleh perangkat desa maupun pelaku ekonomi desa tetapi
juga dapat diikuti oleh SKPD maupun Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
sebagai pembina dan pengawasan desa. Renstra Dan Renja Pelaksanaan
Alokasi Dana Desa (ADD) Alokasi
Dana Desa (ADD) merupakan dukungan dana oleh pemerintah pusat dan daerah pada
pemerintah desa dalam upaya peningkatan pelayanan dasar dan pemberdayaan
masyarakat desa. Dalam rangka pencapaian tujuan haruslah adanya Rencana
Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja), pemerintah desa melalui Tim
Pengelola Tingkat Desa diharapkan dapat melibatkan semua elemen yang ada di
desa dan senantiasa menumbuhkan kerjasama baik dalam kegiatan perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan. Institusi pengelola ADD adalah tim yang
dibentuk untuk melakukan fasilitasi di tingkat Kabupaten, pendampingan di
tingkat Kecamatan dan pelaksana di tingkat Desa. Tim Fasilitasi tingkat
Kabupaten atau ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah yang terdiri dari
unsur pemerintah dengan tugas melaksanakan desiminasi secara luas akan
kebijakan dan informasi tentang ADD, Bimbingan Teknis ini membantu Tim
Pendamping tingkat Kecamatan untuk memberikan pelatihan/orientasi kepada Tim
Pelaksana Alokasi Dana Desa (ADD) di tingkat Desa, Menentukan besarnya ADD
yang diterima berdasarkan rumusan yang telah ditetapkan, melakukan kegiatan
pembinaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan ADD bersama dengan Tim
Pendamping tingkat Kecamatan dalam setiap proses tahapan kegiatan, melakukan
fasilitasi pemecahan masalah berdasarkan pengaduan masyarakat serta pihak lainnya
dan mengkoordinasikan pada Inspektorat serta memberikan laporan kemajuan desa
dalam mengelola Alokasi Dana Desa (ADD). Tata Cara Pembentukan, Pengelolaan
Dan Pengembangan BUMDes Berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2021 Ketentuan
Pasal 117 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang
Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Badan Usaha Milik
Desa yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021, BUM Desa adalah badan
hukum yang didirikan oleh desa dan/atau hersarna desa-desa guna mengelola
usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas,
menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Pembentukan
BUMDes menjadi salah satu program strategis pemerintah dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang ada di pedesaan. Sejak
berlakunya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Pembentukan BUMDes menjadi
pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial dan komersial.
Dengan adanya BUMDes Masyarakat Desa menjadi semakin dapat berinovasi dan
berkarya dalam membangun Desanya, interaksi antar warga desa semakin giat
untuk melakukan sebuah usaha, hal ini pastinya mendapat dukungan dari Kepala
Desa dan masyarakat Desa itu sendiri. BUMDes
harus berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui penyediaan pelayanan
sosial. Aktivitas BUMDes tidak hanya berbicara soal bisnis, tetapi juga
mempertimbangkan potensi dan kemampuan ekonomi masyarakat setempat,
Pembangunan ekonomi lokal desa didasarkan oleh kebutuhan, potensi, kapasitas
desa, dan penyertaan modal dari pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan dan
kekayaan desa dengan tujuan akhirnya adalah meningkatkan taraf ekonomi
masyarakat desa. BUMDes
adalah kunci perputaran uang hanya di Desa. Oleh karena itu Pemerintah
memberikan perhatian khusus dengan mengeluarkan Permedesa tentang Prioritas
Penggunaan Dana Desa yang salah satunya adalah pendirian BUMDes. Pengelolaan
BUMDes telah banyak memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan desa.
BUMDes tidak hanya menjadi lembaga komersil untuk meningkatkan penghasilan,
tetapi juga menyumbang penyerapan tenaga kerja di Desa. Untuk itu
Pengembangan BUMDes haruslah terus dilakukan. Dengan semakin banyak BUMDes
yang berkembang, maka semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat desa. Monitoring Dan Tata Cara Audit
Dana Desa Berdasarkan
PP Nomor 60 Tahun 2014, setiap Desa akan mendapatkan Dana dari Anggaran APBN
dari pemerintah pusat. Dana Desa setiap kabupaten/kota dialokasikan berdasarkan
perkalian antara jumlah Desa di setiap kabupaten/kota dan rata-rata Dana Desa
setiap propinsi. Untuk menjaga efektifitas pengucuran Dana Desa, pemerintah
telah menyusun beberapa regulasi sebagai tambahan payung hukumnya.
Diantaranya PP Nomor 43 Tahun 2014. Untuk itu diperlukan pelaporan yang baik
sebagai dasar dalam menjaga good governance. Penerapan good covernance,
mutlak dibutuhkan suatu system pelaporan yang akurat dan transparan.
Pelaporan yang akuntabel itu akan memastikan pengambilan keputusan bagi
Kepala Desa dan Camat dilakukan dengan cepat, tepat dengan mempertimbangkan
kepentingan yang lebih besar. Manajemen Keuangan Daerah berdasarkan prinsip
Good Financial Covernance, Sinkronisasi Dokumen Perencanaan Desa dengan
pembangunan Daerah, Kebijakan Pengelolaan Keuangan Desa, Penatausahaan
Keungan Desa, Implementasi Penatausahaan Keungan Desa, Pertanggungjawaban
Keuangan Desa, Pembinaan, Pengawasan dan Audit Dana Desa. Penatakelolaan Aset Desa Berbasis
Aplikasi SIPADES Ver. 2.0 SIPADES
2.0 merupakan aplikasi yang resmi dari Pemerintah Indonesia yang dikembangkan
oleh Direktorat Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemerintahan Desa Direktorat
Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri untuk digunakan oleh
seluruh Pemerintah Desa dalam pengelolaan aset desa sesuai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku. SIPADES 2.0 merupakan alat bantu
Pengelola/Pengurus Barang Milik Desa guna pengadministrasian dan
inventarisasi aset Desa sebagaimana amanat PERMENDAGRI Nomor 1 Tahun 2016 dan
sesuai dengan tupoksi Kaur Umum & TU dalam pasal 7 PERMENDAGRI Nomor 84
Tahun 2015 SIPADES
2.0 dibangun dan dikembangkan menggunakan teknologi basis web, sehingga data
dan informasi terkait aset Desa dapat diperoleh secara cepat dan akurat.
Aplikasi SIPADES 2.0 ini bersifat GRATIS dan HANYA digunakan oleh Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Desa Paparan
SIPADES 2.0 Dalam
Rangka memberikan pemahaman dasar bagi Kepala Desa tentang pengelolaan aset
Desa, maka diperluakan sebuah pembelajaran dan pelatihan mengenai Sistem
Pengelolaan Aset Desa, SIPADES Ver.2.0
ini Merupakan sarana dan alat bantu Pemerintah Desa untuk
pengadministrasian dan inventarisir aset desa berupa barang milik Desa yang
berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban belanja
anggaran pendapatan dan belanja Desa atau perolehan lainnya yang sah,
berdasarkan PERMENDAGRI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
dan PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Aparat
Desa harus memahami secara utuh mengenai pengelolaan aset desa, karena hal
ini merupakan hal yang sangat fundamental dan penting. Untuk itu para
Perangkat Desa dituntut paham betul soal tata kelola keuangan dan aset desa,
sehingga mulai dari pengelolaannya, perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawabannya pun harus mengacu pada aturan yang ada. Melalui
penerapan aplikasi ini agar dapat menjadi kunci utama keberhasilan
pemanfaatan aset sebagai kekayaan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat
pedesaan, Karena berbicara tentang aset desa, tidak hanya pada benda atau
yang sifatnya fisik, akan tetapi sumber daya manusia, sumber daya alam, aset
sosial, aset fisik, dan aset kelembagaan juga merupakan aset Desa. Pedoman Dan Tata
Cara Pengadaan Barang/Jasa Di Desa untuk
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang bersumber dari APBDesa agar
sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga hasil Pengadaan
Barang/Jasa di Desa dapat bermanfaat untuk memperlancar penyelenggaraan
Pemerintahan Desa dan memenuhi kebutuhan masyarakat, dipandang perlu
menetapkan PERKA LKPP Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan
Barang/Jasa di Desa, Tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang
pembiayaannya bersumber dari APBDesa diatur oleh Bupati/Walikota dalam bentuk
Peraturan Bupati/Walikota, dengan tetap berpedoman pada Peraturan Kepala LKPP
ini, dan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Maksud dan
Tujuan dari peraturan ini adalah untuk memberikan pedoman bagi Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam menyusun tata cara pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di
Desa yang dibiayai dengan dana APBDesa, Sesuai dengan tata kelola yang baik
dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa di desa. Pengelolaan Dan
Pertanggungjawaban Keuangan Desa Bagi Aparatur Pemerintah Desa Guna
meningkatkan kualitas penyelenggaraan manajemen pemerintahan dan pengelolaan
keuangan desa, yakni meningkatkan keterampilan dan pengetahuan aparat desa
dalam pengelolaan keuangan secara lebih transparan dan akuntabel sesuai
dengan regulasi yang ada. Meningkatkan kapasitas kinerja penyelenggaraan
pemerintah desa kearah yang lebih baik dalam tata kelola pemerintahan Desa
yang bersih, transparan, dan akuntabilitas, tidak lepas dari peranan aparat
pemerintah Desa terbawah termasuk bendahara desa. Sehingga dengan demikian
mengingat penting dan strategisnya peranan bendahara desa untuk menciptakan
pemerintahan desa yang bersih maka pengetahuan bendahara desa perlu
ditingkatkan melalui bimtek seperti ini, Kedepannya desa harus mandiri untuk
mengatur dan mengelola desa nya sendiri dengan semua aparatur desa yang kuat. Pemahaman Dan
Penguatan Dalam Pengelolaan Dana Desa Melalui Buku Pintar Dana Desa Menteri
Keuangan telah menerbitkan Buku Pintar Dana Desa dengan tema “Dana Desa untuk
Kesejahteraan Masyarakat, Menciptakan Lapangan Kerja, Mengatasi Kesenjangan,
dan Mengentaskan Kemiskinan”. Hal ini dimaksudkan, agar dapat menjadi
pegangan dan pedoman berbagai stakeholder, baik dari kalangan Kepala Desa dan
perangkatnya, eksekutif di Pusat dan Daerah, anggota Legislatif maupun
masyarakat, disamping untuk mengetahui implementasi regulasi Dana Desa secara
consize namun komprehensif. Berbagai hal yang terangkum dalam Buku Saku
tersebut, diantaranya Konsep Dasar Dana Desa, Perencanaan, Penganggaran, dan
Pokok-pokok Kebijakan Dana Desa dalam APBN, Penggunaan Dana Desa, Pengelolaan
Dana Desa di Desa, Pengadaan Barang dan Jasa di Desa, Program Padat Karya dan
Cash For Work, Pemantauan dan Pengawasan Dana Desa, dan Badan Usaha Milik
Desa. Dari
daftar isi Buku Pintar Dana Desa bisa kita lihat apa yang dibahas, seperti : - Esensi UU Desa dan Dana Desa - Konsep Dasar Dana Desa - Evaluasi Dana Desa - Perencanaan, Penganggaran dan Pokok-Pokok
Kebijakan Dana Desa Dalam APBN - Penyaluran Dana Desa - Penggunaan Dana Desa - Pengelolaan Dana Desa di Desa - Pengadaan
Barang dan Jasa di Desa - Program Padat Karya, dan Cash For Work - Pemantauan dan Pengawasan Dana Desa Manajemen
Pengelolaan Keuangan Desa Dan Aset Desa Manajemen
pengelolaan keuangan desa dan aset desa sangatlah penting, hal ini haruslah
setiap perangkat aparatur desa mengetahuainya, sehingga tata kelola keuangan
desa dan aset desa dapat berjalan dengan baik dan tidak menyalahi aturan yang
berlaku. Didalamnya meliputi dasar hukum pengelolaan keuangan desa, tugas
pokok dan fungsi pengelola keuangan pemerintah desa, teknis penatausahaan
penerimaan dan pengeluaran serta pertanggungjawaban bendahara desa, teknis
penyusunan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa,
pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa, laporan kekayaan milik desa
dalam tahun anggaran berjalan, pengelolaan aset desa sesuai dengan
PERMENDAGRI Nomor 1 Tahun 2016. Pengelolaan keuangan desa dan aset desa ini
adalah untuk bagaimana desa agar dapat mengatur dan mengelola keuangan desa
dan aset desa dengan sebaik-baiknya, tidak melakukan kesalahan pengelolaan
yang dapat berakibat buruk dari kelangsungan pengelolaan desa itu
sendiri. Untuk itu perlu adanya
edukasi dan pengetahuan dalam mengelola dan mengatur bagaimana keuangan desa
dan aset desa itu dapat di jalankan dengan sebaik-baiknya, dari segi
manajemen, hukum, dan aturan yang memayunginya haruslah selaras dan jangan
sampai terjadi penyelewengan. Pengelolaan
Dana Desa diubah untuk kedua kalinya dengan PERMENKEU Nomor 50 Tahun 2020
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019
tentang Pengelolaan Dana Desa. Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa bermaksud untuk
untuk mempercepat penyaluran Dana Desa dalam mendukung pelaksanaan Bantuan
Langsung Tunai Desa (BLT Desa). PERMENKEU 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan
Dana Desa yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
40/PMK.07/2020 telah mengatur tentang pelaksanaan mengenai penganggaran,
pengalokasian, penyaluran, penatausahaan, pedoman penggunaan, dan pemantauan serta evaluasi
pengelolaan Dana Desa dan
penyaluran Bantuan Langsung Tunai Desa (BLT Desa). PERMENKEU Nomor 50 Tahun
2020 tentang Perubahan Kedua Atas PERMENKEU 205/PMK.07/2019 tentang
Pengelolaan Dana Desa memberikan akses percepatan penyaluran BLT Desa. Setelah
PERMENKEU Nomor 50 Tahun 2020 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang
Pengelolaan Dana Desa ini diberlakukan memiliki pengaruh kepada Desa yang
telah salur tahap II, penghitungan sisa Dana Desa Tahun 2019 di RKD
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019
tentang Pengelolaan Dana Desa; dan terhadap permohonan penyaluran Dana Desa
Tahun Anggaran 2020 yang telah diajukan oleh Bupati/Walikota ke KPPN dan yang
telah disampaikan oleh Bupati/Wali kota kepada KPPN namun diperlukan
penyesuaian/perbaikan dokumen, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 40/PMK.07/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 50 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa
ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada tanggal 19 Mei 2020 di
Jakarta. PERMENKEU Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa
diundangkan pada tanggal 19 Mei 2020 di Jakarta oleh Widodo Ekatjahjana,
Dirjen Peraturan Perundang-Undangan KEMENKUMHAM RI. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 50 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa ditempatkan pada
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 500. Agar setiap orang mengetahuinya. Tata Cara Penyusunan
Anggaran Desa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) adalah instrumen penting yang sangat
menentukan dalam rangka perwujudan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dan pelaksanaan pembangunan di tingkat desa. Tata pemerintahan
yang baik, diantaranya diukur dari proses penyusunan dan pertanggungjawaban
APBDesa. Memahami proses pada seluruh tahapan pengelolaan APBDesa
(penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban) memberikan arti terhadap model
penyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa sebagai sebuah dokumen publik sudah seharusnya
disusun dan dikelola berdasarkan prinsip partisipatif, transparan, dan
akuntabilitas. Rakyat yang hakekatnya sebagai pemilik anggaran haruslah diajak
bicara dari mana dan berapa besar Pendapatan Desa dan diajak bermusyawarah
untuk apa Uang Desa di belanjakan. Dengan demikian harapan tentang anggaran
yang digunakan untuk kesejahteraan rakyat benar-benar akan terwujud dan dapat
memberikan arti serta nilai bahwa tatakelola kepemerintahan desa dijalankan
dengan baik. Peningkatan Kinerja
Serta Tugas Kepala Desa Dan Sekretaris Desa Dalam
penerapan Good Governance, perlu di optimalkan fungsi-fungsi Perangkat Daerah
yang berhubungan langsung dengan masyarakat seperti Dinas Daerah sampai
perangkat Desa. Untuk itu perlu memberikan pembelajaran bagi para Kepela Desa
dan Sekretaris Desa maupun perangkat pembantu lainnya dalam lingkup Esensi
Dasar pemerintahan Dengan tujuan peningkatan kinerja dan mengembangkan fungsi
aparat Perangkat Desa menjadi Lebih Optimal ketika Pemerintah Berani
Melakukan Diversifikasi Dalam Formulasi Regulasi, Kebijakan di Seluruh
Indonesia, Kepala
Desa maupun Sekretaris Desa harus memahami tugas Pemerintahan Umum, Memahami
Tugas Delegatif, serta kewenangan Kepala Desa dan Sekretaris Desa sehingga
mempercepat terwujudnya kesejahteraan Masyarakat Desa sebagai tujuan atonomi
daerah, sehingga penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan sub sistem dari
sistem penyelenggaraan pemerintahan sesuai PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang
peraturan pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pengelolaan Keuangan Desa Melalui Aplikasi SIMDA Desa Dalam
Rangka Mengawal Agenda Prioritas Pemerintah (Nawa Cita) "Membangun
Indonesia dari Pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka Negara Kesatuan" BPKP Mempersembahkan Aplikasi SIMDA (Sistem
Tata Kelola Keuangan) Desa. Pengembangan Aplikasi SIMDA telah dipersiapkan
sejak awal dalam rangka implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Keberhasilan
atas pengembangan aplikasi SIMDA ini selanjutnya diserahkan kepada Deputi
Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaran Keuangan Daerah setelah melewati
tahapan Quality Assurance (QA) oleh Tim yang telah ditunjuk. Aplikasi
SIMDA Desa merupakan aplikasi yang dikembangkan BPKP dalam rangka
meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa. Fitur-fitur yang ada dalam
aplikasi SIMDA Desa dibuat sederhana dan user friendly sehingga memudahkan
pengguna dalam mengoperasikan aplikasi SIMDA Desa. Dengan proses penginputan
sekali sesuai dengan transaksi yang ada, dapat menghasilkan output berupa
dokumen penatausahaan dan laporan-laporan yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Administrasi Desa Administrasi
Desa adalah keseluruhan proses kegiatan pencatatan data dan informasi
mengenai penyelenggaraan pemerintahan Desa. Administrasi Desa ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri akan tetapi teknis pelaksanaan dan
pembinaan operasionalnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Hal ini mengacu
pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, juga Peraturan Pemerintah Nomor
79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, dan dengan Peraturan Kementerian Dalam Negeri 32 Tahun 2006. Jenis
Administrasi Desa terdiri dari Administrasi Umum, Administrasi Penduduk,
Administrasi Keuangan, Administrasi Pembangunan, dan Administrasi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Untuk meningkatkan manajemen Pemerintahan Desa
perlu dilakukan penataan administrasi agar lebih effektif dan effisien. Pembentukan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) Sesuai Dengan PERMENDAGRI Nomor 110 Tahun 2016, Serta
Tugas Dan Fungsinya Sesuai UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Dengan ditetapkannya
PERMENDAGRI Nomor 110 Tahun 2016 menjelaskan bagaimana mekanisme pembentukan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD), hal ini sangatlah penting sehingga tiap
desa mengetahui tugas dan fungsinya. Selanjutnya hal ini didukung oleh UU
Desa Nomor 6 Tahun 2014, kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengalami
perubahan. Jika sebelumnya BPD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan
maka sekarang menjadi Lembaga Desa. Dari fungsi hukum berubah menjadi fungsi
politis. Kini, fungsi BPD yaitu menyalurkan aspirasi, merencanakan APBDes,
dan mengawasi Pemerintahan Desa, sedangkan tugasnya adalah menyelenggarakan
Musyawarah Desa (musdes) dengan peserta terdiri Kepala Desa, Perangkat Desa
kelompok, dan tokoh masyarakat. Jumlah pesertanya tergantung situasi kondisi
setiap Desa. Musyawarah Desa berfungsi sebagai ajang kebersamaan dan
membicarakan segala kebijakan Tentang desa. Badan Permusyawaratan Desa ini
sangat diharapkan peran sertanya oleh Masyarakat Desa sehingga apa yang ingin
disampaikan oleh Masyarakat Desa sebagai masukan dapat menjadi jembatan
informasi ke Pemerintah Desa, misalnya tentang pembangunan infrastruktur,
ekonomi, kesehatan dan Keuangan Desa yang akuntable Pedoman Dan Tata Cara Rencana
Kerja Anggaran Keuangan Desa Rencana
kerja anggararan keuangan desa adalah rencana bagaimana mengelola Keuangan
Desa yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan desa. Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan
hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APBDesa.
Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa,
juga dapat didanai oleh APBN dan APBD. Maka Kegiatan Pengelolaan Keuangan
Desa dapat dilaksanakan dengan baik tentunya harus didukung diantaranya oleh
sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas serta sistem dan prosedur
keuangan yang memadai. Oleh karenanya, pemerintah desa harus memiliki
struktur organisasi pengelolaan keuangan, uraian tugas, bagan alir, dan
kriteria yang menjadi acuan dalam kegiatan pengelolaan keuangan desa. Hal ini
dimaksudkan agar dalam rancana kerja anggaran keuangan desa dapat memenuhi
kreteria dan tidak menyalahi aturan pengelolaan keuangan desa seperti
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis Kependudukan
Manajemen
Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Administrasi Kependudukan adalah rangkaian penataan dan
penertiban. Dalam penertiban dokumen melalui pendaftaran penduduk, pencatatan
sipil, pengelolaan informasi kependudukan serta pendayagunaan hasil untuk
pelayanan publik dan pembangunan sertor lain. Administrasi kependudukan aspek
hak keperdataan gagasan menyusun suatu sistem administrasi yang menyangkut
seluruh masalah kependudukan, yang meliputi informasi kependudukan, patut
menjadi perhatian untuk mewujudkannya sebagai ciri dari penyelenggaraan
negara yang modern khususnya bidang pelayanan masyarakat. Pengertian
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, adalah tidak dapat disangkal bahwa
sistem administrasi kependudukan merupakan sistem yang mengatur seluruh
administrasi yang menyangkut masalah kependudukan pada umumnya. Dalam hal ini
tiga jenis pengadministrasian yaitu 1. Pendaftaran Penduduk, 2. Pencatatan Sipil,
3. Pengelolaan Informasi. Keputusan KEMENDAGRI Nomor 54 Tahun 1999 tentang
pedoman penyelenggaraan pendaftaran penduduk, PERPRES Nomor 25 Tahun 2008
tentang persyaratan dan tata cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil,
serta PERMENDAGRI Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan buku yang
digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Tata
Cara Registrasi Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil Bagi Petugas
Kelurahan, Kecamatan Dan Dinas Registrasi Pendaftaran Penduduk adalah proses pencatatan dan
pengumpulan biodata penduduk yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa
kependudukan harian dan kejadian-kejadian yang mengubah status seorang yang
dicatat atas pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan pada penduduk
rentan administrasi kependudukan serta penerbitan dokumen kependudukan berupa
kartu identitas atau surat keterangan kependuduk. Keputusan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 (perubahann UU Nomor 23 Tahun 2006) tentang administrasi
kependudukan yang merupakan perubahan mendasar dibidang administrasi
kependudukan. Tujuan utama dari perubahan undang-undang yang dimaksud adalah
untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada
masyarakat, menjamin akurasi data kependudukan dan ketunggalan Nomor Induk Kependudukan
(NIK), serta ketunggalan dokumen kependudukan. Tenaga
Pengelola Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Berkaitan dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Administrasi Kependudukan, Pelatihan Tenaga SIAK Kabupaten/Kota
sangatlah penting demi tercapainya data kependudukan yang akurat dan valid,
yang mana pelatihan ini tujuan utamanya adalah untuk memberikan pembekalan
kepada peserta training (ADB - Kabupaten / Kota), melakukan proses pencetakan
KTP-el sehingga meningkatkan
efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat, menjamin
akurasi data kependudukan dan ketunggalan nomor induk kependudukan
(NIK) serta ketunggalan dokumen kependudukan. Perubahan substansi yang
mendasar dalam masa berlaku KTP elektronik (KTP-el), Penggunaan data
kependudukan Kementerian Dalam Negeri, dan Pencetakan Dokumen/Personalisasi
KTP-el. Bimbingan Teknis ini bertujuan memahami bagaimana tentang
Proses Bisnis Pencetakan KTP-el, Topologi Jaringan, Upgrade Server dan
Client, Setting Koneksi (Server + PC), Konfigurasi Smart Card + Fargo, Untuk
mengaktivasi smartcard reader agar bisa digunakan pada proses penulisan data
penduduk ke chip KTP-el (Encode) dan mengaktivasi KTP-el yang sudah dicetak.
Serta Penggunaan Aplikasi Pencetakan (Bcard Management). Upgrade
server diperlukan untuk mengupdate database dan service agar dapat melakukan
pencetakan KTP-el. Sistem
Pelayanan Administrasi Kependudukan Secara Daring Sesuai Dengan PERMENDAGRI
Nomor 7 Tahun 2019 Untuk melaksanakan Pelayanan Administrasi Kependudukan Daring
atau Pelayanan ADMINDUK Daring, Mendagri melalui Direktur Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, melakukan perubahan mekanisme kerja di
lingkup Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, DISDUKCAPIL
Provinsi, DISDUKCAPIL Kabupaten/Kota dan UPT DISDUKCAPIL Kabupaten/ Kota.
Untuk membangun tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien perlu
mengembangkan sistem pelayanan administrasi kependudukan yang baru, bahwa
sistem pelayanan administrasi kependudukan perlu dilakukan dengan cara yang
lebih mudah dan cepat kepada masyarakat dengan menerapkan mekanisme pelayanan
secara daring. Pelayanan Administrasi Kependudukan Daring atau Pelayanan
ADMINDUK Daring adalah proses pengurusan dokumen kependudukan yang pengiriman
data/berkas persyaratannya dilakukan dengan media elektronik yang berbasis
web dengan memanfaatkan fasilitas teknologi, komunikasi dan informasi.
Peraturan Pelayanan Administrasi Kependudukan secara Daring ini
dilatarbelakangi dengan pertimbangan bahwa untuk membangun tata kelola
pemerintahan yang efektif dan efisien perlu mengembangkan sistem pelayanan
administrasi kependudukan yang baru perlu dilakukan dengan cara yang lebih
mudah dan cepat kepada masyarakat dengan menerapkan mekanisme pelayanan
secara daring. Jadwal pelaksanaan
bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan
Teknis SATPOL PP
Jabatan Fungsional Satuan Polisi
Pamong Praja Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2015 dan Peraturan Kepala BKN
Nomor 9 Tahun 2015 ini mengatur tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 4 Tahun
2014 tentang Jabatan Fungsional Polisi Pamong Praja dan Angka Kreditnya.
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Kepala BKN ini hanya terdiri atas
4 pasal. Dalam peraturan bersama ini dilampirkan juga PERMENPAN dan RM Nomor
4 Tahun 2014 tersebut. Jabatan Fungsional Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disingkat Jabatan Fungsional Pol PP, adalah jabatan fungsional
yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggungjawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan penegakan peraturan daerah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Polisi Pamong Praja, yang
selanjutnya disingkat Pol PP adalah anggota satuan Pol PP sebagai aparat
pemerintah daerah yang diduduki oleh PNS dan diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dalam penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat. Peningkatan Kapasitas SATPOL PP
Sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Implementasi
peraturan perundang-undangan melalui peran SATPOL PP dalam penegakkan
peraturan daerah (PERDA), bertujuan memberikan pengetahuan tentang tugas dan
fungsi SATPOL PP diharapkan mampu memantapkan penegakan PERDA dan peraturan
kepala daerah. Tugas utama SATPOL PP adalah melaksanakan penyelenggaraan
ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan PERDA. Sehingga strategis
peran SATPOL PP dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. SATPOL PP harus
menjadi motivator dalam kepastian pelaksanaan perda dan keputusan kepala
daerah. SATPOL PP juga memiliki peran penting lainnya sebagai Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan mitra polisi untuk menindak segala bentuk
pelanggaran dan penegakan hukum dalam menjalankan fungsi kepolisian yang non
justical, ini menuntut kualitas, kapasitas dan kompetensi personil SATPOL PP
agar tanggungjawab dapat terlaksana maksimal. Implementasi Pelaksanaan Tugas Pokok
Dan Fungsi SATPOL PP SATPOL
PP mempunyai tugas menegakkan PERDA dan menyelenggarakan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Dalam melaksanakan
tugasnya SATPOL PP mempunyai fungsi yaitu penyusunan program dan pelaksanaan
penegakkan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat, pelaksanaan
kebijakan penegakkan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah. Pelaksanaan kebijakan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah,
pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat, pelaksanaan koordinasi
penegakan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah serta penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah (PPNS), dan atau aparatur lainnya,
pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan
mentaati penegakkan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah serta pelaksanaan tugas
lainnya yang berhubungan langsung dengan masyarakat di daerah. Peningkatan Kapasitas SDM SATPOL
PP Dengan Pengenalan Tugas Pokok Dan Fungsi Dalam Penegakan PERDA Peningkatan
kapasitas SDM SATPOL PP sangatlah penting karena mempunyai tugas yang berat
sehingga pola pikir dan sistem perekrutan sampai menjadi anggota SATPOL PP
sangatlah menentukan. Dalam melaksanakan tugasnya SATPOL PP dapat penyusunan
program dan pelaksanaan penegakan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta
perlindungan masyarakat, pelaksanaan kebijakan penegakkan PERDA dan Peraturan
Kepala Daerah, pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat di daerah, pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat,
pelaksanaan koordinasi penegakan PERDA dan Peraturan Kepala Daerah serta
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan atau
aparatur lainnya, pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum
agar mematuhi dan mentaati penegakkan Perda dan Peraturan Kepala Daerah serta
pelaksanaan tugas lainnya yang berhubungan langsung dengan masyarakat di
daerah. Strategi Penertiban Dan Relokasi
Pasar Program
relokasi dapat menjadi solusi pendukung bagi pembenahan pasar tradisional.
Program relokasi dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pencitraan
ulang pasar tradisional menjadi tempat transaksi dan interaksi ekonomi antar
penjual dan pembeli yang lebih rapi dan nyaman, dan pada gilirannya juga
mampu memberikan kontribusi dalam menarik minat masyarakat sebagai pembeli
untuk kembali melirik pasar tradisional sebagai salah satu tempat jual-beli
yang ideal. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Penanaman Modal Daerah
Perencanaan,
Pengelolaan Dan Evaluasi Investasi Daerah Perencanaan,
Pengelolaan dan Evaluasi Investasi Daerah merupakan salah satu kekuatan
penting untuk mengakselerasi Pembangunan Daerah. Namun untuk merangsang investasi
dibutuhkan agenda-agenda yang jelas dan komprehensif yang secara internal
dikreasikan sendiri oleh Pemerintah Daerah. Agenda-agenda dimaksud, antara
lain, merumuskan kebijakan investasi, memperbaiki peraturan dan regulasi,
memperbaiki dukungan dan pelayanan birokrasi, mengembangkan promosi daerah,
mengembangkan kemitraan, mengembangkan regional management, mengembangan
business networking, mempertajam strategi belanja publik. Secara normatif,
Investasi Daerah (local investment) dipahami sebagai salah satu kekuatan
penting untuk mengakselerasi Pembangunan Daerah. Dikalangan Pemerintah
Daerah, timbul semacam kesadaran terlebih sesudah implementasi desentralisasi
dan otonomi daerah bahwa akselerasi pembangunan hanya dimungkinkan jika
terdapat arus investasi yang signifikan. Persepsi yang kuat tentang
pentingnya investasi telah mendorong Pemerintah Daerah untuk melakukan
berbagai upaya, mulai dari Promosi Investasi yang gencar hingga kunjungan
Pejabat Daerah keluar negeri. Namun secara umum, antusiasme Pemerintah Daerah
tersebut belum sepenuhnya dibarengi dengan agenda-agenda yang jelas dan
komprehensif yang secara internal dikreasikan sendiri oleh Pemerintah Daerah.
Perumusan kebijakan investasi, penyempurnaan peraturan dan regulasi, penyusunan master-plan investasi, pengembangan sistem informasi investasi, pelayanan one-roof system atau one-stop
shop, pengembangan partnership, yang seringkali belum dikembangkan secara
optimal oleh Pemerintah Daerah. Manajemen Penanaman
Modal Daerah Dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Hierarki peraturan
penanaman modal sudah dikeluarkan mulai dari tingkat legislatif maupun
eksekutif. Di tingkat eksekutif tingkatannya mulai dari pemerintah pusat
maupun daerah. Di tingkat pusat, mulai dari presiden sampai tingkat menteri
dan yang setingkat (seperti kepala lembaga pemerintahan non-departemen) juga
telah banyak mengeluarkan aturan tentang investasi. Sementara di tingkat
pemerintah daerah, peraturan tentang Penanaman Modal yang dikeluarkan mulai
dari pemerintahan daerah tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota bahkan
sampai tingkat di bawahnya. Untuk itu Pemerintah mendorong pendirian kantor
PTSP untuk membantu investor memperoleh kemudahan layanan secara cepat, kesederhanaan,
keringanan dan kemudahan layanan yang diinginkan Pemerintah terhadap
keberadaan PTSP, termasuk dalam memberikan, Layanan semua jenis perizinan
penanaman modal (termasuk penanaman modal dengan skema kerja sama Pemerintah
atau pemerintah daerah dengan badan usaha), layanan pengaduan masyarakat
tentang hambatan pelayanan PTSP Penanaman Modal, Layanan kemudahan
pelaksanaan kegiatan penanaman modal, termasuk memberikan bantuan atau
fasilitasi pelayanan perizinan dan non-perizinan yang terkait dengan
pelaksanaan penanaman modal. Supaya seluruh PTSP Nasional (provinsi,kabupaten
dan kota) memiliki kinerja layanan yang terukur (mencapai tingkat
kesempurnaan layanan tertentu), pemerintah memberikan kriteria sebagaimana
tolok ukur yang telah ditetapkan. Standar kualifikasi perlu diberlakukan
terhadap seluruh PTSP untuk memperoleh standar Nasional PTSP yang meliputi
aspek sumber daya manusia, tempat, sarana dan prasarana, media informasi,
mekanisme kerja yang efektif, layanan pengaduan serta keberadaan SPIPISE.
Dengan kualifikasi tersebut, seluruh PTSP di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia akan memiliki standar minimal yang wajib dipenuhi yang tentunya
selaras dengan tolok ukur yang telah ditetapkan Pemerintah. Pengawasan Dan
Evaluasi Penanaman Modal Daerah Pengendalian dan
Pengawasan merupakan upaya Mengevaluasi Kegiatan Penanaman Modal. Kegiatan
ini meliputi pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas proyek
investasi sesuai hak, kewajiban dan tanggung jawab yang dimiliki investor.
Evaluasi Penanaman modal merupakan sarana untuk mencapai kelancaran dan
ketepatan pelaksanaan penanaman modal, sasaran lain yang ingin dicapai adalah
pengumpulan data realisasi penanaman modal yang lebih akurat. Oleh karena
itu, kegiatan pengendalian pelaksanaan Penanaman Modal ini lebih menekankan
diri untuk, memperoleh data perkembangan realisasi Penanaman Modal serta
informasi masalah dan hambatan, membimbing dan memfasilitasi penyelesaian
masalah dan hambatan yang dihadapi perusahaan, mengawasi pelaksanaan kegiatan
proyek Penanaman Modal. Termasuk pula mengawasi penggunaan fasilitas fiskal
serta melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan perusahaan. Penyusunan Dan Penetapan Kebijakan Pengembangan Penanaman
Modal Daerah Kabupaten / Kota Dalam Bentuk Rencana Strategis Daerah Penyusunan dan
Penetapan Kebijakan Pengembangan Penanaman Modal Daerah Kabupaten/kota dalam
bentuk Rencana Strategis Daerah erat kaitannya dengan Penanaman Modal di
daerah yang merupakan investasi bagi pembangunan suatu daerah yang harus
dikelola dengan baik dan benar oleh Pemerintahan Daerah agar dapat bermanfaat
bagi Pembangunan Daerah. Kebutuhan pemerintahan di setiap daerah akan
Kebijakan Pengembangan Penanaman Modal sangat diperlukan untuk pembangunan
daerah tertentu. Namun untuk merangsang Investasi dibutuhkan agenda-agenda
atau Rencana Strategis Daerah yang jelas dan komprehensif yang secara
internal dikreasikan sendiri oleh Pemerintah Daerah, agenda-agenda antara
lain merumuskan kebijakan investasi, memperbaiki peraturan dan regulasi,
memperbaiki dukungan dan pelayanan birokrasi, mengembangkan promosi daerah,
mengembangkan kemitraan, mengembangkan regional management, mengembangan
business networking, mempertajam strategi belanja publik. Secara normatif,
Investasi Daerah (local investment) dipahami sebagai salah satu kekuatan
penting untuk mengakselerasi Pembangunan Daerah. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Peningkatan SDM Koperasi Dan UMKM
Peningkatan SDM Koperasi Dan UMKM Perkembangan Koperasi
dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengan (UMKM) relatif kurang begitu cepat. Ini
akibat dari minimnya ketersediaan dan kesiapan SDM, sehingga perlu
ditingkatkan maksimal agar bisa mengelola produknya secara konsisten dan
profesional. Upaya peningkatan SDM semuanya dilakukan dalam rangka menghadapi
Asean Free Trade Area (AFTA) atau Masyarakat Ekonomi Asia (MEA). Menghadapi
hal ini, tentu merupakan salah satu peluang dan juga tantangan bagi pengelola
Koperasi UMKM. Peluangnya, karena Koperasi UMKM akan ikut serta masuk dalam
memasarkan produk-produknya ke wilayah Asia. Demikian sebaliknya, salah satu
tantangan adalah karena negara-negara Asia juga memasukkan berbagai produknya
ke Indonesia yang tentu akan menjadi pesaing bagi produk lokal. Menghadapi
itu perlu mempersiapkan SDM agar memiliki daya saing. Dalam mengembangkan
sayap koperasi dan UMKM menerapkan kebijakan positif, salah satunya adalah
mentertibkan legalitas koperasi, disini tidak mengejar jumlah melainkan
peningkatkan kualitas koperasi yang ada maka akan memunculkan koperasi yang
benar-benar berkualitas dalam menjalankan aktivitasnya. Kebijakan lain,
koperasi yang ada diwajibkan memiliki sertifikat dari Pemerintah Pusat,
caranya, secara online, pihak koperasi bersangkutan diajukan untuk mendapatkan
sertifikat di maksud. Hal ini diprioritaskan bagi koperasi-koperasi yang
rutin menggelar Rapat Akhir Tahunan (RAT) setiap tahunnya. Kebijakan ini
dimaksudkan agar koperasi yang ada tetap memiliki legalitas yang kuat dan
berkualitas, dengan demikian, koperasi-koperasi inilah yang berpeluang
memiliki diversifikasi usaha, mengelola pasar, membuat produk lain dan segala
macam aktivitas yang menjadi peluang usaha menjanjikan bagi koperasi. Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan UKM Kehadiran UKM bukan
saja dalam rangka peningkatan pendapatan tapi juga dalam rangka pemerataan
pendapatan. Hal ini bisa dimengerti karena sektor UKM melibatkan banyak orang
dengan beragam usaha. Pemerintah sudah mempunyai komitmen memberdayakan
ekonomi kerakyatan dalam hal ini UKM dan koperasi. Tentu tantangan yang
dihadapi pemerintah pusat berbeda dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah
banyak disibukkan dengan masalah khas di daerah seperti kemiskinan sehingga
tidak ada alasan untuk tidak memberdayakan kelompok masyarakat miskin.
Beberapa penelitian mendapatkan hubungan yang erat antara pemberdayaan UKM
dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah perlu membuat kebijakan
kelembagaan untuk memberikan iklim yang kondusif bagi beroperasinya UKM.
Pemerintah daerah dapat memberdayakan UKM melalui pembuatan peraturan yang
tepat, pemberdayaan dimaksudkan untuk menjadikan UKM sebagai usaha yang
tangguh dan mandiri dalam perekonomian nasional. Dalam proses pemberdayaan
melibatkan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Pemerintah harus
menciptakan iklim usaha yang kondusif dan melakukan pembinaan dan
pengembangan berupa bimbingan dan bantuan lainnya. Memang banyak UKM yang
masih menghadapi kendala yaitu lingkungan yang tidak kondusif untuk berusaha,
misalnya, ijin yang sulit memberatkan usaha UKM. Dalam upaya pemberdayaan
usaha kecil pemerintah membuat aturan kebijakan pendanaan, aturan tersebut
ditetapkan dalam rangka membantu UKM untuk bisa tumbuh lebih sehat,
pemberdayaan melalui kemitraan dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM)
pendekatan semacam ini tidak cepat dilihat buahnya (quick yielding),
melainkan merupakan investasi jangka panjang yang buahnya mungkin dinikmati
setelah beberapa waktu, namun, setiap investasi jangka panjang biasanya juga
memiliki daur hidup yang relatif panjang pula. Sekali berhasil membangun
suatu generasi pengusaha muda yang tangguh dan andal, maka hal serupa akan
mengalami replikasi untuk generasi-generasi berikutnya, proses semacam ini
akan terus terjadi secara berulang-ulang sehingga roda pembangunan berputar
dengan sendirinya. Dengan demikian, suatu ketika setiap daerah akan memiliki
pengusaha daerah yang tangguh dan mandiri. Diharapkan dari pengusaha UKM
harus secara proaktif memikirkan hal ini dan terjun langsung sebagai
wirausaha dalam rangka memperkokoh perekonomian masing masing daerah. Peningkatan Peran
Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa Di BUMN / BUMD Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dalam perekonomian masyarakat
Indonesia. UMKM mampu memberikan dampak secara langsung terhadap kehidupan
masyarakat, sehingga UMKM dapat menjadi sarana pengentasan kemiskinan, sarana
untuk meratakan tingkat perekonomian rakyat kecil, serta memberikan pemasukan
penerimaan bagi negara. Dalam rangka meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM) dalam upaya pemerataan tingkat perekonomian rakyat
melalui peningkatan daya saing produk-produk UMKM, maka BUMN sebagai agen
pembangunan perlu secara aktif terlibat dalam pengembangan UMKM melalui
pemberdayaan UMKM di setiap pengadaan barang dan jasa termasuk di BUMN (Surat
Edaran Nomor Se-10/Mbu/08/2020) maupun BUMD, serta sektor-sektor lainnya yang
banyak memberdayakan UMKM. Jadwal pelaksanaan
bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Energi Dan Pertambangan
Manajemen
Pertambangan Rakyat Bagi Instansi Pemerintah Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh Pemerintah baik Pemerintah Pusat/Daerah dalam
mengelola daerah atau wilayah pertambangan, utamanya Pertambangan Rakyat, antara
lain tata cara penambangan, kesesuaian peralatan, perencanaan tambang yang
sesuai dengan kaidah keselamatan dan kepedulian lingkungan, pembinaan dan
pengawasan oleh Pemerintah Daerah selaku penerbit Izin Pertambangan Rakyat, memerlukan
aparat yang kompeten. Inspektur Tambang bertugas sebagai penangung jawab
pengamanan teknis, Keberadaan Pertambangan Rakyat, perlu kebijakan khusus
yang mengatur tentang tata cara pengelolaan teknis Pertambangan Rakyat yang
baik sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, menyelesaian Pemetaan Tata Ruang dan Wilayah yang lebih menyeluruh,
menetapkan Moratorium Ijin Pertambangan Baru dan membenahi terlebih dulu ijin
tambang yang sudah ada, menyiapkan konsep pertambangan yang berlanjutan dan
payung hukum bagi Pemerintah dalam pengelolaan pertambangan, serta pendekatan
multi arah yang mendorong diversifikasi ekonomi dan tidak hanya mengandalkan
pada pengelolaan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sehingga Good Mining
Practice dapat tercapai, Salah satu bagian penting dari tujuan pertambangan
adalah Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Artinya dalam
setiap pengembangan dan pemanfaatan Sumberdaya Mineral dan Batubara harus
berkesinambungan dan/atau terbarukan dengan kegiatan ekonomi lainnya setelah
Pasca tambang. Mekanisme Evaluasi Dokumen Amdal
Pertambangan AMDAL merupakan
kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap
perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji
dalam proses AMDAL yaitu meliputi aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi,
sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Kegiatan rehabilitas atas kerusakan/
pencemaran yang ditimbulkan kegiatan operasional produksi, pengelolaan hasil
atau aktivitas tambang lainnya mengacu pada rencana peruntukan lahan pasca
tambang yang sesuai dengan kondisi pra tambang. Rencana rehabilitasi ini
disusun jauh sebelum aktifitas proyek dimulai, bertujuan menciptakan kondisi
yang lebih agar bisa dimanfaatkan untuk hal yang lebih produktif pada pasca
tambang. Dari hal tersebut diatas perlu adanya evaluasi yang diharapkan agar
pengelolaan lahan (kehutanan, pemda, masyarakat atau swasta, instansi
terkait) dapat berkoordinasi dan terintegrasi dalam optimalisasi sumberdaya
alam tambang bagi pengembangan ekonomi masyarakat dan pengembangan wilayah
sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1211
K / 008 / MPE / 1995 dan keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor
336K /DDJP/1995. Tata Cara Pengawasan
Teknik Pertambangan Pengawasan
pertambangan mineral dan batubara menjadi tanggung jawab menteri dimana
menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha
pertambangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan tersebut meliputi administarasi/tata
laksana, operasional, kompetensi aparatur, dan pelaksanaan program pengelolaan
usaha pertambangan. Pengawasan Teknis Pertambangan Mineral dan Batubara, pengawasan
atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan, terdiri dari, 1) Pengawasan Teknis Pertambangan Mineral dan
Batubara, 2) Pengawasan pemasaran, 3) Pengawasan keuangan meliputi
perencanaan anggaran, realisasi anggaran, realisasi investasi dan pemenuhan
kewajiban pembayaran, 4) Pengawasan pengelolaan data mineral dan batubara
terdiri dari pengawasan terhadap kegiatan perolehan, pengadministrasian,
pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan dan pemusnahan data dan/atau
informasi, 5) Pengawasan Konservasi Sumberdaya Mineral dan Batubara, 6)
Pengawasan Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan, 7)
Pengelolaan Keselamatan Operasi Pertambangan, yaitu menyangkut (a) sistem dan
pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, prasarana, instalasi dan peralatan
pertambangan, (b) pengamanan instalasi, (c) kelayakan sarana, prasarana
instalasi dan peralatan pertambangan, (d) kompetensi tenaga teknik dan (e)
evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Pertanahan
Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa Dalam Menangani
Masalah Dan Konflik Pertanahan Di Desa / Kelurahan Untuk meningkatkan Kapasitas Aparatur Desa/Kelurahan
dalam upaya menangani masalah Pertanahan dan menangani konflik urusan
Pertanahan, Hal ini dimaksudkan untuk Peningkatan Kinerja Aparatur Desa yang
menangani urusan Pertanahan, agar nantinya para Aparatur di Desa/Kelurahan
untuk urusan Pertanahan ini tidak ketinggalan informasi dan pelayanan
terhadap masyarakat tetap berjalan sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga masalah-masalah Konflik dan Sengketa Pertanahan di Desa/Kelurahan
dapat ditangani dengan tepat dan cepat. Pemahaman Dan Solusi Penyelesaian
Sengketa Pertanahan Di Daerah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting
untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan
hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber
daya bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dewasa ini masalah pertanahan
belum dapat dipecahkan sebagimana yang diharapkan, bahkan semakin rumit
sejalan dengan meningkatnya berbagai kegiatan pembangunan dan aktivitas
masyarakat itu sendiri. Media massa cetak maupun elektronik telah melaporkan
berbagai sengketa pertanahan yang terjadi hampir di seluruh wilayah
Indonesia, dengan berbagai variasi masalah dan kecenderungan dampak buruk
lainya. Dalam hal ini pemerintah yang mempunyai otoritas haruslah tanggap dan
cepat andil dalam menyelesaikan sengketa pertanahan ini sehingga tidak akan
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh semua pihak. Administrasi Pertanahan Bagi
Aparatur Pemerintah Serta Petunjuk Teknis Pengadaan Tanah (PERPRES Nomor 99 Tahun 2014) Administrasi pertanahan bagi aparatur pemerintah adalah
hal yang mutlak dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Badan
Pertanahan Nasional, aparatur didalamnya haruslah transparan dan akuntable
termasuk didalamya adalah Pelayanan Publik untuk melayani masyarakat tanpa
mempersulit Birokrasi dan Administrasi. Oleh karena itu dalam rangka
percepatan dan efektivitas penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum yang bekerjasama dengan badan usaha, dipandang perlu
mengubah Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
dengan tetap menjaga Tata Kelola Pemerintahan yang baik. Proyek Strategis Nasional (PSN) adalah proyek-proyek
infrastruktur Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang
dianggap strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan
pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan di daerah. PSN diatur
melalui Peraturan Presiden, sementara pelaksanaan proyeknya dilakukan secara
langsung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau badan usaha serta
Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU), dengan mengutamakan penggunaan
komponen dalam negeri. Landasan hukum dari Proyek Strategis Nasional adalah
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 yang direvisi menjadi Peraturan
Presiden Nomor 58 Tahun 2017 dan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2018. Proyek Strategis Nasional diharuskan memenuhi unsur
kriteria dasar, kriteria strategis, dan kriteria operasional. Unsur kriteria
dasarnya adalah kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional/Daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur, serta memiliki
kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah sepanjang tidak mengubah
Ruang Terbuka Hijau. Kriteria strategis mengacu kepada manfaat proyek
tersebut terhadap perekonomian, kesejahteraan sosial, pertahanan, keamanan
nasional, serta konektivitas dan keragaman distribusi antar pulau. Sementara
itu, kriteria operasional yang harus dipenuhi adalah adanya kajian pra studi
kelayakan dan nilai investasi harus di atas Rp 100 miliar atau proyek
berperan strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan masuk
daftar Proyek Strategis Nasional, sebuah proyek infrastruktur memperoleh
beberapa keunggulan berupa percepatan pembangunan, karena setiap hambatan
baik regulasi dan perizinan wajib diselesaikan oleh para menteri terkait,
gubernur hingga bupati. Selain itu, proyek PSN juga mendapat manfaat
percepatan waktu penyediaan lahan dan jaminan keamanan politik Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Pertanian
Analisis Ketersediaan
Pangan Utama, PPH Dan NBM Untuk mendukung ketahanan pangan nasional, maka strategi
pemantapan ketahanan pangan di masa depan perlu mengantisipasi berbagai
kondisi tersebut. Pendekatan pembangunan ketahanan pangan di masa depan perlu
memprioritaskan ketersediaan ketahanan pangan utama dengan pola manajemen
desentralisasi sebagai konsekuensi dan diterapkannya kebijakan otonomi
wilayah. Dalam hal ini peran serta pemerintah daerah dan masyarakat menjadi
kunci utama strategi peningkatan dan pemantapan ketahanan pangan di wilayah
itu sendiri. Sementara itu pemerintah (pusat dan daerah) lebih berperan
sebagai fasilitator dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pembangunan ketahanan pangan. Pola Pangan Harapan (PPH)
komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan
energi dan zat gizi lainnya, tujuannya untuk menghasilkan suatu komposisi
norma (standar) pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk, yang
mempertimbangkan keseimbangan gizi (nutrition balance) berdasarkan cita rasa
(palatability), daya cerna (digestibility), daya terima masyarakat
(acceptability), kuantitas dan kemampuan daya beli (affordability). Begitu
pula Neraca Bahan Makanan (NBM) menyajikan jumlah pangan yang tersedia untuk
dikonsumsi penduduk per kapita dalam kg/thn atau gr/hr serta dalam bentuk zat
gizi tertentu yaitu kalori (kkal/hr), protein (gram/hr), lemak (gram/hr). Analisis
Ketersediaan Pangan Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Dan Pola Pangan
Harapan (PPH) Untuk mendukung ketahanan pangan nasional, maka ada empat
target Sukses Pertanian : - Swasembada Berkelanjutan - Diversifikasi Pangan - Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor - Peningkatan Kesejahteraan Petani Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary
Allowances (DRA) (KEMENKES, 2005) kecukupan rata-rata gizi setiap hari bagi
semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas
tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal Penetapan AKG di Indonesia
dilakukan setiap 5 thn sekali melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
(WNPG) Pola Pangan Harapan (PPH) komposisi kelompok pangan utama yang bila
dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Susunan
beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari 9
kelompok pangan dengan mempertimbangkan segi daya terima, ketersediaan
pangan, ekonomi, budaya dan agama. Metode Penyusunan
Neraca Bahan Makanan (NBM) Penyusunan neraca bahan makanan disusun sebanyak 2 kali
setiap tahunnya, yaitu neraca bahan makanan sementara dan neraca bahan
makanan tetap. Disamping itu juga disusun data ketersediaan pangan angka
bulanan dengan menggunakan metode perhitungan seperti metode neraca bahan
makanan, namun baru terbatas beberapa komoditas, seperti padi dan palawija,
sedangkan data peternakan data triwulanan, data perikanan tiap semester. Hal
ini terkait dengan ketersediaan data dari dinas/instansi terkait, selain NBM,
BKPP juga menyusun analisis pola panen bulanan untuk komoditi padi palawija
berdasarkan angka prognosa, angka ramalan I dan angka ramalan II, serta
prognosa permintaan bahan pangan menjelang hari besar keagamaan nasional
(HBKN). Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Pariwisata
Pengembangan Dan Pengelolaan Wilayah Pariwisata Sebagai
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sektor Pariwisata merupakan industri jasa yang
memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks. Salah satu indikator yang
digunakan untuk mengetahui dampak pariwisata terhadap perekonomian adalah
banyaknya wisatawan baik domestik maupun mancanegara, sehingga hotel,
restoran, biro perjalan, transportasi merasakan langsung dampak positifnya,
sama halnya dengan pemerintah daerah melalui PAD nya juga dapat merasakan
dampak yang signifikan, sehingga PAD disetiap daerah menjadi baik, untuk itu
peran pemda sangatlah diperlukan agar dapat mengembangkan dan mengelolah
wilayah wisata yang ada. Dalam UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan
pedoman kebijaksanaan dan arahan bagi Daerah dalam pelaksanaan pemungutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, juga menetapkan pengaturan yang cukup
rinci untuk menjamin prosedur umum perpajakan dan Retribusi Daerah.
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagai subsistem Pemerintah Negara
dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
Pemerintah dan pelayanan Masyarakat sebagai Daerah Otonomi. Dalam rangka
mengoptimalisasikan Pendapatan Asli Daerah, maka sektor Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sebagai sumber keuangan yang paling diandalkan. Sektor Pajak
Daerah tersebut antara lain Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame. Peningkatan Kemampuan Aparatur Dalam Pengembangan Program
Kepariwisataan Dan Ekonomi Kreatif Perubahan cara berfikir masyarakat Indonesia yang
demokratis membawa kesuatu kondisi yang mengharuskan aparatur pemerintah
mengubah etos kerja dan pola pikir, dari dilayani menjadi melayani masyarakat
dengan pelayanan prima (service of excelence). Hal ini dapat dilakasanakan
apabila aparatur pemerintah memiliki kapasitas yang memadai dalam
melaksanakan tugasnya. PAREKRAF mempunyai peranan penting dalam menyukseskan
agenda pembangunan nasional, untuk itu Pemerintah menyadari pentingnya ekonomi
kreatif, sehingga pemerintah menetapkan tahun 2009 sebagai tahun ekonomi
kratif. Pemerintah mengeluarkan INPRES Nomor 6 Tahun 2009 tentang
pengembangan ekonomi kreatif, serta keluarnya Keputusan Kepala Badan
Pengembangan Sumber Daya KEMENPAREKRAF Nomor 01/SK/KB/BPSD/PEK/I/2012 Tentang
pedoman penyelenggaraan kapasitas SDM Aparatur/Industri/ Masyarakat bidang
parekraf di daerah. Untuk itu kepada masing-masing pimpinan SKPD yang
mendapatkan dana dekonsentrasi untuk peningkatan kapasitas SDM Aparatur/Industri/Masyarakat
bidang parekraf di daerah wajib mengikuti pedoman ini. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Kepariwisataan
adalah kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi
serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan
negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional yang selanjutnya disebut dengan RIPPARNAS
adalah dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan nasional untuk periode
15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2025.
Daerah Tujuan Pariwisata yang atau Destinasi Pariwisata adalah kawasan
geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di
dalamnya terdapat Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata,
aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi
terwujudnya Kepariwisataan. Industri Pariwisata dan Kelembagaan Kepariwisataan
memuat visi, misi, tujuan sasaran arah pembangunan kepariwisataan nasional
dalam kurun waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2025, Adapun Pemasaran
Pariwisata yang sinergis, unggul, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan
kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Lingkungan Hidup
Optimalisasi Pengawasan Dan Pencegahan Dampak Lingkungan Pengawasan
lingkungan hidup adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Pejabat
Pengawas Lingkungan Hidup dan/atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
untuk mengetahui, memastikan, dan menetapkan tingkat ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam izin
lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dilaksanakan secara langsung atau tidak
langsung oleh Pegawai Negeri yang mendapat surat tugas untuk melakukan
pengawasan lingkungan hidup atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di
pusat atau daerah. Pengawasan dan pencegahan dampak lingkungan haruslah
selalu dapat dilakukan dengan langkah-langkah sistematis dan menyeluruh,
sehingga tujuan yang diharapkan dapat segera terealisasi. Begitu pula dengan
pencegahan pencemaran lingkungan, yaitu 1. Secara Administratif Upaya
pencegahan pencemaran lingkungan yang dilakukan dengan cara mengeluarkan
kebijakan atau peraturan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. 2. Secara
Teknologis Cara ini ditempuh dengan mewajibkan misalnya pabrik untuk memiliki
unit pengolahan limbah sendiri. 3. Secara Edukatif Cara ini ditempuh dengan
melakukan penyuluhan terhadap masyarakat akan pentingnya lingkungan dan
betapa bahayanya pencemaran lingkungan. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) adalah kajian yang harus dilakukan pemerintah daerah
sebelum memberikan izin pengolahan lahan maupun hutan. KLHS tertuang dalam
UU. Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Pembuatan KLHS ditujukan untuk memastikan penerapan prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan suatu wilayah, serta penyusunan
kebijakan dan program pemerintah. Menurut undang-undang tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, KLHS harus dilakukan dalam penyusunan dan
evaluasi rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan jangka menengah dan
panjang, kebijakan dan program yang berpotensi menimbulkan dampak dan atau
risiko terhadap lingkungan hidup. Mekanisme pelaksanaan KLHS meliputi
pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan program terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah, perumusan alternatif penyempurnaan
kebijakan dan program serta rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan
kebijakan dan program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan
berkelanjutan. KLHS sendiri menurut ketentuan harus memuat kajian mengenai
kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan,
perkiraan mengenai dampak dan risiko terhadap lingkungan hidup. Penilaian Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam proses
penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
(RPL) dilakukan beberapa tahap antara lain Penerimaan dokumen ANDAL, RKL dan
RPL, Melakukan evaluasi dokumen ANDAL, RKL dan RPL tentang kelengkapan
administrasi untuk mengetahui dokumen ANDAL, RKL dan RPL tersebut layak untuk
dinilai, Penilaian Dokumen ANDAL, RKL dan RPL oleh Tim Teknis/Komisi Penilai
AMDAL, Membuat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup apabila semua rangkaian
pelaksanaan penilaian dokumen ANDAL, RKL dan RPL telah dilaksanakan dan
memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan dibidang AMDAL.
Produk akhir dari proses penilaian dokumen AMDAL adalah dikeluarkannya keputusan
kelayakan lingkungan hidup (SKKL). Dalam proses penilaian AMDAL, sebelum
akhir dari semua rangkaian kegiatan AMDAL yang perlu diperhatikan adalah Izin
prinsip dari yang berwenang berupa izin prinsip kegiatan dan izin prinsip
lokasi. Keputusan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
sebagai dasar untuk menyusun dokumen ANDAL, RKL dan RPL. Rekomendasi kepala
instansi lingkungan hidup yang menyatakan bahwa proses penilaian AMDAL telah
dilakukan sesuai aturan yang berlaku dan hasil proses penilaian AMDAL,
sebagai dasar untuk dikeluarkannya SKKL. Lingkungan AMDAL Serta Metode Penyusunan UKL-UPL Dan SPPL Audit Lingkungan
Amdal Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana
kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali
terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan
yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru. Kegiatan
yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk
meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan
audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan
pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit dan Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah
upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh
penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL. Lebih
spesifik lagi adalah Audit Amdal dalam penyusunan Tipe A, B, C, dan UKL UPL
dan SPPL. Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan
upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan
lingkungan. Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang
tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan
teknologi yang tersedia. UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan
hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan
usaha dan atau kegiatan. Pedoman Dasar Pengelolaan
B3 Dan Limbah B3 Terhadap Dampak Lingkungan (PP Nomor 101 Tahun 2014) Berdasarkan PP Nomor 101 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Melaksanakan ketentuan
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun. Pengurangan Limbah B3 adalah kegiatan Penghasil
Limbah B3 untuk mengurangi jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau
racun dari Limbah B3 sebelum dihasilkan dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
Tahapannya adalah Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup dan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup, Sistem
Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah B3, Pembinaan, Pengawasan,
Pembiayaan, Sanksi administrative. Pengelolaan Limbah B3 harus dilakukan
secara terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia,
makhluk hidup lainnya dan Lingkungan Hidup. Teknologi
Pengolahan Sampah Menjadi Energi
Terbarukan Sampah
telah menjadi masalah serius bagi masyarakat dan pemerintah, karena jumlahnya
terus bertambah dan berdampak kesegala aspek kehidupan. Masalah menjadi lebih
rumit, ketika energi yang diandalkan bagi masyarakat dan industri, yaitu
energi fosil, semakin mahal dan langka. Kondisi tersebut melahirkan gagasan
menggunakan sampah sebagai sumber energi terbarukan. Pengelolaan sampah
menjadi energi terbarukan memiliki potensi yang besar, karena jumlah sampah
yang cukup banyak dan komposisi yang memiliki kandungan energi yang tinggi.
Teknologi biogas dan teknologi Insinerator terintegrasi landfill yaitu dengan
partisipasi masyarakat dan pemerintah dari hilir, menggunakan metode
pembakaran, seperti pembakaran oxyfuel di pembangkit listrik, dan juga sistem
limbah-ke-energi atau waste to Energy (WTE), atau mengubah limbah NewCO2Fuels
(NCF). Teknologi ini didasarkan pada dua teknologi 1) Berkonsentrasi energi
matahari untuk membuat dan perpindahan panas hingga 1.200 C, 2), memisahkan
air (H2O) menjadi hidrogen (H2) dan oksigen (O2). Campuran CO dan H2-ie,
syngas-kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar gas (misalnya, di
pembangkit listrik), atau dikonversi menjadi bahan bakar cair (misalnya,
metanol atau bahan bakar sintetis lainnya), dan masih bayak lain alternatif
lainnya. Dengan demikian sangatlah penting peran masyarakat dan pemerintah
dalam tatakelola sampah itu sendiri. Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis Pemetaan / GIS / Geospasial
Pelatihan Sistem
Informasi Geografi Berbasis Web (WebGIS) WebGIS merupakan aplikasi Geographic Information System
(GIS) yang dapat diakses secara online melalui internet/web. Pada konfigurasi
WebGIS ada server yang berfungsi sebagai MapServer yang bertugas memproses
permintaan peta dari client dan kemudian mengirimkannya kembali ke client.
Dalam hal ini pengguna/client tidak perlu mempunyai software GIS, hanya
menggunakan internet browser seperti Internet Explorer, Mozilla Fire Fox,
atau Google Chrome untuk mengakses informasi GIS yang ada di server berupa
peta digital dapat ditampilkan atau diakses oleh orang lain. Bimbingan Teknis
ini mempelajari dasar-dasar HTML, CSS, dan JavaScript. Ada Tiga Metode yang
kami tawarkan antara lain, pertama dengan menggunakan HTML dan JavaScript,
kedua dengan menggunakan Postgis dan Postql, dan Ketiga menggunakan Leaflet
QgisWeb dengan Customisasi pada script. Pelatihan Tata Cara
Penggunaan Drone Untuk Pemetaan (Drone For Mapping) Pemanfaatan drone
untuk pemetaan telah banyak digunakan dalam berbagai bidang, antara lain tata
ruang, kehutanan, dan kelautan. Pelatihan ini untuk mempelajari secara teknis
penggunaan drone dalam bidang pemetaan, baik pemetaan area kecil hingga
sedang, dan skala besar, difakuskan untuk melakukan pemetaan secara
professional dengan hasil yang akurat. Diharapkan setelah mengikuti pelatihan
ini perserta mampu melakukan pemetaan dengan menggunakan drone. Pelatihan Survey
Terestris Survey terestris adalah metode survey pada tingkat detail
dengan cara melakukan pengamatan dan pengumpulan data yang berada dipermukaan
bumi menggunakan alat seperti Total Station dan GPS, biasanya survey ini
bertujuan untuk menghasilkan peta skala besar untuk keperluan perencaan dan
rekayasa teknik. Pelatihan survey terestris ini menggunakan dua cara yaitu
total station (TS) dan GPS Geodetik dengan berbagai metode. Pelatihan dimulai
dengan memberikan dasar dan teori pemetaan terestris kemudian dilanjutkan
dengan praktik secara langung sampai pada proses menjadi peta siap cetak.
Salah satu materi yang akan dibahas dalan kegiatan ini adalah Data studio
hasil Total Station dan penyajian peta hasil pengukuran Total Station (hasil
akhir berupa Peta Topografi) menggunakan perangkat lunak pemetaan (cara
download data, cara mengolah data dan cara layouting peta). Geographic
Information System (GIS) Tingkat Dasar GIS (Geographic Information System) tingkat dasar atau di
Indonesia dikenal SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah sistem aplikasi
untuk pengelolaan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi
keruangan) yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berkoordinat
geografi. Tujuan pokok dari pemanfaatan GIS adalah untuk mempermudah
mendapatkan informasi yang telah diolah dan disimpan sebagai atribut suatu
lokasi atau obyek, misalnya bisa
membantu merencanakan pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan,
kartografi maupun menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam,
atau yang lainya. Hampir semua bidang yang bekerja dengan informasi
memerlukan GIS, di antaranya bidang pertanian, kesehatan, perikanan,
kehutanan, perkotaan, tambang, lingkungan, transportasi dan lain-lain.
Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama data yang
diolah memiliki refrensi geografi. Geographic
Information System (GIS) Tingkat Lanjut Pelatihan ini merupakan kelanjutan dari pelatihan GIS
dasar, sehingga peserta yang mengikuti pelatihan ini diutamakan adalah
peserta yang pernah mengikuti pelatihan GIS dasar, atau setidaknya telah
mengerti tentang GIS dasar karena dalam pelatihan ini materi seluruhnya
diarahkan kepada analisis dan studi kasus pada berbagai bidang. Misalnya
bidang geografi, kehutanan, kelautan, lingkungan, Kesehatan. Salah satu
materi yang akan dibahas adalah Pemanfaatan GIS dan Penginderaan Jauh untuk
analisis sumberdaya pesisir dan kelautan serta materi materi yang lainnya Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh
data lapangan tanpa harus kontak langsung dengan objek, dengan kata lain
melalui penginderaan jauh ini pengukuran lapangan dapat di minimalisir. Bimbingan
Teknis ini mempelajari teknis pengolahan citra penginderaan jauh dan foto
udara secara digital yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan analisis
geografi dan bidang lainnya, akan dijelaskan dari awal perolehan data,
penyiapan data, pengolahan data, dan penyajian citra (layout) serta cara interpretasi foto udara secara
manual. Beberapa fungsi penginderaan jauh antara lain : - Mendeteksi
perubahan luas penggunaan lahan baik skala Desa, Kecamatan, kota/kabupaten,
dan Provinsi - Mendeteksi
perubahan luasan hutan secara time series - Mendeteksi titik
kebakaran api - Menganalisis
perubahan garis pantai (abrasi dan akresi) - Pemetaan zona
potensi penangkapan ikan - Pemetaan
kerusakan terumbu karang - Dan lain-lain Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis Perpajakan
Kewajiban Perpajakan
Bagi Bendahara Pengeluaran SKPD Setiap belanja
pemerintah baik Belanja Barang, Modal, Pegawai atau Belanja lainnya,
Bendahara Pemerintah atau Bendahara Lembaga Negara harus melakukan Pemotongan
dan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Bendahara Pemerintah memiliki peran yang
juga penting untuk memasukan Penerimaan Pajak untuk APBN. Kewajiban
Perpajakan para Bendahara tersebut ternyata tidak dibarengi dengan penerapan
ketentuan Perpajakan yang up date. Aturan Perpajakan yang sering mengalami
perubahan menjadikan banyak Bendahara keliru dalam melakukan Pemotongan atau
Pemungutan Pajaknya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya temuan unit
Pemeriksa Instansi (Inspektorat) juga BPK berkaitan dengan Kewajiban
Perpajakan Instansi Pemerintah tersebut. Tata Cara Pengisian
Dan Pelaporan Pengisian e-SPT Bagi Instansi Pemerintah Aplikasi e-SPT atau
disebut dengan Elektronik SPT adalah aplikasi yang dibuat oleh Direktorat
Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan
SPT. Kelebihan Aplikasi e-SPT adalah, penyampaian SPT dapat dilakukan secara
cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk media CD/disket Data Perpajakan
terorganisir dengan baik sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data
perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis penghitungan dilakukan
secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer, kemudahan dalam
membuat laporan pajak data yang
disampaikan WP (wajib pajak) selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan
menggunakan sistem computer, menghindari pemborosan penggunaan kertas,
berkurangnya pekerjaan-pekerjaan klerikal perekaman SPT yang memakan sumber
daya yang cukup banyak. Hal ini berdasarkan dengan peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor per- 14/PJ/2013. Pedoman Dan Mekanisme
Pemungutan PBB P2 Oleh Kabupaten / Kota Sebagaimana
diamanatkan oleh UU Nomor 28 Tahun 2009 maka Pajak PBB sektor Perdesaan dan
Perkotaan (PBB-P2) akan dialihkan menjadi Pajak Daerah dan akan dilaksanakan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota selambat-lambatnya mulai 1 Januari 2014. Untuk
itu setiap Kabupaten/Kota sudah mulai menyiapkan segala sesuatunya sesuai
dengan arahan yang dituangkan dalam Peraturan Bersama MENKEU Nomor
213/PMK.07/2010 dan MENDAGRI Nomor 58 Tahun 2010. Cara Pengelolaan PBB-P2 ini
tentunya berbeda dibandingkan dengan BPHTB yang sudah dikelola sebelumnya
oleh PEMDA Kabupaten/Kota, perbedaan ini antara lain terletak pada sistem
pemungutan pajaknya. Pengelolaan Pemungutan BPHTB lebih mengarah pada Self
Assessment System dimana otoritas pajak memberikan kewenangan sepenuhnya
kepada Wajib Pajak untuk menuntukan sendiri besarnya Pajak yang terutang, sedangkan
untuk PBB-P2 pengelolaannya lebih cenderung pada Official Assessment System
dimana fiskus diberikan wewenang untuk menuntukan besarnya Pajak yang
terhutang. Implementasi
Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) Sesuai Dengan PP Nomor 29 Tahun 2020 Dengan ditetapkannya
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Corona
sebagai pandemik oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization)
berdampak pada aktivitas sosial, ekonomi, dan kehidupan masyarakat di
Indonesia. Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) memerlukan adanya
respon tanggap dari Pemerintah. Keterbatasan dana Pemerintah memerlukan peran
serta masyarakat tidak hanya untuk melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa
juga mobilisasi dana masyarakat, peran aktif sukarelawan Sumber Daya Manusia
di Bidang Kesehatan termasuk tenaga pendukung kesehatan, mobilisasi sarana
dan/atau prasarana dan industri Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga dalam rangka penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Dampak ekonomi pada
sektor keuangan terutama pasar modal menyebabkan perlu adanya intervensi
Pemerintah dalam bentuk kebijakan pembelian kembali saham perusahaan yang
ditujukan untuk menjaga stabilitas pasar modal. Oleh karena itu, diperlukan
fasilitas pajak untuk mendukung sumbangan dari masyarakat, ketersediaan
Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan, pengerahan harta milik masyarakat,
produksi Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan
stabilitas pasar saham. Fasiltas pajak ini bertujuan untuk mendukung
Indonesia bersatu serta menumbuhkan kesadaran pajak di masyarakat sehingga
memerlukan payung hukum dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Optimalisasi Potensi
Pajak Dan Retribusi Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah yang penting guna
membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah, untuk
memantapkan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Pajak
Daerah dan Pajak Nasional merupakan suatu sistem perpajakan Indonesia, yang
pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan
tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem perpajakan
nasional, pembinaan Pajak Daerah dilakukan secara terpadu dengan Pajak Nasional.
Pembinaan ini dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai objek dan
tarif pajak, sehingga antara Pajak Pusat dan Pajak Daerah saling melengkapi,
meskipun beberapa Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah ditetapkan dalam
suatu undang-undang, namun hasil penerimaan pajak dan retribusi saat ini
diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), khususnya bagi daerah
kabupaten dan kota. Salah satu penyebabnya karena potensi pajak dan retribusi
tersebut belum digarap secara optimal, pengetahuan mengenai pajak dan
retribusi daerah, perhitungan tarif dan sistem, prosedur pemungutan, potensi
optimalisasi, dan juga titik kritis dalam sistem dan prosedur pemungutan
Pajak diperlukan untuk dapat membantu melihat peluang tersebut. Dalam upaya
Optimalisasi PAD ini, dibutuhkan Pejabat Perencana Pengelola PAD yang ahli
dalam mengelolanya dan memaksimalkan Potensi Pajak dan Retribusi. Perpajakan Dalam
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Kepatuhan Penyedia
Jasa terhadap Perpajakan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi
Penyedia Barang/Jasa ketika ingin mengikuti proses Pelelangan Barang/Jasa
Pemerintah. Penyedia Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai Wajib
Pajak (WP) sudah memiliki NPWP dan telah memenuhi Kewajiban Perpajakan tahun
terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki Laporan Bulanan PPh Psl 21, PPh Psl 23
(bila ada transaksi), PPh Psl 25/Psl 29 dan PPN (bagi pengusaha Kena Pajak)
paling kurang 3 bulan terakhir dalam tahun berjalan. Persyaratan pemenuhan
Kewajiban Pajak tahun terakhir dengan dengan penyampaian SPT tahunan dan SPT
masa berjalan dapat diganti oleh Penyedia Barang/Jasa dengan penyampaian
Surat Keterangan Fiskal (SKF) yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanana Pajak
(KPP). Dalam Proses Pelelangan, pemenuhan persyaratan Perpajakan dapat kita
lihat dalam Formulir Isian Kualifikasi yang disampaikan oleh Penyedia Jasa.
Adalah tugas ULP/Panitia Pengadaan Barang/Jasa dalam hal melakukan Evaluasi
dan Klarifikasi atas Dokumen Kualifikasi yang disampaikan peserta, sehingga
berpotensi menimbulkan permasalahan yang dapat merugikan Penyedia Barang/Jasa
dan bisa dijadikan materi sanggah. Kewajiban Perpajakan
Instansi Pemerintah Pihak pemerintah
atau lembaga pemerintah pun memiliki peran dan kewajiban dalam Bidang
Perpajakan atas setiap belanja pemerintah baik belanja barang, modal, pegawai
atau belanja lainnya, Bendahara Pemerintah atau Bendahara Lembaga Negara
harus melakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) juga Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Bendahara Pemerintah memiliki peran yang juga penting untuk memasukan
Penerimaan Pajak untuk APBN. Kewajiban Perpajakan para Bendahara tersebut
ternyata tidak dibarengi dengan penerapan ketentuan Perpajakan yang up date,
aturan perpajakan yang sering mengalami perubahan menjadikan banyak Bendahara
keliru dalam melakukan pemotongan atau pemungutan pajaknya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya temuan
unit Pemeriksa Instansi (Inspektorat) juga BPK. Administrasi
Perpajakan Instansi Pemerintah Bendahara Pemerintah
Pusat dan Daerah mempunyai kewajiban perpajakan yang agak berbeda dengan
wajib pajak badan dan orang pribadi. Hal ini terjadi karena Bendahara
Pemerintah Pusat dan Daerah hanya mempunyai kewajiban Pemotongan dan
Pemungutan atas pengeluaran/belanja barang/jasa/modal yang sumber dananya
berasal dari APBN dan/atau APBD, pengertian APBN dan/atau APBD termasuk juga
penerimaan pemerintah yang tidak dimasukkan dalam APBN dan/atau APBD seperti
penerimaan dari masyarakat yang diterima oleh BLU (Badan Layanan Umum) dan
penerimaan Desa yang tertuang dalam APBDes yang tidak berasal dari APBN
dan/atau APBD. Bendahara Pemerintah adalah bendaharawan atau pejabat yang
melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN atau APBD yang terdiri
dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Provinsi, Kabupaten, dan
Kota serta bendahara pengelola APBDes. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis
Kebencanaan / Kebakaran
Teori Pencegahan Dan
Penanggulangan Kebakaran Gedung Bahaya
kebakaran merupakan suatu ancaman bagi keselamatan jiwa manusia maupun harta
benda, khususnya kebakaran gedung secara langsung akan mempengaruhi kegiatan
pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan lainnya. Bimbingan
Teknis ini untuk memberikan informasi yang jelas mengenai penanggulangan
kebakaran kepada setiap pegawai, karyawan/ti yang menempati gedung guna
mengetahui petunjuk pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran maupun
pertolongannya sesuai prosedur yang ada. Peserta Bimbingan Teknis diberikan
penjelasan secara teoritis mengenai bahaya kebakaran gedung dan
penanggulangannya, untuk mencegah kejadian kebakaran dan mengurangi dampak
yang ditimbulkannya, diperlukan tingkat pengetahuan tentang api yang memadai.
Banyak faktor yang bisa mempercepat terjadinya bahaya api atau kebakaran
bahkan ledakan, faktor-faktor tersebut kadang-kadang kurang diperhatikan oleh
kebanyakan orang, padahal upaya pencegahan kebakaran lebih mudah dan lebih
murah dibandingkan upaya penanggulangannya, karena itulah upaya
pencegahan kebakaran lebih diutamakan. Penanggulangan
Bencana Dan Rehabilitasi Pasca Bencana Penanggulangan
Bencana Indonesia telah melahirkan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Untuk merealisasikan Undang-Undang tersebut, telah
diterbitkan PP Nomor 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP
Nomor 22 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bencana, PP Nomor 23 tentang Peran
serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam
Penanggulangan Bencana. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam menangani bencana
bukan saja terletak pada ketersediaan perangkat Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah, tetapi juga implementasi perangkat kebijakan tersebut di
lapangan. Penggeseran wewenang dari pusat ke daerah seringkali tidak diiringi
pengalihan tanggung jawab pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. Bukan
saja kegiatan-kegiatan tahapan rehabilitasi berhubungan dengan tahap Pra
Bencana dan tanggap darurat tetapi juga berhubungan dengan tahapan
Rekonstruksi Pasca Bencana. Oleh karena itu, Sinkronisasi dan koordinasi
semestinya merupakan kata kunci Penanggulangan Bencana yang harus
dilaksanakan oleh berbagai pihak. Selanjutnya Rehabilitasi Pasca Bencana Ini
dilakukan melalui kegiatan, perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan
prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat,
pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi
konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban,
pemulihan fungsi pemerintahan, pemulihan fungsi pelayanan publik. Kegiatan
Rehabilitasi Pasca Bencana harus memperhatikan pengaturan mengenai standar
konstruksi bangunan, kondisi sosial, adat istiadat, budaya dan ekonomi. Perencanaan
Penanggulangan Bencana Dan Pengurangan Risiko Bencana Berbagai
bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan banyak pembelajaran bagi
masyarakat Indonesia dan dunia bahwa banyaknya korban jiwa dan harta benda
dalam musibah tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan
masyarakat dalam mengantisipasi bencana. disamping itu, kejadian-kejadian
bencana tersebut semakin menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya perencanaan
dan pengaturan dalam penanggulangan bencana. Penyusunan Rencana
Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) Meningkatnya
kejadian atau peristiwa kebakaran dan bencana lainnya di berbagai daerah
propinsi, Kabupaten atau Kota-kota di Indonesia semakin diperlukan penanganan
yang lebih sistemik. Diperlukan suatu manajemen keselamatan terhadap bahaya
kebakaran yang mengintegrasikan dan mensinergikan berbagai factor. Mengacu
kepada model STPI (Science Technology Policy Implementation) ada 5 (lima)
faktor utama yang sangat berperan, yakni kebijakan (policy), peraturan
perundangan (legal devices), kelembagaan, mekanisme operasional dan pranata
(standar, pedoman, manual). Dalam kaitan ini, telah diterbitkan PERMEN PU
Nomor 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanganan Kebakaran di
Perkotaan yang memuat berbagai ketentuan menyangkut penanganan bahaya
kebakaran di perkotaan, kawasan dan bangunan. Dengan semakin meningkatnya
kebakaran dan bencana (perkotaan) lainnya maka Peraturan tersebut telah
disempurnakan menjadi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PERMEN) Nomor
25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi
Kebakaran (RISPK). Manajemen Pencegahan
Dan Penanggulangan Bencana Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia
memberikan banyak pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dan dunia bahwa
banyaknya korban jiwa dan harta benda dalam musibah tersebut terjadi karena
kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan masyarakat dalam mengantisipasi
bencana, disamping itu, kejadian-kejadian bencana tersebut semakin
menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan dalam
penanggulangan bencana. Indonesia terletak pada tiga lempeng bumi
(Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik) sehingga dari posisi geografis ini
memberikan dampak keuntungan dengan berlimpahnya sumberdaya alam seperti
minyak bumi, batu bara, lautan dan hutan yang luas, namun sebaliknya juga
bahaya bagi makhluk hidup yang tinggal di atasnya. Manajemen Penanggulangan
Kebakaran Di Perkotaan Pengaturan manajemen penanggulangan kebakaran di
perkotaan dimaksudkan untuk mewujudkan bangunan gedung, lingkungan, dan kota
yang aman terhadap bahaya kebakaran melalui penerapan manajemen
penanggulangan bahaya kebakaran yang efektif dan efisien. Pengaturan manajemen
penanggulangan kebakaran di perkotaan bertujuan untuk terwujudnya kesiapan,
kesigapan dan keberdayaan masyarakat, pengelola bangunan, serta dinas terkait
dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran. Jadwal pelaksanaan
bimbingan teknis ▸▸▸ |
Bimbingan Teknis Metrologi Legal / Tera
Mekanisme Penyelengaraan Kewajiban Pemeriksaan, Pengujian Tera
Dan Tera
Ulang Metrologi Legal adalah untuk melindungi
kepentingan umum
melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian
hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan
Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP), yang wajib ditera
dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari
kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Wajib dan Pembebasan
Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur,
Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera
ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran,
penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau
menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam
perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Reparatir Kemetrologian Dalam rangka menunjang kegiatan tera/tera ulang,
selain sumber daya manusia dan peralatan standar uji, peran reparatir sebagai
petugas reparasi alat UTTP sangat diperlukan, khususnya pada kegiatan sidang
tera ulang pasar, besarnya potensi alat UTTP di pasar, dan terbatasnya tenaga
reparatir yang ada mendorong pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan
pelatihan reparatir dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tentang alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya dibidang
kemetrologian, penggunaan alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang
sesuai dengan standra kemetrologian, menciptakan tenaga yang terampil dan
handal pada bidang reparasi atau perbaikan timbangan, menumbuhkan dan
melahirkan reparatir-reparatir baru. Salah satu cara untuk memastikan bahwa
konsumen mendapatkan barang sesuai dengan nilai ukur dan kondisi yang
seharusnya adalah dengan menjamin timbangan atau takaran yang digunakan oleh
pelaku usaha atau pedagang secara tepat dan benar, jaminan tersebut dilakukan
melalui pelayanan tera dan tera ulang terhadap alat ukur dan timbangan oleh
pemerintah daerah setempat, dengan demikian konsumen dapat memperoleh barang
sesuai dengan ukuran yang seharusnya dengan nilai tukar yang dibayarkan. Sosialisasi
PERMENDAG Nomor 09 Tahun 2020 Tentang Fasilitasi Kegiatan Metrologi Legal Untuk mendukung pelaksanaan kewenangan Metrologi Legal di
daerah Kabupaten/ Kota yang meliputi pelayanan tera dan/atau tera ulang dan
pengawasan metrologi legal, perlu dilakukan fasilitasi kegiatan metrologi
legal, Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya yang selanjutnya
disingkat UTTP adalah alat-alat, sedangkan Penera adalah Pegawai Negeri Sipil
yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melakukan kegiatan pelayanan kemetrologian. Pelaksanaan
fasilitasi kegiatan metrologi legal meliputi, pelaksanaan tera dan/atau tera
ulang, pendampingan tera dan/atau tera ulang dan dukungan sumber
daya manusia metrologi legal Pelayanan Tera Dan Tera Ulang Sebagai Upaya Percepatan
Pelayanan Dalam rangka percepatan pelaksanaan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa kewenangan Metrologi
Legal berada di tangan Pemerintah Kabupaten/Kota, maka dengan demikian bidang
kemetrologian dapat menjadi salah satu sektor yang menjadi sumber pandapatan
asli daerah yaitu melalui retribusi jasa pelayanan tera dan tera ulang UTTP
yang pelaksanaannya berlandaskan pada undang-undang Nomor 2 Tahun
1981 tentang Metrologi Legal (UUML), Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985
tentang Wajib dan Pembebasan untuk Ditera dan atau Ditera Ulang serta
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 78/M-DAR/PER/11/2016 tentang Unit
Metrologi sebelum diundangkanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 bahwa
pelaksanaan pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP menjadi kewenangan
Pemerintah Provinsi. Kegiatan pelayanan tera dan tera ulang merupakan suatu
kegiatan pelayanan kepada pelaku usaha dan perseorangan yang bertujuan untuk
melindungi kepentingan umum atau tertib niaga dan perlindungan konsumen,
dalam hal kebenaran pengujian, pengukuran, penakaran, penimbangan dan
kalibrasi untuk menentukan ukuran yang paling pas atau sesuai standard yang
telah ditentukan sesuai ketentuan yang berlaku. Jadwal
pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸ |