Kebencanaan / Kebakaran  

Teori Pencegahan Dan Penanggulangan Kebakaran Gedung

Bahaya kebakaran merupakan suatu ancaman bagi keselamatan jiwa manusia maupun harta benda, khususnya kebakaran gedung secara langsung akan mempengaruhi kegiatan pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan lainnya.  Bimbingan Teknis ini untuk memberikan informasi yang jelas mengenai penanggulangan kebakaran kepada setiap pegawai, karyawan/ti yang menempati gedung guna mengetahui petunjuk pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran maupun pertolongannya sesuai prosedur yang ada. Peserta Bimbingan Teknis diberikan penjelasan secara teoritis mengenai bahaya kebakaran gedung dan penanggulangannya, untuk mencegah kejadian kebakaran dan mengurangi dampak yang ditimbulkannya, diperlukan tingkat pengetahuan tentang api yang memadai. Banyak faktor yang bisa mempercepat terjadinya bahaya api atau kebakaran bahkan ledakan, faktor-faktor tersebut kadang-kadang kurang diperhatikan oleh kebanyakan orang, padahal upaya pencegahan kebakaran lebih mudah dan lebih murah dibandingkan upaya penanggulangannya, karena itulah upaya pencegahan kebakaran lebih diutamakan.

Penanggulangan Bencana Dan Rehabilitasi Pasca Bencana

Penanggulangan Bencana Indonesia telah melahirkan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk merealisasikan Undang-Undang tersebut, telah diterbitkan PP Nomor 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP Nomor 22 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bencana, PP Nomor 23 tentang Peran serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam menangani bencana bukan saja terletak pada ketersediaan perangkat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, tetapi juga implementasi perangkat kebijakan tersebut di lapangan. Penggeseran wewenang dari pusat ke daerah seringkali tidak diiringi pengalihan tanggung jawab pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. Bukan saja kegiatan-kegiatan tahapan rehabilitasi berhubungan dengan tahap Pra Bencana dan tanggap darurat tetapi juga berhubungan dengan tahapan Rekonstruksi Pasca Bencana. Oleh karena itu, Sinkronisasi dan koordinasi semestinya merupakan kata kunci Penanggulangan Bencana yang harus dilaksanakan oleh berbagai pihak. Selanjutnya Rehabilitasi Pasca Bencana Ini dilakukan melalui kegiatan, perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, pemulihan fungsi pelayanan publik. Kegiatan Rehabilitasi Pasca Bencana harus memperhatikan pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan, kondisi sosial, adat istiadat, budaya dan ekonomi.

Perencanaan Penanggulangan Bencana Dan Pengurangan Risiko Bencana

Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan banyak pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dan dunia bahwa banyaknya korban jiwa dan harta benda dalam musibah tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana. disamping itu, kejadian-kejadian bencana tersebut semakin menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan dalam penanggulangan bencana.

Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)

Meningkatnya kejadian atau peristiwa kebakaran dan bencana lainnya di berbagai daerah propinsi, Kabupaten atau Kota-kota di Indonesia semakin diperlukan penanganan yang lebih sistemik. Diperlukan suatu manajemen keselamatan terhadap bahaya kebakaran yang mengintegrasikan dan mensinergikan berbagai factor. Mengacu kepada model STPI (Science Technology Policy Implementation) ada 5 (lima) faktor utama yang sangat berperan, yakni kebijakan (policy), peraturan perundangan (legal devices), kelembagaan, mekanisme operasional dan pranata (standar, pedoman, manual). Dalam kaitan ini, telah diterbitkan PERMEN PU Nomor 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanganan Kebakaran di Perkotaan yang memuat berbagai ketentuan menyangkut penanganan bahaya kebakaran di perkotaan, kawasan dan bangunan. Dengan semakin meningkatnya kebakaran dan bencana (perkotaan) lainnya maka Peraturan tersebut telah disempurnakan menjadi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PERMEN) Nomor 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK).

Manajemen Pencegahan Dan Penanggulangan Bencana

Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan banyak pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dan dunia bahwa banyaknya korban jiwa dan harta benda dalam musibah tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana, disamping itu, kejadian-kejadian bencana tersebut semakin menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan dalam penanggulangan bencana. Indonesia terletak pada tiga lempeng bumi (Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik) sehingga dari posisi geografis ini memberikan dampak keuntungan dengan berlimpahnya sumberdaya alam seperti minyak bumi, batu bara, lautan dan hutan yang luas, namun sebaliknya juga bahaya bagi makhluk hidup yang tinggal di atasnya.

Manajemen Penanggulangan Kebakaran Di Perkotaan

Pengaturan manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan dimaksudkan untuk mewujudkan bangunan gedung, lingkungan, dan kota yang aman terhadap bahaya kebakaran melalui penerapan manajemen penanggulangan bahaya kebakaran yang efektif dan efisien. Pengaturan manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan bertujuan untuk terwujudnya kesiapan, kesigapan dan keberdayaan masyarakat, pengelola bangunan, serta dinas terkait dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸


  Pertanian  

Analisis Ketersediaan Pangan Utama, PPH Dan NBM

Untuk mendukung ketahanan pangan nasional, maka strategi pemantapan ketahanan pangan di masa depan perlu mengantisipasi berbagai kondisi tersebut. Pendekatan pembangunan ketahanan pangan di masa depan perlu memprioritaskan ketersediaan ketahanan pangan utama dengan pola manajemen desentralisasi sebagai konsekuensi dan diterapkannya kebijakan otonomi wilayah. Dalam hal ini peran serta pemerintah daerah dan masyarakat menjadi kunci utama strategi peningkatan dan pemantapan ketahanan pangan di wilayah itu sendiri. Sementara itu pemerintah (pusat dan daerah) lebih berperan sebagai fasilitator dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan ketahanan pangan. Pola Pangan Harapan (PPH) komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya, tujuannya untuk menghasilkan suatu komposisi norma (standar) pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk, yang mempertimbangkan keseimbangan gizi (nutrition balance) berdasarkan cita rasa (palatability), daya cerna (digestibility), daya terima masyarakat (acceptability), kuantitas dan kemampuan daya beli (affordability). Begitu pula Neraca Bahan Makanan (NBM) menyajikan jumlah pangan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk per kapita dalam kg/thn atau gr/hr serta dalam bentuk zat gizi tertentu yaitu kalori (kkal/hr), protein (gram/hr), lemak (gram/hr).

Analisis Ketersediaan Pangan Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Dan Pola Pangan Harapan (PPH)

Untuk mendukung ketahanan pangan nasional, maka ada empat target Sukses Pertanian :

- Swasembada Berkelanjutan

- Diversifikasi Pangan               

- Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor

- Peningkatan Kesejahteraan Petani

Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (DRA) (KEMENKES, 2005) kecukupan rata-rata gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal Penetapan AKG di Indonesia dilakukan setiap 5 thn sekali melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) Pola Pangan Harapan (PPH) komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari 9 kelompok pangan dengan mempertimbangkan segi daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya dan agama.

Metode Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM)

Penyusunan neraca bahan makanan disusun sebanyak 2 kali setiap tahunnya, yaitu neraca bahan makanan sementara dan neraca bahan makanan tetap. Disamping itu juga disusun data ketersediaan pangan angka bulanan dengan menggunakan metode perhitungan seperti metode neraca bahan makanan, namun baru terbatas beberapa komoditas, seperti padi dan palawija, sedangkan data peternakan data triwulanan, data perikanan tiap semester. Hal ini terkait dengan ketersediaan data dari dinas/instansi terkait, selain NBM, BKPP juga menyusun analisis pola panen bulanan untuk komoditi padi palawija berdasarkan angka prognosa, angka ramalan I dan angka ramalan II, serta prognosa permintaan bahan pangan menjelang hari besar keagamaan nasional (HBKN).

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸