Perpajakan  

Kewajiban Perpajakan Bagi Bendahara Pengeluaran SKPD

Setiap belanja pemerintah baik Belanja Barang, Modal, Pegawai atau Belanja lainnya, Bendahara Pemerintah atau Bendahara Lembaga Negara harus melakukan Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).  Bendahara Pemerintah memiliki peran yang juga penting untuk memasukan Penerimaan Pajak untuk APBN. Kewajiban Perpajakan para Bendahara tersebut ternyata tidak dibarengi dengan penerapan ketentuan Perpajakan yang up date. Aturan Perpajakan yang sering mengalami perubahan menjadikan banyak Bendahara keliru dalam melakukan Pemotongan atau Pemungutan Pajaknya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya temuan unit Pemeriksa Instansi (Inspektorat) juga BPK berkaitan dengan Kewajiban Perpajakan Instansi Pemerintah tersebut.

Tata Cara Pengisian Dan Pelaporan Pengisian e-SPT Bagi Instansi Pemerintah      

Aplikasi e-SPT atau disebut dengan Elektronik SPT adalah aplikasi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT. Kelebihan Aplikasi e-SPT adalah, penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk media CD/disket Data Perpajakan terorganisir dengan baik sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer, kemudahan dalam membuat laporan pajak  data yang disampaikan WP (wajib pajak) selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan menggunakan sistem computer, menghindari pemborosan penggunaan kertas, berkurangnya pekerjaan-pekerjaan klerikal perekaman SPT yang memakan sumber daya yang cukup banyak. Hal ini berdasarkan dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor per- 14/PJ/2013.

Pedoman Dan Mekanisme Pemungutan PBB P2 Oleh Kabupaten / Kota

Sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 28 Tahun 2009 maka Pajak PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) akan dialihkan menjadi Pajak Daerah dan akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota selambat-lambatnya mulai 1 Januari 2014. Untuk itu setiap Kabupaten/Kota sudah mulai menyiapkan segala sesuatunya sesuai dengan arahan yang dituangkan dalam Peraturan Bersama MENKEU Nomor 213/PMK.07/2010 dan MENDAGRI Nomor 58 Tahun 2010. Cara Pengelolaan PBB-P2 ini tentunya berbeda dibandingkan dengan BPHTB yang sudah dikelola sebelumnya oleh PEMDA Kabupaten/Kota, perbedaan ini antara lain terletak pada sistem pemungutan pajaknya. Pengelolaan Pemungutan BPHTB lebih mengarah pada Self Assessment System dimana otoritas pajak memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menuntukan sendiri besarnya Pajak yang terutang, sedangkan untuk PBB-P2 pengelolaannya lebih cenderung pada Official Assessment System dimana fiskus diberikan wewenang untuk menuntukan besarnya Pajak yang terhutang.

Implementasi Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sesuai Dengan PP Nomor 29 Tahun 2020

Dengan ditetapkannya Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Corona sebagai pandemik oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) berdampak pada aktivitas sosial, ekonomi, dan kehidupan masyarakat di Indonesia. Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) memerlukan adanya respon tanggap dari Pemerintah. Keterbatasan dana Pemerintah memerlukan peran serta masyarakat tidak hanya untuk melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa juga mobilisasi dana masyarakat, peran aktif sukarelawan Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan termasuk tenaga pendukung kesehatan, mobilisasi sarana dan/atau prasarana dan industri Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Dampak ekonomi pada sektor keuangan terutama pasar modal menyebabkan perlu adanya intervensi Pemerintah dalam bentuk kebijakan pembelian kembali saham perusahaan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas pasar modal. Oleh karena itu, diperlukan fasilitas pajak untuk mendukung sumbangan dari masyarakat, ketersediaan Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan, pengerahan harta milik masyarakat, produksi Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan stabilitas pasar saham. Fasiltas pajak ini bertujuan untuk mendukung Indonesia bersatu serta menumbuhkan kesadaran pajak di masyarakat sehingga memerlukan payung hukum dalam bentuk Peraturan Pemerintah.

Optimalisasi Potensi Pajak Dan Retribusi Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah, untuk memantapkan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Pajak Daerah dan Pajak Nasional merupakan suatu sistem perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem perpajakan nasional, pembinaan Pajak Daerah dilakukan secara terpadu dengan Pajak Nasional. Pembinaan ini dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara Pajak Pusat dan Pajak Daerah saling melengkapi, meskipun beberapa Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah ditetapkan dalam suatu undang-undang, namun hasil penerimaan pajak dan retribusi saat ini diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), khususnya bagi daerah kabupaten dan kota. Salah satu penyebabnya karena potensi pajak dan retribusi tersebut belum digarap secara optimal, pengetahuan mengenai pajak dan retribusi daerah, perhitungan tarif dan sistem, prosedur pemungutan, potensi optimalisasi, dan juga titik kritis dalam sistem dan prosedur pemungutan Pajak diperlukan untuk dapat membantu melihat peluang tersebut. Dalam upaya Optimalisasi PAD ini, dibutuhkan Pejabat Perencana Pengelola PAD yang ahli dalam mengelolanya dan memaksimalkan Potensi Pajak dan Retribusi.

Perpajakan Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah       

Kepatuhan Penyedia Jasa terhadap Perpajakan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi Penyedia Barang/Jasa ketika ingin mengikuti proses Pelelangan Barang/Jasa Pemerintah. Penyedia Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai Wajib Pajak (WP) sudah memiliki NPWP dan telah memenuhi Kewajiban Perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki Laporan Bulanan PPh Psl 21, PPh Psl 23 (bila ada transaksi), PPh Psl 25/Psl 29 dan PPN (bagi pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 bulan terakhir dalam tahun berjalan. Persyaratan pemenuhan Kewajiban Pajak tahun terakhir dengan dengan penyampaian SPT tahunan dan SPT masa berjalan dapat diganti oleh Penyedia Barang/Jasa dengan penyampaian Surat Keterangan Fiskal (SKF) yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanana Pajak (KPP). Dalam Proses Pelelangan, pemenuhan persyaratan Perpajakan dapat kita lihat dalam Formulir Isian Kualifikasi yang disampaikan oleh Penyedia Jasa. Adalah tugas ULP/Panitia Pengadaan Barang/Jasa dalam hal melakukan Evaluasi dan Klarifikasi atas Dokumen Kualifikasi yang disampaikan peserta, sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan yang dapat merugikan Penyedia Barang/Jasa dan bisa dijadikan materi sanggah.

Kewajiban Perpajakan Instansi Pemerintah

Pihak pemerintah atau lembaga pemerintah pun memiliki peran dan kewajiban dalam Bidang Perpajakan atas setiap belanja pemerintah baik belanja barang, modal, pegawai atau belanja lainnya, Bendahara Pemerintah atau Bendahara Lembaga Negara harus melakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Bendahara Pemerintah memiliki peran yang juga penting untuk memasukan Penerimaan Pajak untuk APBN. Kewajiban Perpajakan para Bendahara tersebut ternyata tidak dibarengi dengan penerapan ketentuan Perpajakan yang up date, aturan perpajakan yang sering mengalami perubahan menjadikan banyak Bendahara keliru dalam melakukan pemotongan atau pemungutan pajaknya.  Hal ini dapat dilihat dari banyaknya temuan unit Pemeriksa Instansi (Inspektorat) juga BPK.

Administrasi Perpajakan Instansi Pemerintah

Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah mempunyai kewajiban perpajakan yang agak berbeda dengan wajib pajak badan dan orang pribadi. Hal ini terjadi karena Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah hanya mempunyai kewajiban Pemotongan dan Pemungutan atas pengeluaran/belanja barang/jasa/modal yang sumber dananya berasal dari APBN dan/atau APBD, pengertian APBN dan/atau APBD termasuk juga penerimaan pemerintah yang tidak dimasukkan dalam APBN dan/atau APBD seperti penerimaan dari masyarakat yang diterima oleh BLU (Badan Layanan Umum) dan penerimaan Desa yang tertuang dalam APBDes yang tidak berasal dari APBN dan/atau APBD. Bendahara Pemerintah adalah bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN atau APBD yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Provinsi, Kabupaten, dan Kota serta bendahara pengelola APBDes.

Jadwal pelaksanaan bimbingan teknis ▸▸▸